Chapter 30 - Bertekad

84 24 42
                                    

Bertekad

"Setiap perbuatan seseorang akan selalu didasari oleh alasan. Alasan yang membuat kita jahat, baik, bohong, semua pasti ada alasannya."

"Baik, pelajaran kali ini saya kira cukup. Kalian bisa pulang," kata guru pengajar beriringan dengan bel pulang sekolah. Mata yang tadinya enggan terbuka, kini terbelalak lebar. Mereka yang ada di dalam kelas itu satu per satu mulai beranjak dari bangkunya meninggalkan kelas, menyisakan Stevlanka dan Cantika.

"Vla, lo pulang dulu aja, ya. Gue mau ngelarin catatan dulu, nih. Soalnya ntar malam gue mau main." Cantika bersuara tanpa menatap Stevlanka di sampingnya. Gadis itu sedang khusyuk menyalin catatannya yang ia tinggal tidur saat jam pelajaran.

"Iya, gue juga ada urusan." Stevlanka menanggapi seraya memasukkan bukunya ke dalam tas. Stevlanka menoleh ke arah bangku di sebelahnya. Sejak istirahat kedua tadi ia tidak bertemu dengan Ardanu.

Apa dia bolos? Stevlanka mengigit bibirnya. Ia membuka ponselnya, tidak ada pesan dari Ardanu. Tiba-tiba Stevlanka tersadar. Mengapa di harus mencari laki-laki itu?

"Vla!" pekik Cantika, membuat Stevlanka terperanjat. Ponselnya hingga tergelintir di atas meja.

"Gue ngomong dari tadi nggak lo dengerin, ya?" protes Cantika.

"Ah, iya," Stevlanka meringis. Matanya melirik tempat duduk Bara. Ia baru sadar, jika Bara juga tidak terlihat dari tadi. " Can, Bara kemana? Gue nggak liat dia sejak istirahat kedua."

"Lagi latihan basket, bentar lagi ada turnamen."

"Ah, makanya dari tadi nggak lihat." Stevlanka mengangguk. "Bara cerita ke lo, ya? Udah damai?"

Cantika menoleh. "Ya gitu. Eh, Vla, lo tahu, nggak?" membenahi duduknya menghadap Stevlanka. "Kemarin, kan, gue nebeng Bara. Mobil gue lagi di bengkel. Masa, ya, waktu di jalan dia nawarin gue makan?" Cantika melebarkan matanya.

"Ya, emang kenapa?" tanya Stevlanka sambil terkekeh.

"Aneh aja gitu, kan, biasanya rese. Terus malamnya di chat gue. Nanya tugas, biasanya nggak pernah sama sekali. Gue malah mikirnya dia nggak save nomor gue karena gue juga enggak."

"Terus?" Stevlanka masih tersenyum.

Cantika melihat di sekelilingnya seperti takut ada yang mendengar. "Terus dia bilang 'Sleep well' sambil pake emoji senyum. Gila, nggak, sih?" bisiknya sambil merengek. "Gue takut saraf dia rusak atau kenapa gitu, kok, jadi aneh."

Stevlanka juga sedikit tidak percaya. Ia tahu benar bagaimana Bara ke Cantika yang selalu tersulut emosi. "Udah capek berantem sama lo."

"Tapi gue geli." Cantika bergidik.

"Can?"

"Kenapa?"

"Jangan-jangan dia suka sama lo?"

Cantika melebarkan mulutnya sedikit. Tangannya memukul lengan Stevlanka. "Jangan gila!"

Stevlanka hanya tertawa. Obrolan mereka behenti sampai di sana. Cantika memaksa Stevlanka untuk segera pulang. Wajah Cantika memerah bukan karena marah, tetapi karena ia malu dengan kejadian yang ia ceritakan pada Stevlanka.

Kaki Stevlanka melangkah menuju ke lapangan basket. Mencari-cari keberadaan Ardanu. Tak lama ia menemukan. Stevlanka menghentikan langkahnya, memandangi Ardanu yang berlari menggiring bola. Dengan sempurna ia berhasil memasukkan bola pada ring. Senyum Ardanu melebar pada teman-temannya dan tanpa sadar Stevlanka ikut tersenyum. Ardanu berkumpul dengan teman-temannya untuk istirahat. Pandangan Stevlanka tidak lepas dari Ardanu. Hingga tiba-tiba harus beralih karena ponselnya bergetar. Ia membaca pesan yang baru saja masuk. Sebelum beranjak dari sana, ia memandang Ardanu terlebih dahulu. Laki-laki itu berjalan menepi seperti ingin ke luar dari area lapangan. Dan saat itu Stevlanka benar-benar pergi dari sana.

DELUSIONSWhere stories live. Discover now