Chapter 12 - Ancaman

96 41 45
                                    

Ancaman

"Ada sesuatu yang seharusnya nggak lo campuri. Lo melangkah lebih jauh, itu artinya lo siap bermain. Berhenti atau melanjutkan akan tetap ada kejutan selanjutnya."

Perasaan gelisah menyelubungi hati Ardanu. Sejak awal ia memulai turnamen tidak dengan kesungguh. Pikirannya tertuju pada satu nama yaitu, Stevlanka. Pertandingan selesai pukul lima lebih tiga puluh menit sore. Ardanu ingin menghubungi nomor Stevlanka, tetapi ia tidak memiliki nomornya. Melihat keadaan yang semakin gelap membuatnya gelisah jauh lebih parah.

Pada akhirnya, Ardanu memutuskan datang ke rumah Stevlanka. Ia tidak peduli dengan Ayah gadis itu. Ia hanya ingin memastikan Stevlanka baik-baik saja. Setelah tiba di rumah Stevlanka, ternyata mobil Ayahnya terparkir di halaman rumah.

"Permisi." Ardanu mengetuk pintu. Tak lama Ayah Stevlanka mucul dari balik pintu.

"Sore, Om. Stevlankanya ada?" tanya Ardanu langsung.

"Stevlanka belum pulang," kata Satriya membuat Ardanu membulatkan matanya. "Kamu cowok yang waktu itu, bukan?" Satriya melihat Ardanu mulai atas hingga bawah.

"Iya, Om. Saya Ardanu." Ardanu mengangguk. "Kalau begitu saya permisi dulu, Om."

Ardanu tidak berbicara lebih banyak. Setelah berpamitan dengan Ayah Stevlanka, secepat mungkin menuju ke suatu tempat. Menambah kecepatan mobilnya, ia melihat jam tangan yang menunjukkan pukul enam sore. Sementara gelap sudah meremang. Ardanu mencengkram kuat setir mobilnya. Ia tidak bisa membayangkan bagaimana keadan Stevlanka.

"Udah gue bilang, jangan ke sana!" gumam Ardanu denagn menggertakkan giginya.

Ardanu memarkirkan mobilnya di depan sekolah. Ia turun dari mobilnya, dan berlari ke arah belakang sekolah. Rumput-rumput liar menabrak kakinya ketika berlari sekuat tenaga. Ketika ia tiba, gudang itu ternyata terkunci dari luar.

"Vla, lo ada di dalam, Vla?" Ardanu berteriak seraya menggebrak pintu itu. Ardanu melihat sekelilinya, ada batu di sana. Ia mengambil batu yang cukup besar dan memukulkannya beberapa kali hingga gembok berkarat itu terbuka.

Ardanu memasuki gudang itu yang sangat gelap. Pandangannya tertuju di samping pintu. Stevanka yang tak sadarkan diri bersandar pada dinding.

"Stevlanka." Ardanu menepuk pipi Stevlanka. Ia mengangkat tubuh Stevlanka, lalu meraih ransel gadis itu. Ardanu berjalan cepat menuju ke mobilnya. Perlahan Stevlanka mengerjapkan matanya. Setengah sadar dengan kondisi mata yang masih memburam, ia bisa melihat Ardanu.

"Dan, itu lo?" bisik Stevlanka. Ardanu menundukkan kepalanya.

"Iya ini gue," kata Ardanu.

Ardanu menurunkan kaki Stevlanka, menahan tubuh gadis itu dengan satu tangannya. Tangannya yang lain membuka pintu mobil. Ardanu memasukkan tubuh Stevlanka ke dalam. Ia memasangkan seat bealt. Ketika Ardanu ingin menuju ke tempat duduk pengemudi, tangannya ditahan oleh Stevlanka.

"Kenapa?"

"Jangan pulang dulu," bisik Stevlanka dengan mata yang terpejam.

"Ma-maksud lo?" Ardanu menundukkan tubuhnya. "Okay, kalo gitu ke rumah sakit."

Stevlanka menggeleng lemah.

Ardanu sudah panik. "Terus gue bawa ke mana? Apartemen gue?" Ardanu melihat Stevlanka yang tidak sadarkan lagi. Laki-laki itu menepuk pelan pipi Stevlanka sambil memanggil namanya. Tidak ada jawaban. Ardanu menegakkan tubuhnya. Mengusap rambutnya ke belakang. Lalu, memandang sekelilingnya. Ia benar-benar kalut. Tidak tahu harus berbuat apa.

DELUSIONSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang