Chapter 8 - Kepelikan seseorang

117 52 39
                                    

Kepelikan seseorang

"Tuhan, ambil nyawaku sekarang. Supaya aku nggak ngerasain rasa sakit ini."-Caya

Setelah kembali dari UKS, Stevlanka langsung saja menuju ke kelasnya. Jam istirahat masih beberapa menit. Suasana kelas masih sangat sepi. Hanya ada dirinya di dalam kelas. Ia menenggelamkan kepalanya di antara kedua tangannya yang terlipat di atas meja. Pikirannya bercabang. Stevlanka benar-benar menyukai dengan teman-temanya saat ini-bukan hanya Cantika, Bara, atau Ardanu-teman sekelasnya begitu menghargai dirinya. Stevlanka tidak bisa melepaskan mereka semua dan menjadi Stevlanka yang sama seperti di sekolah lamanya. Tetapi, Stevlanka juga takut. Takut akan melukai mereka semua.

"Gue cuma nggak mau kejadian buruk itu terjadi karena akan menyebabkan tumpahan air mata. Dan menciptakan bekas luka yang akan sulit dihilangkan. Karena sampai sekarang pun, luka gue juga belum kering."

"Lo salah besar, Dan. Gue tahu gimana rasanya hidup dalam penyesalan," gumam Stevlanka. Ia masih memejamkan mata.

Bu Naya, wali kelas XII IPA B tak sengaja melihat Stevlanka seorang diri di kelas. Wanita itu masuk ke dalam. Sejak awal ia tahu jika Stevlanka adalah murid yang susah untuk membaur dengan lingkungan Baru.

"Stevlanka," sapanya setelah berada di depan Stevlanka.

Stevlanka menegakkan tubuhnya. "Bu, Naya." Ia merapikan rambutnya.

"Kenapa tidak di kantin sama yang lain?"

"Saya ke perpustakaan tadi."

"Bagaimana? Apa di sini membuat kamu nyaman?"

"Tentu."

"Kamu harus bisa beradaptasi sama teman sekelas kamu, ya, Vla?" kata Bu Naya memberi saran. "Jangan pernah merasa sendiri."

"Terima kasih, Bu. Saya akan mencoba."

Bu Naya berdeham. "Tentang Satya, lebih berhati-hati dengannya. Dia sering sekali membuat ulah. Kekuasaan orang tuanya yang membuat dirinya merasa berkuasa. Saya dengan mudah membuat murid yang tadinya bandel menjadi teladan. Tetapi, tidak untuk Satya. Saya bahkan tidak bisa menebak isi pikirannya."

"Saya mendengar itu. Tentang Bu Naya yang menjadi guru favorit di sini."

Bu Naya tersenyum tipis. "Satya diberi hukuman skors tiga hari. Kelakuannya sangat keterlaluan kali ini."

"Itu tidak terlalu bagus .... "

"Iya, kamu benar, Stevlanka. Seharusnya lebih dari itu." Bu Naya tertawa. "Tapi saya senang walaupun hanya tiga hari. Daripada tidak sama sekali."

Stevlanka balas dengan senyuman.

"Kamu tahu kalau itu semua permintaan Ayah kamu?"

Stevlanka melebarkan mulutnya. "A-ayah saya?" tanya Stevlanka.

Bu Naya mengangguk. "Ayah kamu marah sekali waktu tahu kamu terluka. Dia membawa pasal untuk menakuti Satya. Dan itu sangat keren. Satya menerima hukumannya."

"Jadi, Ayah saya waktu itu ada sekolah, Bu?"

"Iya. Tapi, orang tua Satya tidak bisa hadir. Karena sedang keluar kota."

Stevlanka termangu. Ia tidak tahu Ayahnya datang ke sekolah. Dan apa tadi? Ayahnya marah karena dirinya marah? Stevlanka bertanya-tanya, tetapi juga bahagia. Karena sibuk memikirkan Ayahnya, Stevlanka tidak mendengar ucapan Bu Naya yang terakhir. Ia hanya balas dengan Anggukan. Gurunya itu kini telah melangkah pergi ke luar.

Tak lama teman-teman sekelasnya sudah bergerombol memasuki kelas. Pelajaran kembali berjalan seperti biasanya. Stevlanka sungguh tidak fokus dengan materi disampaikan oleh guru. Stevlanka menoleh memandang Cantika di sebelahnya yang sedang asik bercermin. Ah, sungguh keterlaluan. Bisa-bisanya ia terus bercermin sedangkan guru di depan sedang memaparkan materi? Stevlanka melirik ke samping kanannya, tempat duduk Ardanu. Cowok itu tidak terlihat sedari tadi. Berkali-kali Stevlanka memusnahkan rasa penasarannya. Tetapi, ia tidak bisa.

DELUSIONSOnde histórias criam vida. Descubra agora