Chapter 7- Goresan Luka

147 58 50
                                    

Goresan Luka

"Gue cuma nggak mau kejadian buruk itu terjadi karena akan menyebabkan tumpahan air mata. Dan menciptakan bekas luka yang akan sulit dihilangkan. Karena sampai sekarang pun, luka gue juga belum kering."- Ardanu

Mengawali pagi, meninggalkan hari buruk. Berharap bertemu dengan hari yang jauh lebih baik. Terkesan menuntut, namun hati kecil tidak bisa memungkiri. Selama jantung bedetak harapan pantas untuk diciptakan. Harapan yang menuntun kita untuk hidup lebih berarti. Bisa saja harapan itu lenyap, berakhir mengecewakan. Namun ini hidup, kecewa, sedih, senang bisa saja terjadi. Orang yang bijak tidak akan memandang hanya dari satu sisi. Seperti sisi mengecewakan jika harapan itu tidak terjadi. Mereka mengerti rasa kecewa itu ada, supaya kita bisa menghargai apa yang telah kita raih.

Pagi yang cerah untuk hari ini, seolah alam sedang merencanakan hari yang indah. Angin berbisik, mengucapkan semangat pagi. Laki-laki bertubuh tinggi, berjalan tegak melewati koridor. Melemparkan senyuman genitnya untuk para siswa perempuan yang mengagumi ketampanannnya. Mereka seperti lilin yang terkikis oleh apinya sendiri. Meleleh perlahan.

"Ardanu ganteng banget, sih," puji salah satu siswa perempuan. Kalimat itu terdengar oleh sang pemilik nama. Ardanu hanya menanggapi dengan senyumannya. Wajah tampan yang ia miliki, sudah tidak diragukan lagi. Pujian semacam itu sudah terbiasa olehnya.

Bibirnya tersenyum miring, memandang lurus kedepan. Bukan tertarik pada salah satu cewek, melainkan dengan sosok laki-laki yang berjalan dengan tumpukan beberapa kertas di tangannya. Lumayan banyak, hingga membuat laki-laki itu sedikit kualahan. Pasalnya laki-laki itu hanya memegang dengan satu tangan. Satu tangannya lang lain sedang berkutat memegang ponsel.

Ardanu berjalan mendekati laki-laki itu, sengaja menabrak tangan laki-laki itu dengan tubuhnya. Hingga kertas yang ia pegang jatuh di lantai, walaupun tidak seluruhnya jatuh. Laki-laki itu terperanjat, memicingkan matanya menatap Ardanu. Sementara Ardanu hanya tersenyum mengejek. Dengan tangan yang ia masukkan ke dalam sakunya.

"Sorry," Ardanu terkekeh. "Mau aja lo jadi babu sekolah," ejek Ardanu. Laki-laki itu hanya terdiam tidak menanggapi. Malas saja harus berdebat dengan Ardanu. Kemudian Ardanu meninggalkan laki-laki itu. Melanjutkan jalannya.

Laki-laki itu hanya menggelengkan kepala. Menunduk untuk mengambil kertas yang terjatuh. Dari belakang Stevlanka berjalan. Stevlanka melihat laki-laki itu meninggalkan satu kertas yang terjatuh di dekat tempat sampah. Sepertinya laki-laki itu tidak mengetahui kertasnya ada yang tertinggal. Stevlanka mengambil kertas di dekat tempat sampah itu. Berlari kecil mengejar laki-laki itu.

"Tunggu," panggil Stevlanka mencoba menghentikan laki-laki itu. "Ini kertasnya ada yang ketinggalan," kata Stevlanka ketika mereka sudah saling berhadapan.

Hening sejenak.

"Hai," ucap laki-laki itu. "Murid baru yang hampir jatuh di tangga, kan?" kata laki-laki itu memastikan. Stevlanka tersenyum seraya mengangguk.

"Nama lo A-" Stevlanka menggantungkan kalimatnya. Pasalnya ia lupa siapa nama cowok itu.

"Alkar," tambah laki-laki yang bernama Alkar.

"Oh, iya, Alkar," kata Stevlanka menahan malu. Malu karena melupakan nama orang yang membantunya.

"Eh, ini kertasnya." Stevlanka menyodorkan tangannya.

"Thanks, ya," kata Alkar. Stevlanka hanya mengangguk sebagai jawabannya. "Bareng?" Alkar mengarahkan dagunya ke depan, sebagai kode untuk mengajak Stevlanka jalan bersama.

"Boleh."

Akhirnya mereka jalan berdampingan. Tak sedikit pasang mata yang menatap mereka berdua. Sebenarnya Stevlanka merasa risih di perhatikAn seperti ini. Ia sudah terbiasa tidak mendapatkan sorotan banyak pasang mata. Berulang kali ia menghela napasnya.

DELUSIONSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang