Chapter 37 - Kembali Melukai

81 17 19
                                    

Kembali Melukai

"Gue lebih dari apa yang lo rasakan, Stevlanka. Sejak saat pertama kali lo masuk dalam mimpi masa depan gue. Rasa abstrak ini semakin bertambah di setiap harinya." – Ardanu.

Tatapan Ardanu tertuju luar mobil. Sejak tadi ia bersenandung sambil mengetuk-ngetukkan jemarinya pada setir mobil. Sesekali ia bercermin pada kaca spion mobil. Merapikan rambutnya menggunakan jari. Melihat wajahnya sendiri dengan kekaguman. Ia melakukan itu berulang kali, namun Stevlanka tidak segera keluar dari pemakaman. Hingga akhirnya, Ardanu memilih keluar dari mobilnya. Karena penasaran, ia memasuki area pemakaman. Pandangannya berdedar ke kanan dan kiri bergantian. Mencari keberadaan Stevlanka. Sementara itu, pemakaman ini terbilang cukup luas.

Tiba-tiba langkahnya mundur ke belakang karena seorang menabraknya. Gadis itu mengusap sudut matanya yang berair dengan cepat sebelum mendongak menatap Ardanu. Gadis yang mengenakan baju warna hitam dengan warna topi yang senada itu menatapnya tak biasa. Ardanu membalasnya, ada sesuatu yang aneh. Tatapan yang membuatnya bertanya-tanya. Apa gadis ini mengenalnya?

Gadis itu lebih dulu memutuskan kontak mata. Berjalan melewati Ardanu.

"Aneh," gumam Ardanu, mengedikkan bahu. Ia menatap punggung gadis itu.

Ketika hendak berbalik, detik itu juga ia terkejut hingga tubuhnya sedikit oleng. Ia memegangi dadanya, untung saja teriaknya tidak begitu keras.

"Lo tiba-tiba nongol aja," rutuk Ardanu masih memegang dadanya.

"Gue mau pulang." Stevlanka tanpa menatap Ardanu.

"Pulang ke mana? apartemen gue?" goda Ardanu tersenyum jahil.

Stevlanka mengangguk.

Anggukan Stevlanka membuat Ardanu meringis senang. Dia senang jika harus menghabisakan waktu berdua. Sesuatu yang berdebar membuatnya ketagihan. Perasaan nyaman ketika melihat Stevlanka tertawa adalah sesuatu hal baru yang menyenangkan bagi Ardanu. Ardanu hanya ingin membantu Stevlanka keluar dari kubangan kepedihannya.

"Nggak mau beli apa—"

Stevlanka sudah berjalan tanpa bicara. Mulut Ardanu terbuka, menghentikan ucapannya.

"Vla?" panggil Ardanu. Stevlanka masih melanjutkan langkah kakinya. Karena Ardanu gemas ia mengimbangi langkah kaki gadis itu. Menarik lengan Stevlanka, hingga tubuhnya berbalik.

"Iya?"

Ardanu terdiam sejenak. Menatap dalam mata stevlanka. "Masa gue ditinggal?" Senyuman nampak di bibirnya. "Katanya sayang sama gue, kok orang yang disayang ditinggal gitu aja?"

"Seharusnya digandeng, terus jalan beriringan." Ardanu berubah menggenggam tangan Stevlanka. Gadis itu menunduk, melihat salah satu tangannya yang digenggam oleh Ardanu. Ia membiarkannya.

"Senyum lo mahal banget, ya, Vla?"

"Gue mau pulang," pinta Stevlanka lagi.

"Iya, iya, kita pulang, lanjut romantis-romantisnya di apartemen aja," kata Ardanu sebal. Ia menarik tangan Stevlanka untuk kembali melangkah. Sementara Stevlanka lagi-lagi terdiam. Begitu ingin melepaskan sesak di dadanya. Namun, terasa begitu sulit. Seolah tak kuasa melakukannya.

Selama di perjalanan Ardanu masih saja mengoceh. Dan hanya dibalas senyuman oleh Stevlanka. Ardanu menyadari perubahan sikap Stevlanka. Ia berusaha keras menggempur sisi tertutup Stevlanka. Sesusah itukah untuk saling bertukar cerita? Bisa saja Ardanu menyudahi semua ini. Namun, sayangnya tidak sedikit pun terlintas untuk pergi.

Ardanu memandang Stevlanka dari samping. Saat ini mereka berjalan memasuki apartemen. "Vla, ajarin gue supaya bisa mengerti lo, dong?"

"Maksudnya?"

DELUSIONSWhere stories live. Discover now