Chapter 33 - Pengakuan

95 23 18
                                    

Pengakuan

"Kita di dunia nggak sendiri. Seberapun banyaknya orang yang benci lo, akan selalu ada entah itu satu atau dua orang yang bener-bener peduli sama lo, Vla."- Ardanu.

Menutup diri menjadi salah satu cara Stevlanka hidup. Menjadi seseorang yang begitu tertutup. Memisahkan diri dari teman-temannya. Itulah Stevlanka dulu. Stevlanka pada saat sekolah di SMA AWAN 12. Ketika ia mulai menginjakkan kakinya di sekolah SMA ANGKASA BIRU semuanya berubah. Banyak teman-teman yang berperilaku baik dengannya. Keberadaan mereka memberikan warna dalam hidupnya. Ia tidak lagi merasa sendiri. Namun, tak lama, Stevlanka kembali merasakan ketakutan dan kehampaan.

Kebohongan yang ia tutupi tidak bisa membuatnya hidup dengan tenang. Setiap helaan napasnya adalah keresahan. Stevlanka menyadari jika dirinya benar-benar pecundang. Seolah-olah dirinya baik-baik saja, padahal sebaliknya.

Kini, semuanya akan kembali seperti semula. Stevlanka yang hanya seorang diri, tanpa teman seorang pun. Stevlanka begitu menyayangi teman-temannya. Rasa sayang ini yang membuatnya menjauh. Karena ia takut, suatu saat tangannya ini akan melukai mereka. Mungkin ini telah menjadi jalan hidup Stevlanka. Bagaimanapun caranya mengubah, akan kembali seperti semula.

Stevlanka menghentikan langkahnya tepat di depan gerbang. Ia melihat murid yang melangkah masuk dengan wajah penuh keceriaan. Berlarian menuju kelas masing-masing. Tawa mereka seolah menggema dalam pendengaran Stevlanka. Ia merasa begitu tidak berarti di antara mereka semua. Tangannya mengepal erat. Matanya berair, dengan cepat ia memejamkan matanya seraya menunduk. Sepagi ini Stevlanka harus mengawali harinya dengan suatu hal seperti ini.

Perlahan ia membuka matanya. Kakinya melangkah masuk. Sekali lagi Stevlanka menghela napasnya ketika ia telah sampai di depan pintu kelasnya. Ia hanya berharap ia kuat menjalani setiap detik di sekolah ini.

Yang pertama kali Stevlanka lihat ketika masuk ke dalam kelas adalah Ardanu yang tengah duduk di bangkunya. Bergurau bersama Cantika dan juga Bara.

"Ardanu, dulu waktu masih bocil tuh jorok banget, mana alay banget lagi," kata Cantika mengejek.

"Can, diem!" Ardanu melotot menajamkan matanya.

"Oh, iya, gue lupa, kalian dari masih bocil, kan, udah saling kenal, ya?" Bara menyahut.

"Bar, lo tahu nggak—" Cantika terpaksa menghentikan ucapannya karena Ardanu lebih dulu membekap mulutnya. Cantika berusaha melepaskan tangan Ardanu yang membekap mulutnya. Tak sengaja matanya tertuju pada Stevlanka yang berada tak jauh darinya. Ia melambai-lambaikan tangannya pada Stevlanka seperti meminta tolong. Saat itu juga Ardanu menoleh. Menatap Stevlanka yang juga tengah menatapanya.

Stevlanka lebih dulu memutuskan pandangannya. Ia berjalan melewati bangku Ardanu, Cantika, dan Bara. Ia duduk di barisan paling belakang. Cantika mengerutkan keningnya. Dengan cepat ia menepis tangan Ardanu. Ia berdiri dari duduknya.

"Vla, kok ... lo di belakang? Lo nggak lupa tempat duduk lo, kan?" tanya Cantika pada Stevlanka yang berjarak dua bangku darinya.

"Gue pengen duduk sendiri," balas Stevlanka. Tangannya mengeluarkan buku dari dalam tas.

"Hah?" Cantika mengerjapkan matanya. Kemudian, ia menatap Ardanu. "Kalian berantem, ya?"

"Heh, Can, Stevlanka muak sama ocehan lo, makanya dia pindah." Bara ikut menyahuti sambil membagi pandangannya dari ponsel yang berada di genggamannya.

"Enak aja!" balas Cantika tidak terima. Ia berjalan ke bangku Stevlanka. "Vla, yuk, duduk sama gue aja. Gue udah nyaman sama lo, itu Ardanu ntar gue suruh pindah, deh."

DELUSIONSWhere stories live. Discover now