Chapter 27 - Terlambat

70 24 18
                                    

Terlambat

"Sekarang gue berharap, gue bisa mendapatkan jawaban dari semua pertanyaan gue lewat mimpi,"- Ardanu

Jika pada awalnya Stevlanka hanya bisa tersenyum, kini berubah menjadi begitu dingin dan kaku. Mata yang biasanya menatap sendu, kini berubah menjadi tajam. Setiap kata-katanya seperti ada amarah yang tertahan. Cantika bisa merasakan perubahan yang sangat jelas itu. Cantika menelan salivanya ketika Stevlanka mendekatinya.

"Vla!" pekik Ardanu dan dengan cepat laki-laki itu mendekati Stevlanka. Ardanu menjauhkan tubuh Stevlanka dari Cantika. Menarik tangan gadis itu sedikit kasar. Kini mata Ardanu bertemu dengan Stevlanka. Mata Stevlanka kembali sendu, menoleh ke arah Cantika yang masih terdiam.

Ardanu mencengkram tangan Stevlanka. Ia merasakan otot tangan Stevlanka mengendur, tidak sekuat sebelumnya. "Gue ...."

Ardanu tidak peduli apa yang akan diucapkan Stevlanka. Ia lebih dulu menarik gadis itu keluar dari toilet. Langkah Stevlanka sedikit tertatih mengikuti langkah lebar Ardanu.

Cantika menghela napas kasar, tangannya terangkat memegangi kepalanya. "Sumpah gue nggak paham."

Setelah tiba di rooftop, Ardanu melepaskan genggaman tangannya. Stevlanka masih membisu.

"Sebenernya lo kenapa, Vla?" tanya Ardanu tanpa basa-basi. "Lo bukan Vla yang kayak biasanya Lo dorong Meifa sampai jatuh, lo marah ketika dia pegang tangan lo. Dan lo juga mau melakukan hal yang sama ke Cantika tadi? Lo mau melukai seseorang cuma karena mereka pegang tangan lo?"

Stevlanka tidak membalas tatapan Ardanu, ia masih memilih diam mendengarkan setiap kata yang diucapkan laki-laki itu. Nada bisanya seperti kesal dan marah yang menjadi satu.

"Vla, jawab! Jangan diam aja, dong!" kata Ardanu mulai tak sabar.

"Kenapa, sih, sama tangan lo? Ada apa di tangan lo?" Ardanu meraih tangan Stevlanka. ia membolak-balikkan tangan itu. "Gue pegang tangan lo, kenapa lo nggak marah sama gue?" Ardanu mengangkat tinggi tangan Stevlanka, berusaha menunjukkan jika ia menggenggam tangan itu.

Perlahan Stevlanka mengangkat kepalanya, menatap Ardanu. Karena masih saja diam, Ardanu menghela napasnya, melepas tautan jarinya pada tangan Stevlanka. Laki-laki itu menyunggar rambutnya frustasi sambil mengalihkan pandangannya. Hingga Ardanu menoleh kembali menatap Stevlanka.

"Jangan pernah melukai siapa pun, apa lagi Cantika," kata Ardanu setelah ia bangkit dari duduknya. Setelah mengatakannya laki-laki itu pergi meninggalkan Stevlanka.

Bahu Stevlanka menurun, entah mengapa tubuhnya melemas mendengar ucapan Ardanu. Air matanya menetes begitu saja. Napasnya memburu menatap kedua tangannya. Tangan yang selalu memberikan Stevlanka kepelikan. "Gue juga nggak pengen melukai siapa pun, Dan."

"Semuanya terjadi tanpa gue minta." Air matanya semakin kerap berjatuhan.

Hampir setengah jam Stevlanka duduk berdiam diri dengan tatapan kosongnya, ia takut untuk bertatap muka dengan Cantika maupun Ardanu. Apa yang harus ia katakan jika ia kembali ke kelas? Selama ini tangannya cukup membaik, kini ia mulai merasakan lagi hal-hal sulit di hidupnya. Menjauh dari kumpulan teman-temannya, memilih menyendiri menghabiskan waktu tanpa adanya seorang teman. Hal seperti ini mengingatkan pada saat ia masih bersekolah di Sma Awan 12.

Air mata Stevlanka sudah mengering sejak lama. Stevlanka menghela napasnya, lalu memilih meninggalkan rooftop. Kakinya berhenti melangkah ketika ia melewati UKS. Tiba-tiba Stevlanka berpikir lebih baik ia meminta izin untuk pulang. Ia sadar tindakannya sekarang ini adalah tindakan seorang pengecut yang memilih untuk menghindar. Terlalu takut untuk menghadapi suatu hal yang mungkin akan terjadi kemungkinan terburuk untuk hidupnya.

DELUSIONSWhere stories live. Discover now