Chapter 16 - Tak Kuasa

110 37 41
                                    

Tak Kuasa

"Vla nggak pengen benci sama Ayah, tapi semakin bertambah hari, sikap Ayah sendiri yang mebuat kebencian itu semakin besar." - Stevlanka.

Rasa yang belum pernah ada sebelumnya, rasa yang selalu ingin melindungi seseorang. Tidak ingin jika seorang itu terluka sedikit pun. Setiap tetes air matanya seolah menciptakan goresan luka. Dan senyumannya akan membuat hati merekah indah. Tatapan dinginnya seperti teka-teki untuk menyibak sesuatu kehangatan di baliknya. Seseorang yang memiliki berbagai tanda tanya. Sikap yang bagaikan kejutan, tidak tertebak dan tidak terduga. Semua itu hanyalah milik Stevlanka. Gadis yang saat ini memasukkan beberapa baju Ardanu ke dalam tas.

"Lo udah pantes jadi pendamping gue, Vla," kata Ardanu sambil tersenyum, sementara Stevlanka tidak menanggapi. Tangannya menarik resleting tas yang tidak terlalu besar itu. Setelah tiga hari Ardanu dirawat, Dokter mengizinkan ia pulang hari ini. Tepat pada hari minggu sehingga Stevlanka bisa menemani Ardanu.

"Gue udah pesen taksi, udah bisa pulang sekarang?" tanya Stevlanka.

Ardanu mengangguk, ia merentangkan tangannya ke depan. Stevlanka mengerjap memandang Ardanu penuh tanya. Ardanu hanya tersenyum sambil menaik turunkan alisnya. Stevlanka masih diam saja membuat Ardanu kesal. Ia menurunkan tangannya dengan raut wajah malas. Kemudian, ia menegakkan tubuhnya untuk bangkit. Tiba-tiba ia mengaduh kesakitan sambil memegang perutnya.

"Dan!" sontak Stevlanka menahan tubuh Ardanu. "Masih sakit?" Ardanu hanya mengangguk.

"Gue minta kursi roda aja, ya?"

"Enggak usah, gue bisa, kok."

"Itu lo masih kesakitan," ujar Stevlanka. "Yaudah sini, gue tuntun." Stevlanka memegangi lengan Ardanu. Tanpa sepengetahuan Stevlanka, diam-diam Ardanu tersenyum.

Setelah melalui perjalanan, akhirnya mereka sampai di Apartemen Ardanu. Ardanu memasukkan password untuk membuka pintu utama. Stevlanka bisa melihat beberapa digit nomor itu. Stevlanka beralih memandang Ardanu, mengapa laki-laki itu membiarkan Stevlanka mengetahui passwordnya?

"Lo udah tahu, kan, password-nya?" tanya Ardanu seolah menjawab pikiran Stevlanka. Gadis itu hanya diam tidak menanggapi. Mereka melangkah masuk. Ardanu duduk bersandar di sofa. Di sampingnya ada Stevlanka. Kedua kalinya Stevlanka masuk di apartemen Ardanu. Ia tidak pernah melakukan ini sebelumnya.

"Lo di sini, kan? Pulang nanti sorean aja, ya, Vla? Lo harus temenin gue," pinta Ardanu.

"Oke, siang gue pulang."

"Sore."

"Dan, kita di sini cuma berdua."

"Ya emang kenapa?" Ardanu menaikkan alisnya. "Emang kita ngapain?"

"Gue takut bunuh lo."

Ardanu bergidik, memeluk tubuhnya sendiri. "It's a dark jokes." Lalu ia menlanjutkan, "Nggak mau tahu, pulang nanti sore."

Stevlanka menghela napasnya. "Oke, sore." Keputusan Stevlanka membuat Ardanu tersenyum senang.

"Gue nggak tahu ini apartemen atau rumah sebenarnya. Kalau apartemen kenapa lengkap banget ruangannya?" tanya Stevlanka seraya mengedarkan pandangannya.

"Rumah gue banyak. Karena ini yang paling deket sama sekolah makanya gue pilih di sini." Ardanu menjawab seadanya.

"Lo sejak kecil di sini, Dan?"

Ardanu terdiam sejenak. "Enggak, kelas sepuluh gue mulai tingal sendiri. Gue pisah sama orang tua gue ketika gue SMP. Saat itu gue tinggal sama Om gue."

DELUSIONSМесто, где живут истории. Откройте их для себя