Chapter 15 - Sebuah Amaran

104 39 33
                                    

Sebuah Amaran

"Jangan pernah kehilangan harapan." Bu Naya

"Gue nggak akan minta lo pergi dari gue," kata Stevlanka dengan tersenyum. "Gue mau mengizinkan lo untuk terus di samping gue."

Ardanu ikut tersenyum mendengarkan kalimat itu, tangannya perlahan membalas pelukan Stevlanka. Tidak tahu kenapa Ardanu merasa jantungnya berdegup dengan sangat kencang. Dan bagaimana mungkin Stevlanka bisa setenang itu? Mereka berdua memejamkan matanya cukup lama merasakan kehangatan yang Ada. Tanpa kata, tanpa suara.

Ardanu melebarkan matanya setelah melihat tepat di ambang pintu. Mulutnya menganga. Darahnya berdesir hingga ke kepalanya.

"Vla," ujar Ardanu yang terdengar oleh Stevlanka. Karena mendengar ucapan itu, Stevlanka membuka matanya yang semula terpejam.

"Apa?" Stevlanka menguraikan pelukannya. Stevlanka mengerutkan dahinya, ia mengikuti arah pandangan Ardanu. Setelah Stevlanka mengalihkan pandangannya ke arah sana, wajahnya memerah seketika. Matanya terbelalak sama seperti Ardanu. Bu Naya, Cantika, dan Bara terdiam di ambang pintu. Bara membekap mulutnya dengan mata yang melebar. Cantika tidak jauh sama seperti Bara. Bedanya Cantika memeluk pintu karena ia yang berada di depan. Sementara Bu Naya berada di belakang sendiri memasang wajah masam.

Bara melesat masuk. "Kalian—" ujar Bara menggantungkan kalimatnya.

Stevlanka menjauhkan dirinya dari Ardanu. Berdeham kecil menutupi kegugupannya. Karena terlalu salang tingkah tangannya terulur membenarkan tutup gelas yang berisi air putih. Cantika dan Bu Naya tertawa melihatnya.

"Seharusnya kita ketuk pintu dulu tadi, Can, Bar," kata Bu Naya tersenyum.

Wajah Stevlanka semakin memerah. Ardanu masih bisa mengendalikan dirinya. "Bu Naya apa kabar?" Pertanyaan itulah yang keluar dari bibirnya.

"Heh, seharusnya kita yang tanya gitu, pinter!" sahut Bara.

"Astaga, lo nggak telat, kan, tadi?" Ardanu bertanya dengan suara seraknya.

"Gue hampir aja mau bunuh lo, Dan! Taunya lo lagi tiduran di sini." Wajahnya berubah iba.

"Gimana keadaan kamu?" tanya Bu Naya pada Ardanu. Cantika mendekati Stevlanka, meraih lengan Stevlanka, lalu mereka sama-sama tersenyum.

"Aman, Bu," jawab Ardanu.

"Syukurlah, kamu, Stevlanka?" Bu Naya mengalihkan pandangannya pada Stevlanka.

"Saya baik, Bu Naya." Ia lega karena kecanggungannya telah mereda.

"Dan, gue kaget banget waktu Stevlanka bilang ke gue tadi. Gimana ceritanya, sih?"

"Lo berantem, Dan?" Bara ikut menyahut.

Sebelum menjawab, Ardanu melirik Stevlanka sekilas. Gadis itu menggelengkan kepalanya. "Gue dibegal."

"Hah?" Bera dan Cantika serempak.

"Begal?" beo Cantika. "Pagi-pagi ada begal, ya?"

"Ini buktinya ada." Ardanu memegangi luka di perutnya.

"Terus Stevlanka kenapa bisa ada di sana?"

"Gue yang hubungi dia supaya nolong gue."

"Lo nggak angkat panggilan gue, tapi lo malah minta tolongnya ke Stevlanka, ya? Lo megap-megap aja masih sempetnya modus."

"Bara," sela Bu Naya.

"Sorry, Bar. Lo bukan prioritas gue," jawab Ardanu dengan wajah tengilnya. Hal itu membuat Bara meninju lengan Ardanu. Hingga laki-laki itu meringis.

DELUSIONSWhere stories live. Discover now