Chapter 28 - Mulai Meragu

87 26 21
                                    

Mulai meragu

"Rasa sakit yang nggak disuarakan hanya akan menambah penderitaan, Vla." - Ardanu

Ardanu memarkirkan mobilnya tepat di depan gerbang rumah Stevlanka. Setelah selasai nonkrong bersama Bara dan temannya yang lain, Ardanu kembali teringat dengan Stevlanka. Entah bagaimanapun ia mengalihkan pikirannya tentang Stevlanka, selalu saja gagal. Ia tidak memiliki niatan untuk bertemu dengan Stevlanka. Namun, tanpa saadar ia sekarang berada di sini, di depan rumah Stevlanka. Ia menghela napasnya.

Hanya karena kalimat yang ia ucapkan di atap sekolah tadi membuatnya gelisah. Ardanu hanya takut Stevlanka melukai seseorang dan yang terkena imbasnya akan dirinya sendiri. Oleh karena itu, sebisa mungkin Ardanu mencegah Stevlanka melakukan hal yang di luar dugaan. Ardanu tidak mengerti kenapa Stevlanka selalu saja seperti itu.

Ketika Ardanu mengetuk pintu untuk yang kedua kalinya, pintu itu terbuka dan Stevlanka muncul setelah teerbuka lebar. Stevlanka melebarkan matanya. Alisnya menyatu menatap Ardanu.

"Ngapain?" tanyanya.

Ardanu mengusap hidungnya. "Lo di rumah sendiri? Bokap lo udah pulang?"

"Ayah gue lembur."

Mata Ardanu berbinar seketika. "Jalan, yuk?" ajak Ardanu tiba-tiba.

"Hah?"

"Jalan kaki di taman deket sini."

"Udah malam."

"Baru jam delapan malam, bentar doang, kok," kata Ardanu seraya menutup pintu dan meraih tangan Stevlanka. Mereka berdua berjalan berdampingan. Dengan diam gadis itu hanya mengikuti Ardanu.

Kini mereka telah berada di taman. Hanya ada beberapa orang saja yang berada di tempat itu. Keduanya masih sama-sama diam. Sejak tadi Stevlanka menunggu Ardanu mengatakan sesuatu. Berulang kali ia melirik laki-laki itu. Sementara itu, Ardanu juga sibuk dengan pikirannya sendiri. Ia tidak tahu harus mengucapkan apa. Tidak seperti biasanya yang selalu menggoada Stevlanka.

Stevlanka melirik Ardanu. "Kenapa, Dan?"

"Nggak papa, gue kangen aja sama lo." Ucapan Ardanu membuat Stevlanka menoleh.

Stevlanka menyipitkan matanya. Bukankah Ardanu marah padanya? Mengapa sekarang ia datang dan seolah tidak terjadi apa-apa? Stevlanka kembali menatap ke depan. Ia memilih untuk tidak menanggapi.

Ardanu merapatkan bibirnya melihat Stevlanka yang hanya diam.

"Maaf," lirih Ardanu menatap dari samping.

Stevlanka masih berjalan dengan pandangan yang lurus ke depan. Beberapa saat kemudian, barulah ia mennaggapi, "Lo nggak salah," balas Stevlanka. "Gue yang seharusnya minta maaf karena hampir melukai Cantika. Kayak yang lo bilang."

Tiba-tiba Ardanu meraih salah satu tangan Stevlanka membuat langkahnya terhenti. Mata mereka saling menatap. Tidak ada raut wajah jenaka yang diperlihatkan oleh Ardanu. Laki-laki itu benar-benar menjadi serius.

"Vla, gue nggak tahu apa yang lo sembunyiin. Dan gue sadar, nggak seharusnya gue menghakimi lo." Ardanu mengatakannya dengan tulus. Ia manarik tangan Stevlanka untuk duduk di kursi yang ada.

Dengan tangan yang masih menggenggam, Ardanu kembali berkata, "Nggak papa lo nggak cerita sekarang, tapi asal lo tahu, gue siap dengerin apa pun masalah lo. Gue bakal selalu di samping lo, genggam tangan lo."

Stevlanka terdiam.

"Maaf, kalau gue tadi kasar sama lo. Gue cuma ... gue nggak mau ada hal yang nggak seharusnya terjadi. Itu aja."

DELUSIONSWhere stories live. Discover now