Chapter 4 - Menikam dipenghujung

157 68 71
                                    

Menikam di penghujung

"Gue paling nggak suka kalo ada seseorang yang ikut campur hidup gue." - Satya

Ruangan yang tidak begitu besar, di tengahnya terdapat meja makan. Stevlanka dan Satriya tengah duduk, menyantap makanan mereka masing-masing. Tidak ada suara kecuali gesekan piring dan sendok. Stevlanka yang hanya diam menundukkan kepala seraya melahap makanannya. Satriya tidak asing lagi dengan tingkah laku putrinya. Sejak kejadian sepuluh tahun yang lalu, hubungannya dengan Stevlanka sangat jauh berbeda.

Satriya menghela napas panjang, meletakkan sendok-garpunya. Kemudian tangannya menyambar segelas air putih. Pria itu memandang Stevlanka yang masih menundukkan kepalanya. Seolah tak menganggap ia makan dengan Ayahnya.

"Kamu marah sama Ayah, karena Ayah nggak mengantar kamu sekolah tadi pagi?" tanya Satriya tidak tahan. Stevlanka hanya diam, melirik sebentar pria di depannya. Sungguh, makanannya lebih menarik dari pada menganggapi obrolan Ayahnya. "Vla Ayah ngomong sama kamu," lanjut Satriya dengan kesal.

Stevlanka menghela napas, "Vla nggak punya alasan untuk marah sama Ayah," kata Stevlanka yang masih menunduk menatap makanannya. "Toh juga semua yang Ayah lakukan itu yang terbaik untuk Vla, kan?" gadis itu mengucapkan dengan tenang. Namun seperti sebuah sindiran untuk Ayahnya.

"Vla jangan mulai," sahut Satriya tegas. Hening sejenak.

"Gimana sekolah baru kamu?" Satriya mencoba mengalihkan pembicaraan.

"Lancar," kata Stevlanka. "Awal yang baik di hari pertama untuk murid berbahaya kaya Vla."

"Kamu nggak usah khawatir tentang insiden di sekolah yang lama. Insiden waktu itu nggak bakal ada yang tahu. Ayah minta sama pihak Sekolah menutupi bahwa kamu memiliki-" Satriya tidak melanjutkan ucapannya, ketika Stevlanka mendogakkan kepala menatapnya dengan mata tegasnya. Pria itu berdeham pelan. "Jadi, kamu nggak perlu khawatir. Nggak akan ada yang tau."

Stevlanka mengangguk pelan. Sekarang Stevlanka memilih untuk menjadi Stevlanka yang lain. Menjalani hari-harinya dengan kebohongan. Berpura-pura seperti tidak pernah terjadi apa pun. Sementara yang sebenarnya sungguh mengerikan. Ia membayangkan jika rahasia itu terungkap. Mungkin akan begitu menyedihkan. Bagaimanapun juga, kebohongan pasti terungkap. Untuk saat ini, biarkan saja ia menikmati sebelum waktu itu tiba. Ia merasa senang dengan teman barunya. Tidak akan membiarkan hal itu berlalu begitu saja.

*****

Kegiatan belajar mengajar berjalan seperti biasa di kelas XII IPA B. Bu Betty sebagai pengajar Matematika. Mulai menerangkan dengan penuh ketelitian. Semua murid menatapnya dengan cermat. Karena jika lengah sedikit pun mereka yakin, mereka tidak akan pernah mengerti apa yang di jelaskan oleh Bu Betty. Karena Bu Betty tidak akan pernah mengulang apa yang ia sampaikan. Hanya satu kali jika tertinggal itu bukan urusannya lagi. Jadi mau tidak mau semua murid akan memperhatikannya.

Setelah selesai menerangkan, Bu Betty memberikan latihan soal untuk dikerjakan. Semua murid terangkan tertunduk membedah soal yang cukup tinggi levelnya. Semua contoh soal yang diterangkan memang mudah. Namun setelah latihan mengerjakan, levelnya sangat beberda jauh. lebih sulit dari sekedar sulit.

Stevlanka, gadis itu tersenyum penuh kemenangan setelah ia menyelesaikan soal latihannya. Mengedarkan pandangan di sekelilingnya. Ternyata masih sibuk dengan soal yang diberikan. Tak sengaja ia menatap Ardanu yang kini tengah meringis memperlihatkan deretan giginya. Stevlanka tidak membalas senyuman Ardanu. Ia mengalihkan pandangannya ke arah lain. Kenapa tiba-tiba ia ingin buang air kecil. Stevlanka menoleh ke arah Cantika.

"Can, lo udah selesai belum?" tanya Stevlanka setengah berbisik.

"Duh, Vla susah banget nih. Belum selesai gue," jawab Cantika seperti orang yang tengah frustasi. "Kenapa emang?"

DELUSIONSWhere stories live. Discover now