Chapter 20 - Sukar

77 29 30
                                    

Sukar

"Lo pilih sakit sekarang besok sembuh atau sakit selamanya dan nggak pernah sembuh?"- Ardanu

"Vla," suara Ardanu dari belakang Stevlanka. Matanya melebar. Tubuh Stevlanka menegang bersamaan dengan langkah Ardanu yang mendekat. Menghidup napas dalam-dalam sebelum ia berbalik menatap Ardanu.

"Lo lama, gue kira nyasar ke mana?" Ardanu menyengir.

Stevlanka menggenggam erat tangannya yang berada di belakang tubuhnya. Ia pikir ia bisa menyembunyikan ketegangan di wajahnya. Namun, ternyata Ardanu bisa menyadarinya. Laki-laki itu memicingkan matanya.

"Lo sakit, Vla?" tanya Ardanu sambil memiringkan kepala.

Stevlanka menggeleng.

"Terus?" Ardanu menlanjutkan, "itu tangan lo kenapa?"

"Enggak, bukan apa-apa."

Ardanu mendekat ingin melihat di belakang tubuh Stevlanka, tetapi Stevlanka memundurkan langkahnya. Demi Tuhan, Stevlanka tidak ingin melukai Ardanu di sini. Semakin lama tangan Stevlnka semakin tidak dapat ia rasakan. Ia masih berusaha menahan pergerakan tangannya yang bergetar.

Ardanu tiba-tiba menarik tangan Stevlanka. Seluruh tubuh Stevlanka seolah mati rasa saat itu juga. Stevlanka memejamkan matanya, menunduk dalam-dalam. Ardanu melebarkan matanya melihat tangan Stevlanka yang bergetar dan juga begitu kaku.

"Vla, tangan lo ...."

Stevlanka menarik tangannya. Ia ingin berlari ke luar sebelum Ardanu menahan langkahnya. "Hey, lo kenapa?"

"Dan ...." Stevlanka berusaha menjauh.

Ardanu menggenggam dan mengusap-usap tangan Stevlanka. Stevlanka ingin menangis. Ia takut jika terjadi hal buruk.

"Tangan lo sakit? Ada apa sama tangan lo, Vla?"

Stevlanka terperanjat. Ia merasakan tangannya kembali normal. Tidak lagi bergetar dan semua itu karena Ardanu menggenggamnya. Otaknya berpikir keras memahami semua ini. Sebelumnya, Stevlanka begitu kesulitan mengendalikan tangannya jika sudah kambuh. Dan saat ini hanya karena genggaman tangan Ardanu semuanya menjadi norlmal.

"Gue ... tangan gue ...," ucap Stevlanka menggantung.

"Lo abis ngapain, sih, kok bisa sampai kram gitu?" tanya Ardanu dengan wajah panik. Laki-laki itu menuntun tubuh Stevlanka untuk duduk di tepi tempat tidur miliknya. Ada dua hal yang Stevlanka rasakan. Pertama, ia merasa lega karena Ardanu tidak berpikiran macam-macam. Kedua, Ia juga merasa bersalah karena bersikap munafik seperti ini.

"Ototnya udah nggak setegang tadi, gimana masih sakit?" tanya Ardanu menatap Stevlanka sekilas, kemudian ia kembali menunduk mmemberikan pijatan di telapak tangan gadis itu.

Maafin gue, Dan. "Makasih, Dan," ujar Stevlanka.

Ardanu mendongak. Bibirnya terangkat ke atas. "Sama-sama. Bener udah nggak sakit, ya?"

Stevlanka mengangguk dua kali. Pada Akhirnya, mereka kembali pada rencana awal, yaitu belajar. Stevlanka menjelaskan beberapa materi. Meskipun ia juga izin beberapa hari, mudah saja baginya untuk mengejar materi yang tertinggal dan ia jelaskan juga pada Ardanu. Benar-benar di luar dugaan, jika ternyata Ardanu cukup mudah menerima penjelasan Stevlanka. Bahkan Ardanu membantah beberapa kali untuk menyuarakan pemikirannya.

Sebelumnya, Stevlanka menyepelekan ucapan laki-laki itu ketika ia mengatakan bahwa ia masuk sepuluh besar. Stevlanka malu karena sudah tidak mempercayi kemampuan Ardanu. Kini matanya menatap Ardanu dari samping. Laki-laki itu mengerjakan beberapa soal kimia.

DELUSIONSWhere stories live. Discover now