Chapter 22 - Terjaga

112 35 31
                                    

Terjaga

"Gue janji bakal bikin lo happy, sampe lo lupa kalo lo Nyctopobia."- Ardanu

Cantika tidak melepaskan pandangannya dari Bara. jujur saja ia merasa tidak enak hati telah menyinggung perasaan laki-laki itu. Cantika yakin pasti ada sesuatu dengan Bara karena biasanya laki-laki itu tidak mudah terbawa perasaan. Bara beranjak dari tempat duduknya, berjalan keluar kelas.

Melihat akan hal itu, Cantika juga melakukan hal yang sama. Ia mengikuti Bara, namun dengan cepat laki-laki itu sudah menghilang. Cantika mengedarkan pandangannya, ia terus berjalan melewati koridor. Dan pada akhirnya Cantika melihat seseorang yang ia cari. Berdiri di balkon di mana langsung dihadapkan dengan lapangan tengah sekolah.

Cantika mendekati laki-laki itu. Ia berada di samping Bara, menatap arah pandangan yang sama dengan laki-laki itu. Karena kehadiran Cantika, Bara menoleh.

"Ngapain lo di sini?" tanya Bara.

"Ternyata di sini adem juga, ya?" tanya Cantika tidak menjawab pertanyaan Bara sebelumnya.

"Bar, gue minta maaf, ya? Gue bercanda tadi. Sumpah deh, gue nggak bermaksud," kata Cantika meminta maaf, ia bersusah payah ketika akan mengatakannya.

"Santai aja kali. Gue-nya aja yang baperan."

"Lo lagi banyak pikiran, ya?"

Bara tersenyum melihat Cantika sekilas. "Kelihatan banget emang?"

Cantika mengangguk. "Iya, lo nggak kayak biasanya."

"Semoga masalah lo cepet kelar, ya," kata Cantika menyemangati sambil menepuk pundak Bara. laki-laki itu menoleh menatap Cantika yang sedang tersenyum. Beberapa detik mereka saling pandang. Untuk sesaat tidak ada tatapan saling membunuh.

Dan tak lama, Bara mengangkat tangannya, menunjuk tangan Cantika yang ada di pundaknya. "Ini apaan coba maksudnya? Kenapa harus pegang-pegang?" Nada bicara Bara yang sudah kembali menjengkelkan. Cantika ternganga karena sikap Bara. Pada akhirnya pundak Bara menjadi sasaran Cantika. Gadis itu melayangkan pukulan yang cukup keras.

"Aww." Bara mengelus lengannya sendiri.

"Rese!" pekik Cantika dengan mata tajamnya. Bara terkikik pelan. Di dalam hati Cantika ia merasa begitu lega. Setidaknya rasa bersalahnya berhenti menghantui.

"Btw, gue kepikiran Vla sama Ardanu tahu," kata Bara serius.

"Maksud lo?" Cantika mengangkat satu alisnya.

"Ya aneh aja, coba lo pikir." Bara berdeham. "Tiba-tiba aja dia ada di depan gue, dan narik gue ketika luksan itu jatuh. Gue sebenernya mau izin ke belakang. Gue kaget banget waktu Vla narik gue."

"Dan apa yang ada di pikiran lo, Can?"

Cantika memutar otaknya berpikir. "Kenapa dia tepat banget, seolah dia tau kalau lukisan itu jatuh?"

Bara menunjuk Cantika. "Ya, bener banget. Seakan-akan dia tahu kalau hal itu akan terjadi."

"Iya juga ya." Cantika menggigit ujung jarinya. "Gue baru mikir."

"Ya iyalah, orang lo mikirin gue," balas Bara tersenyum jahil.

"Mati aja lo sana!" hardik Cantika. "Eh tapi ya, Bar, lo inget nggak sama Ardanu dulu?"

"Kenapa?"

"Dulu Ardanu nolong gue saat jam olahraga, dia bilang supaya gue menjauh dari lapangan kerena gue akan dapat musibah. Tapi gue nggak percaya."

DELUSIONSWhere stories live. Discover now