Chapter 6 - Teror malam

160 57 59
                                    

Teror Malam

"Lo tenang aja. Ada gue di sini, Gue akan terus berusaha lindungin lo. Jangan takut ya,"-Ardanu

Seorang gadis terlelap tidur dalam posisi duduk di meja belajar. Buku-buku pelajaran yang masih terbuka. Dengan penerangan lampu. Tampak gelisah dalam mata terpejam. Seperti terjadi sesuatu yang buruk dalam mimpinya.

Tak lama, mata Stevlanka terbuka, ia kembali ke dunia nyata. Dengan posisi duduk, meletakkan kepalanya di atas lipatan kedua tangannya. Perlahan ia membenarkan posisi duduknya. Ia tertidur di meja belajarnya. Gadis itu masih berusaha menormalkan deru napasnya.

"Mimpi apa itu? Siapa orang-orang tadi?" tanya Srevlanka pada dirinya. Stevlanka memijit pelipisnya, matanya melihat ke arah jam dinding. Sudah pukul delapan lebih tiga puluh lima menit dan Ayahnya belum juga pulang. Ia kembali membaca buku di hadapannya.

Beberapa menit kemudian suara ketukan pintu terdengar. Stevlanka berjalan keluar, mungkin saja itu Ayahnya. Setelah tepat di depan pintu utama, tangannya membuka pintu. Tidak ada siapa pun, Stevlanka melihat sekelilingnya, namun tidak ada tanda-tanda seorang yang datang. Saat matanya tertuju pada lantai, ia melihat banyak darah. Merah pekat dan bau anyir yang menusuk indra penciuman. Ia menutup mulutnya, ketakutan.

Dengan cepat Stevlanka menutup pintunya. Ia bersandar di balik pintu, tubunya sudah bergetar. Baru saja ia berjalan ke telepon rumah lampunya padam begitu saja. Sontak ia merasa berhenti bernapas. Dadanya amat sesak. Berjalan seraya mencengkram dadanya, ia duduk di samping sofa. Keringat dingin sudah menajalar di pelipisnya. Sungguh tidak bisakah seoarang menolongnya?

"Ayah," bisiknya si sela-sela napasnya.

Sosok berdiri di depan rumah Stevlanka. Tampak menggunakan pakaian serba hitam. Di tangannya terdapat tongkat. Walaupun wajahnya tertutup kain hitam, senyuman miringnya terlihat sungguh mematikan. Ia terus melihat jam yang melingkar di pergelangan tangannya. Membutuhkan waktu lima menit untuk membuat Stevlanka semakin tersiksa. Pukul delapan lebih empat puluh lima ia akan masuk dan menjalankan aksinya. Saat tepat pukul delapan lebih empat puluh lima menit, ia melangkahkan kakinya. Memasuki rumah Stevlanka.

Mata yang tadinya terpejam, kini terbelalak. Keringat mengucuri pelipis laki-laki itu. Mengubah posisinya menjadi duduk.

"Gue ketiduran di sini?" tanya Ardanu pada dirinya. Ia tertidur di sofa apartemennya. Dengan seragam yang masih menempel di tubuhnya. Ia melihat jam dinding menunjukkan pukul delapan lebih lima belas.

"Mimpi apaan, sih, gue?" kata Ardanu. "Vla mulu, gila." Ia mengacak rambutnya. Ada rasa khawatir dalam benaknya.

"Sekarang jam 8.15, sedangkan Stevlanka bangun dari tidurnya jam 8.35. pintunya diketuk 5 menit kemudian. Berarti masih ada waktu 25 menit. Gue harus ke sana sekarang." Ardanu memutuskan untuk ke rumah Stevlanka. Namun, saat ia baru saja beranjak dari duduknya, langkahnya berhenti.

"Tapi ... Vla nggak suka kalau ...."

Ardanu kembali teringat ucapan Stevlanka tadi sore. Laki-laki itu kembali duduk di sofa seraya meraup wajahnya. Ardanu bisa mengingat betapa tersiksanya Stevlanka dalam gelap, ketakutan sendiri.

Ia kembali melihat jam dinding. "Sial!" umpat Ardanu. "8.20 itu artinya cewek langka akan bangun 15 menit lagi. Dan 5 menit kemudian ketukan pintu."

Masih dengan raut wajah gelisah. "Ah, bodo amatlah, gue ke sana sekarang. Biarin aja gue ikut campur, nyawa dia lebih penting." Ardanu bangkit, menyambar jaket di sampingnya. Kemudian meninggalkan apartemennya.

*****

Hamparan taman yang tampak begitu luas, rumput hijau yang membuat taman itu lebih asri. Seorang dua anak kecil sedang bermain. Laki-laki kecil itu tampak mengejar gadis kecil yang tertawa puas. Rambut panjangnya yang berserakan karena terkena angin. Tak lama laki-laki kecil itu menangkapnya. Mereka tertawa bersama.

DELUSIONSWhere stories live. Discover now