Chapter 38 - Memerangi

83 15 13
                                    

Memerangi

"Gue takut, Dan, gimana kalau suatu saat nanti tangan gue melukai lo lebih parah dari ini?"- Stevlanka.

Tanpa diminta potongan-potongan kejadian seolah terputar tidak beraturan. Hingga pelan-pelan terlihat jelas. Suara teriakan terdengar dari luar kamar. Ada Nanu yang tadinya berjalan kegirangan dengan es krim yang ada di kedua tangannya, seketika raut wajahnya berubah mendengar teriakan saudara perempuannya. Dari celah pintu yang terbuka sedikit, Nanu bisa melihat kejadian yang tidak seharusnya terjadi. Era ada di dalam bersama Mamanya. Dan yang membuatnya terkejut adalah wanita itu menendang tubuh Era hingga tersungkur di atas lantai. Mamanya kembali mendekat, menarik rambut panjang Era. Gadis kecil yang malang itu mendongak seraya meringis kesakitan.

Wajah mungilnya penuh dengan luka. Lebam di sudut bibirnya hingga membiru. Ia masih menangis, berusaha menghentikan tindakan gila Mamanya itu.

"Kamu pikir Mama sudi ambil hak asuh kamu dan Nanu? Oke, Nanu memang pintar, suatu saat nanti dia bakal bisa Mama manfaatkan. Sedangkan kamu, kamu hanya bisa merepotkan Mama, Era!"

Era diam, menangis.

"Mama terpaksa menerima hak asuh kamu dan Nanu itu cuma karena uang yang dikirim Papa kamu. Coba aja nggak ada kiriman uang, Mama nggak sudi harus mengurus kalian, terutama kamu. Apa nggak bisa sehari aja kamu nggak bikin masalah?" Wanita itu terus berteriak.

"Era nggak se-ngaja pecahin vas bunga itu, Ma."

"Nggak sengaja kamu bilang?" Tangannya tenarik kerah baju Era. "Setiap kali alasan kamu selalu itu! Mama bosan dengernya, tolong sehari aja kamu nggak bikin masalah. Apa kamu bisa?" Ia kembali mendorong tubuh Era. Kembali menendang berulang kali. Sementara itu, Era hanya menangis.

Nanu yang menyaksikan itu semua terpaku di balik pintu. Tubuhnya gemetar ketakutan. Selama ini Mamanya adalah orang yang lemah lembut. Dan sekarang tiba-tiba berubah seperti iblis yang tidak memiliki hati. Nanu perlahan memundurkan langkahnya. Kemudian ia berlari keluar, menangis diam-diam. Ia tidak akan sanggup melihat adegan mengerikan itu. Tepat di depan pintu utama, ia menghentikan langkahnya. Menoleh sebentar ke belakang.

"Era," gumamnya. Ia tampak kebingungan, memilih ke luar dengan kembali lagi nanti seolah tidak tahu apa pun atau masuk ke dalam dan mengehentikan Mamanya. Pada akhirnya, ia memilih keluar.

***

Setelah sore hari, Nanu kembali pulang. Sebelum ia membuka pintu, ternyata pintu itu lebih dulu terbuka. Ada Era tepat di depannya. Nanu masih bisa melihat lebam di sudut bibirnya. Tetapi, ia sudah menggunkan baju yag berbeda, rambutnya juga sudah rapi. Nanu masih diam, hingga gadis itu berkata, "Nanu, baru pulang main, ya? Masuk dulu gih, aku disuruh Mama beli nasi goreng di depan." Senyuman terbit di bibir Era.

Nanu menautkan kedua alisnya.

"Kamu ...," ucap Nanu menggantung. Ia menatap sudut bibir Era yang membiru. Era paham dengan arah pandangan Nanu.

"Tadi aku jatuh, nggak sengaja kena meja. Udah, kamu masuk gih, tunggu aku, ya. Beli nasi goreng nggak lama, kok," kata Era, "oh iya, suruh Mama sabar, ya?"

Era berjalan ke luar. Kakinya sedikit diseret, dan Nanu tahu itu adalah perbuatan Mamanya. Nanu tidak tahu, kenapa Era berbohong. Dan ia juga tidak tahu, kenapa dirinya hanya diam seperti ini.

"Sayang." Suara di belakangnya. Nanu menoleh. Ketika Mamanya akan menyentuh kepalanya, ia menghindar. Ia masih ingat benar bagaimana tangan itu memukuli Era. Mama Nanu terdiam merasakan sikap putranya. Namun ia kembali tersenyum.

DELUSIONSWhere stories live. Discover now