Chapter 24 - Cendala

79 27 40
                                    

Cendala

"Jadi, ini alasannya lo ajak gue keluar, Dan?" - Stevlanka.

Senyuman miring terlihat di bibir pria itu. Ia melangkah perlahan mendekati tumpukan barang yang tertutup terpal. Ia yakin ada orang di balik sana. Tangannya terulur ke depan, menarik terpal itu. Debu ikut berhamburan setelah terpal itu tersibak. Pria itu terbatuk sekali dua kali, mengibaskan tangannya di depan hidung. Debu halus tak terlihat masuk pada indra penciumannya. Ia mendekat lagi, melihat di balik tumpukan barang. Mengedarkan pandangannya. Namun, kosong tidak ada apa pun.

Tiba-tiba ia tersungkur ke depan hingga menghantam kardus-kardus bekas. Ardanu menjejak pria itu lagi. Ia tersenyum miring, ternyata mengalahkannya dengan mudah.

"Woi, bangun, Om!" ejek Ardanu sambil menarik lengan bajunya. "Segitu aja?"

Pria itu tertatih-tatih. Tangannya meraba sesuatu di sekitarnya untuk dijadikan tumpuan untuk berdiri. Ia meregangkan kepalanya setelah berhasil berdiri. Matanya berapi-api memandang Ardanu. Kemarahan yang dapat Ardanu rasakan. Namun, ia tidak takut sama sekali.

"Bocah seperti kamu harus diberi pelajaran." Pria itu mulai menyerang Ardanu.

"Eits." Ardanu berhasil menghindar, menahan kepalan tangan pria itu. Tangannya diplintir hingga pria itu memekik kesakitan. Ardanu mengarahkan lututnya ke perut pria itu. Satu tonjokan di rahang sebelum kembali terkulai di atas lantai.

Pria itu mengusap bibirnya yang berdarah. Mendongak menatap tajam Ardanu dengan tersenyum menyeringai. Ardanu cukup terkejut. Bukannya semakin lemah, pria itu justru semakin berapi-api. Ia kembali menyerang Ardanu. Pukulannya semakin kuat hingga membuat Ardanu kewalahan. Hingga ketika pria itu sengaja menjejak dada Ardanu menjadi awal kekalahan Ardanu.

Ardanu terkapar di atas lantai, memejamkan matanya menahan rasa sakit.

"Shit!" sumpahnya.

Ia kesulitan bernapas karena pukulan yang kuat di dadanya. Belum sempat ia bangkit, pria itu kembali menginjak perutnya.

Sementara itu, Stevlanka menghentikan langkahnya. Ia menoleh ke belakang. Kegusarannya muncul sejak Ardanu memintanya untuk meninggalkannya. Stevlanka tidak yakin bisa melewati lorong gelap di hadapannya itu. Baru beberapa langkah ia meninggalkan Ardanu saja dadanya sudah terasa sesak. Tetapi ia juga tidak bisa menyerah. Ada nyawa yang jauh lebih berharga untuk di selamatkan.

"Lo harus masuk ke dalam, gue akan menyusul. Gue nggak akan lama. Lo hati-hati, ya? Lo aman karena ada gue, ingat itu. Jangan biarkan pikiran negatif muncul di kepala lo," ucap Ardanu sebelum mereka berpisah.

Stevlanka mengepalkan tangannya. Mengumpulkan keberanian yang ia miliki. Tidak ada pilihan lain selain terus melangkah. Kanan kirinya terdapat ruangan yang saling terhubung. Ada yang tertutu, ada juga yang tanpa pintu. Ardanu mengatakan jika anak-anak itu berada di ruangan tertutup.

Ia tidak tahu ini tempat apa sebenarnya. Namun, tempat ini terlihat seperti gedung logistik—atau semacam pemnyimpanan barang—Stevlanka tidak begitu memikirkannya. Ia melihat satu ruangan yang tetutup. Terdiam sejenak, lalu ia membukanya perlahan. Namun, ruangan itu kosong. Stevlanka menghela napas berat. Pintu ditutup kembali. Stevlanka kembali melankutkan langkahnya.

Baru dua langkah, ia terpaksa berhenti. Tak jauh darinya, seorang keluar dari ruangan. Kira-kira berjarak empat meter dari posisi Stevlanka. Gadis itu tanpa memikirkan apa pun, memasuki ruangan yang sebelumnya ia buka.

Jantungnya berdegup jauh lebih cepat. Matanya bergerak gelisah. Ia berharap penculik itu tidak melihat keberadaannya. Stevlanka ingin menangis, tetapi ia sadar saat ini bukan saatnya untuk menangis. Setelah beberapa saat menunggu dengan kegelisahan, Stevlanka membuka pintunya tidak lebar. Ia mengintip dari celah yang ada. Hingga ia memutuskan untuk keluar. Sekarang ia tahu harus ke mana.

DELUSIONSWhere stories live. Discover now