Chapter 11 - Terjebak dalam Gulita

98 43 23
                                    

Terjebak Dalam Gulita

"Ardanu, tolong ubah semuanya. Gue butuh lo." - Stevlanka

Keesokan harinya Stevlanka memutuskan untuk bertemu dengan Caya. Bagaimanapun ia harus berbicara untuk menanyakan beberapa hal. Stevlanka tidak mengatakan apa pun pada Ardanu tentang rencananya yang akan mencari Caya hari ini. Setelah bertemu dengan Caya nanti, barulah ia akan memberi tahu. Sekarang Stevlanka menuju ke kelas Caya. Kelas XII IPS masih satu lantai dengan kelas IPA. Jadi, memudahkan bagi Stevlanka. Ia melihat kelas Caya dari luar. Di kelas hanya ada beberapa siswa yang sibuk mengerjakan sesuatu dan tidak ada Caya di dalam sana. Tepat setelah itu, ada salah satu anak yang keluar kelas.

"Ada Caya, nggak?" tanya Stevlanka.

"Caya?" ulang siswa laki-laki. Ia kembali menoleh ke dalam. "Nggak ada. Dia keluar mungkin, coba cari ke kantin aja."

Stevlanka mengangguk dan mengucapkan terima kasih. Ia bejalan ke kantin. Mungkin akan sedikit susah. Di kantin pasti sedang ramai. Stevlanka tidak mungkin berkeliling melihat wajah yang ada di kantin satu per satu. Ia mencari kumpulan kelas Dua belas IPS. Hanya sekedar melewati, tetapi sama saja. Caya tidak ada di kumpulan itu.

Stevlanka menyerah. Lebih baik ia mencari di temat lain-mungkin di toilet. Ketika ia berjalan melewati belokan anak tangga, tatapannya tertuju pada Satya. Jaraknya tidak jauh darinya-hanya lima anak tangga. Masa skors Satya pasti sudah berakhir kemarin.

"Hai," sapa Satya tersenyum miring. "Long time no see."

Stevlanka berniat unruk tidak menanggapi. Ia melewati Satya begitu saja. Tetapi laki-laki itu menggeser langkahnya menghalangi Stevlanka.

"Lo nggak membalas sapaan gue?" tanya Satya membungkukkan tubuhnya menatap wajah Stevlanka yang seketika ia alihkan ke arah lain. "Lo kira masalah kita udah selesai? Belum kali."

"Gue nggak paham maksud lo," kata Stevlanka melewati laki-laki itu lagi.

"Eitss," Satya merentangkan tangannya. Laki-laki itu berjalan mendekati Stevlanka, menghimpitnya ke dinding yang membuat Stevlanka memundurkan langkahnya. Seharusnya ia tadi langsung lari saja.

"Kemarin aja lo sok-sokan sama gue, kenapa sekarang jadi takut?" tatapan mata Satya yang begitu tajam, membuat Stevlanka merinding seketika. Ia hanya bisa meremas ujung roknya.

"Jangan macam-macam atau gue-"

"Apa?" sela Satya. "Lo mau bunuh gue pake pembersih kaca kayak waktu itu?"

Stevlanka terdiam.

"Gila juga, ya, lo?" Satya menggelengkan kepalanya.

"Gue nggak gila, gue bisa aja dorong lo dari tangga ini kalo gue mau. Jadi, mending minggir dan biarin gue pergi." Stevlanka mendorong tubuh satya. Laki-laki itu masih menahannya. Mencengkram pergelangan tangan Stevlanka hingga gadis itu meringis kesakitan.

"Lepas!" rintih Stevlanka. Ia masih berusaha melawan. Karena Satya kesal, ia mendorong Stevlanka. Dan tepat ada seorang yang menahan tubuh Stevlanka. Stevlanka melihat gadis itu adalah Caya.

"Lo nggak papa?" tanya Caya. Gadis itu beralih menatap Satya. "Lo mau apain dia, Sat? Lo nggak jera, ya, padahal baru aja di-skors?"

Karena tak mau membuat masalah Satya pergi begitu saja. Sebelum berlalu ia menatap tajam Stevlanka. Stevlanka bisa bernapas lega sekarang. Ia duduk di tangga, seraya memegangi tangannya yang terlilit kain kassa. Caya juga ikut duduk di samping Stevlanka.

"Tangan lo sakit, ya?" tanya Caya.

Stevlanka menoleh gadis itu, menggeleng seraya tersenyum. Tuhan sangat membantunya. Sekarang orang yang ia cari ada di depannya. Stevlanka melihat jam tangan yang melingkar di pergelangan tangannya. Sayang sekali, waktu istirahat tersisa lima belas menit.

DELUSIONSWhere stories live. Discover now