Chapter 5 - Bunga tidur

148 61 51
                                    

Bunga Tidur

"Gue nggak bakal percaya sama lo segampang itu,"- Stevlanka.

"Kalo enggak apa?" potong Satya seraya mendekat ke arah Stevlanka. Tatapan laki-laki itu sungguh tajam.

Stevlanka memundurkan langkah kakinya. "Gue bakal aduin lo ke guru BK," jawab Stevlanka dengan suara sedikit ketakutan.

Laki-laki tersenyum miring. "Lo pikir lo siapa berani ngelakuin itu? Lo nggak tahu siapa gue?"

"Siapa pun lo, tindakan lo itu nggak bener!" tukas Stevlanka dengan nada tinggi. "Hapus videonya!"

"Kalo gue nggak mau?" Satya mengangkat dagunya sombong. Stevlanka menggenggam kuat tangannya. Bisa-bisanya ada laki-laki seperti Satya. Dengan cepat Stevlanka berusaha merebut ponsel yang ada di tangan laki-laki itu. Namun tindakannya kalah cepat dengan Satya. Ia mondorong Stevlanka hingga membuat punggung gadis itu menabrak dinding.

"Berani lo sama gue?" umpat Satya marah. "Siapa, sih, lo sebenernya?" Satya menatap name tag di seragam Stevlanka. "Stevlanka Annesca," ucapnya mengeja. Nada suara Satya sungguh memuakkan.

"Oh, lo murid baru itu, ya? Sok pahlawan banget." Satya tertawa. Ia melihat Stevlanka dari atas hingga ujung kaki. "Cantik, sih."

"Gue paling nggak suka kalo ada seseorang yang ikut campur hidup gue," kata Satya tajam.

Stevlanka merasakan sesuatu yang buruk di sini. Stevlanka ingin marah memberi pelajaran Satya-mungkin hanya mencekiknya-tapi itu tidak mungkin. Stevlanka tidak mungkin melakukan hal gila. Jika ia lepas kendali, maka kejadian di sekolah lamanya akan kembali terulang.

"Lo mau gue hapus video ini, kan?" tanya Satya mengangkat ponselnya. Kemudian ia tersenyum licik. "Gimana kalo gue ganti objeknya jadi lo. Mumpung di sini lagi sepi. Boleh, nggak?"

Stevlanka membulatkan matanya. "Gila lo, ya?"

Baru saja beberapa menit yang lalu ia menebak, dan ternyata benar. Laki-laki ini sangat berbahaya. Ia menyesal mengapa tadi ia tidak langsung pergi saja. Sampai kapan pun ia akan selalu kalah. Ia akan selalu ditindas seperti ini. Sekarang ia tidak tahu harus berbuat apa. Stevlanka kembali memikirkan keputusannya untuk tidak mencekik Satya. laki-laki ini lebih parah dari Karisma. Matanya sudah memerah. Ia tidak akan menangis. Tidak akan.

"Jangan nangis dong, kan belum diapa-apain," kata Satya dengan suara yang dibuat-buat. Stevlanka semakin ketakutan. Ditambah Satya yang semakin mendekatinya. Saat laki-laki itu tepat di depannya, Stevlanka mendorong tubuh Satya. Ia berusaha lari, namun lagi-lagi Satya menggagalkan langkah kakinya. Satya mendorong tubuh Stevlanka, hingga tak sengaja tangan Stevlanka terkena tepi pintu yang mana itu adalah alumunium.

Stevlanka meringis kesakitan. Darahnya mengalir cukup banyak. Tepat setelah itu tangannya bergetar hebat. Mulut Stevlanka ternganga. Gawat, sebentar lagi pasti ada yang akan celaka. Ia mengepalkan tangannya.

"Ouchh, berdarah, ya? Nggak sengaja gue," kata Satya yang sungguh mengerikan.

"Pergii dari sini!" perintah Stevlanka.

"Kenapa, takut?" Satya tersenyum penuh kemenangan. "Nggak usah takut gue baik kok." Berjalan mendekati Stevlanka.

Deru napas Stevlanka tidak beraturan. Ia masih mengepalkan tangannya, darah segar itu mengalir di sela-sela ruas jari tangannya. Stevlanka memejamkan matanya, tak lama ia membuka mata. Menatap sebuah pembersih cermin di sudut. Pembersih itu tampak rusak, hanya ada pegangannya saja dan berkarat. Dengan cepat Stevlanka meraih benda itu. Namun, justru ia malah menggenggam sebuah tangan. Tangan itu milik Ardanu.

DELUSIONSWhere stories live. Discover now