Chapter 29 - Terbelenggu

66 25 31
                                    

Terbelengu

"Sejak awal lo hadir, udah bikin masalah sama gue, Vla. Gue nggak akan tinggal diam, liat aja gue bakal cari tau apa yang lo sembunyiin." – Satya.

Seberapa keras Stevlanka mencoba menghindari rasa takutnya, tetap saja tidak bisa. Masih banyak sebagian rasa takut yang mengendap dalam dirinya. Semalaman ia tidak tidur karena takut akan muncul mimpi. Mimpi yang selalu membuatnya marasakan rasa sakit seseorang yang hadir dalam mimpinya. Entah itu pada fisik atau mental. Seperti sekarang, ia merasakan hatinya resah tidak ada ketenangan. Dan rasa itu hilang jika ia bisa membantu seseorang yang hadir dalam mimpinya.

Raya. Satu nama yang menguras pikiran Stevlanka. Ia tidak tahu harus berbuat apa untuk Raya. Muncul sedikit keyakinan jika kematian gadis itu ada hubungannya dengan Karisma. Namun tidak semudah itu jika ingin mengungkap. Ia harus mendapatkan bukti yang akurat jika benar Karisma ada di balik kematian Raya.

Stevlanka menghela napas panjang, langkah kakinya terus berjalan menyusuri koridor sekolah. Ia baru menyadari banyak pasang mata yang tertuju padanya. Entah sejak kapan Stevlanka tidak sadar. Ia bahkan tidak tahu kapan ia masuk gerbang sekolah. Ia beratanya-tanya apa ada yang salah dengan dirinya.

Ia memilih menghentikan langkanya, melihat pantulan dirinya pada cermin etalase yang berisi banyak piala. Setidaknya ia masih bisa melihat pantulan dirinya. Setelah apa yang ia lihat, raut wajah terkejut tampak begitu jalas. Tangannya terangkat menyentuh rambutnya sendiri. Tatanan rambut yang benar-benar berbeda dengan sebelumnya. Jika sebelumnya lurus, kini berubah menjadi sedikit bergelombang dan bervolume. Tak lama ia menyadari akan satu hal.

"Tangan alien gue, tangan ini berulah lagi." Stevlanka melihat kedua tangannya.

Lagi-lagi tangannya tergerak berlawanan sesuai hatinya. Ia mendongak kembali menatap pantulan dirinya. Sungguh tidak terlihat seperti Stevlanka yang berambut lurus. Lama ia mengamati, senyum terukir. Bukan karena ia senang dengan gaya rambutnya itu, tapi karena satu hal.

"Raya, sebelum lo meninggal, lo sempat melawan Karisma. Lo berani melakukan itu walaupun lo kalah. Dan sekarang, gue tahu apa yang bakal gue lakukan," kata Stevlanka menatap bayangannya sendiri.

Stevlanka memutar tubuhnya. Ia sudah menetapkan hatinya untuk melakukan sesuatu untuk Raya. Tidak tahu akan berhasil atau tidak, tapi harapan itu masih ada.

Gue janji, Ray, kalau bener Karisma ada di balik kematian lo, gue akan bikin dia tanggung jawab, pikir Stevlanka. Lalu, ia kembali melanjutkan langkahnya.

"Woi, kemarin gue ketemu cewek, anjir cakep banget," seru Galih kegirangan.

"Apaan lo, semua cewek juga cakep kalau lo mah," timpal Mandra.

Sementara Satya hanya tersenyum, mereka tengah duduk di tangga menju ke lantai dua.

Stevlanka tidak tahu jika ada Satya dan teman-temannya. Langkahnya sudah terlanjur berbelok dan kini tiga laki-laki itu tengah menatap ke arahnya. Tatapan Stevlanka tertuju pada Sayta, laki-laki itu tersenyum miring.

"Nah, ini baru cewek cakep," kata Satya menegakkan tubuhnya.

"Setuju gue, pantesan Ardanu mepet terus, ya?" Galih menggelengkan kepala.

Satya berjalan mendekati Stevlanka.

"Apa kabar, Vla?" Stevlanka hanya memperlihatkan tatapan dinginnya. Satya mengamati penampilan Stevlanka dari atas hingga bawah. Senyum memuakkan tercipta di bibir laki-laki itu.

"Gue suka rambut lo." Satya hendak mengulurkan tangannya, namun Stevlanka menepisnya dengan cepat.

"Aduh, galak, Man," cibir Satya menoleh pada dua teman di belakangnya. Mandra dan Galih terbahak.

DELUSIONSDonde viven las historias. Descúbrelo ahora