I T N L W I D U A P U L U H E N A M

5.1K 762 69
                                    

Killian sepuluh langkah jauhnya dari pintu ruangan Ervest yang baru saja terbuka. Ketika tau sosok yang muncul dari balik pintu itu adalah Ervest, wanita yang ingin ia temui, seringainya terkembang. Apalagi ketika mata wanita itu membeliak karena melihatnya dan langsung berjalan ke arah lain seolah sangat anti padanya, Killian merasa dadanya dilayangkan sesaat.

  Mereka sudah tidak bertemu selama satu bulan. Terakhir yang Killian lihat wanita itu menangis dalam keadaan telanjang di atas ranjang di kamar hotelnya. Sementara sekarang, wanita itu sudah kembali dengan dagunya yang naik ke atas dan melangkah sangat percaya diri menghindarinya. Ada dirinya yang lega, tapi ada juga dirinya yang muak karena lagi-lagi Ervest berlagak. Wanita itu masih saja menempatkan harga dirinya di kuil di puncak gunung padahal sebulan lalu Killian sudah menginjak-injaknya. Apa kurang yang kemarin itu?

Killian tetap berjalan santai meski Ervest mempercepat langkah. Di depan sana tidak ada apa-apa. Hanya dinding dan kaca. Maka kemungkinan besar Ervest hanya akan tersudut. Atau ini.

Ervest memutar badannya dan mengambil jarak sejauh mungkin dari Killian. Sekarang ia berjalan ke arah yang sebaliknya dengan langkah lebih cepat. Killian yang sudah siap dengan kemungkinan itu hanya menyeringai. Tangannya lebih cepat meraih perut Ervest dan memeluk wanita itu ke dadanya ketika satu tangannya yang lain membuka lagi pintu ruangan Ervest. Dan tanpa mengindahkan pemberontakan Ervest, ia membawa wanita itu masuk.

Ada, sekretaris Ervest, membelalakkan mata ketika dua orang itu masuk ke dalam ruangan. Terlebih dengan posisi Ervest berada di pelukan Killian dan wajah berang atasannya itu yang sangat mengerikan, sementara di sisi lain hanya ada raut jail dan tawa di wajah Killian. Ada menganga tak menyangka. Ia seperti melihat dua anak kecil yang memiliki dunia bermain sendiri di tengah kantor yang berisi ratusan orang dewasa yang serius bekerja ini.

"Ini sudah waktunya makan siang, Ada. Makan siang lah!" Killian menegurnya dengan ramah, tetapi memaksa seperti biasa.

Ada hanya mampu mengangguk. "Y-ya, pak."

"Saya ada urusan dengan bos kamu yang cantik ini." Killian mengalihkan tubuh Ervest ke sebelahnya, tanpa melepaskan pelukannya sedetikpun, lalu membuka pintu ruangan Ervest dan sedikit melemparkan tubuh kurus Ervest masuk. Melihatnya, Ada berusaha tidak menyebut nama Tuhan keras-keras meski jantungnya sudah melorot.

Ervest terduduk di sofa terdekat dengan pintu setelah tidak dapat mempertahankan keseimbangan tubuhnya.

"Apa kabar setelah yang terjadi di Bajo?" Sementara Killian langsung mencecarnya begitu. Bertanya seperti itu dengan nada yang sangat santai seolah yang terjadi di Bajo hanya yang terjadi di Bajo. Tidak ada selain itu.

Ervest mengatur napasnya. Mengatur kebenciannya lebih tepatnya. "Saya akan melaporkanmu untuk tindakan tidak sopan kepada orang dengan posisi yang lebih tinggi darimu."

"Laporkan saja! Atau langsung sebut nominalnya saja lah, berapa?" sahut Killian kesal karena Ervest kembali membawa soal posisi yang sama sekali tidak berguna itu. Wanita itu pikir Killian akan terpengaruh? Tidak sama sekali. Mau Ervest detik ini juga diangkat menjadi CEO atau komisaris atau perdana mentri pun, Killian tidak akan segan melempar Ervest ke sofa seratus kali kalau Killian ingin.

Dan wanita itu malah tertawa membuat Killian makin kesal. "Aku salah sekali pernah menyukai pria yang menilai integritas dengan nominal. Sekarang aku menyesal."

   "Kita tidak bicara integritas sama sekali, Ms Salim. Kita bicara siapa yang lebih berkuasa dan khusus kali ini mari jadikan uang parameternya." Killian mendekati Ervest untuk menarik wanita itu hingga mereka berdiri cukup rapat. "Hm? Apa ini? Perfume baru?" Killian menyipit seperti anak kecil curiga pada ibunya.

I T N L W I #KILLER01Where stories live. Discover now