I T N L W I T I G A P U L U H D E L A P A N (2)

1.6K 232 31
                                    

Menunggu Tjahaja rampung dengan pertemuannya bersama mitra Agung Siswodi Foundation, institusi bisnis sosial milik keluarga Siswodi, Killian menggunakan waktu yang ada untuk mengotori kolam renang di rumah Tanglin dengan tanah di sekitarnya. Dia iseng. Dia jengkel setengah mati. Dia teringat dirinya basah kuyup dan menindih Ervest, memperkosa..

Benarkah Ervest tidak menikmati seks dengannya? Tapi bagaimana bisa bagi Killian seks dengan Ervest malah sangat menakjubkan? Membuat Killian lupa dengan seks lain yang pernah ia lakukan. Dan Ervest merasakan yang sebaliknya? Berengsek sekali Killian kalau ucapan Ervest itu benar.

Dan ia memang berengsek, kenapa harus mempertanyakannya? Tidak mungkin Ervest menikmati seks dengannya. Ia pernah melecehkan wanita itu di Bajo. Dia memperlakukan wanita itu seperti pelacur, lalu menyiksanya dan melecehkannya di hadapan orang lain.

Killian menggeleng berusaha menghapus ingatan malam itu. Ia tersiksa sendiri saat mengenang wajah menderita Ervest saat menatapnya.

"Lian, sudah datang?"

Killian menghembuskan napasnya ketika akhirnya melihat sang ibu berjalan dari dalam rumah menuju ke arahnya. Panggilan sang ibu menariknya kembali ke tanah. "Sudah kenyang diskusi sosial dan bisnisnya, Ma?" sindirnya.

"Itu kegiatan orang berguna, Lian, orang tidak berguna akan senang mengotori kolam dengan tanah."

Tjahaja tidak tau saja. Ini kegiatan yang lebih berarti dari pada hanya duduk dan mulai membuat skenario dengan tokoh sepasang suami istri sedang bercengkrama romantis di dalam mobil atau mengingat perilaku gilanya terhadap temannya sendiri.

Killian tersenyum sinis. "Mama tenang sekali padahal aku mengotori kolam. Apa sedang dalam suasana senang sekali Mamaku yang tua tapi kejam ini?"

"Mama akan pura-pura tidak tau maksudmu saja," balas Tjahaja santai ketika sudah ada di hadapan Killian. "Anyway, Killian, tadi mama sempat bicara dengan Christina Sasongko mengenai ulang tahunmu. Dia menyarankan Afrika. Mama setuju. Sudah lama juga Mama tidak ke The Agung Village di sana."

Killian menahan ucapannya karena melihat sekitar delapan pekerja ibunya menggotong meja kayu sepanjang enam meter dari gudang perkakas. Belum sempat Killin menanyakan perihal yang dilihatnya itu, Tjahaja menjelaskan lebih dulu. "Kami mau minum wine dan makan camilan untuk merayakan kesepakatan dengan dua mitra baru Agung Siswodi Foundation, perusahaan Christian Sasongko dan Ilman Rajasa. Tahun depan kita sudah punya institut keguruan."

"Aku nggak mau ada perayaan." Killian berkata serius lalu mendekati ibunya. "Ma, let's talk about Ervest!"

Tjahaja tersenyum. Melihat si keras kepala ini sungguh-sungguh pada hal yang ia sangkal sendiri adalah hiburan bagi Tjahaja. "Okay, I'm all ears." Meski sangat ingin tertawa, Tjahaja menahannya. Ia hanya melirik Killian dengan arti lirikan—Mama terhibur, Yan—sambil memindahkan vas keramik dari kereta dorong ke meja yang baru saja didaratkan di tanah.

"Pertama, Mama keterlaluan karena memberitau Ervest. Kedua, Mama salah. Bukan Om Iksan pelakunya, Ma, tapi Nathalia."

Ekspresi Tjahaja yang semula tenang dan senang, perlahan kedua alisnya mengkerut dan terlihat kaget. Melihat itu Killian mendecak. Ia seketika yakin ibunya memang tidak tau fakta yang sebenarnya. "Begitu lah kalau orang jahat kurang riset."

Namun Tjahaja adalah Tjahaja. Ia kembali bersikap biasa tanpa butuh waktu yang lama. "Siapapun yang membunuh Rose, Iksan tetap bersalah karena menutupi dan mengakui itu perbuatannya."

"Mama juga tetap salah karena ngasih tau Ervest. Sumpah, apa sih mau Mama? Padahal aku udah fair, aku setuju menikahi Sasongko itu—"

"Memang siapa yang akan menolak menikahi wanita yang kamu sebut Sasongko-itu itu, Lian—"

I T N L W I #KILLER01Where stories live. Discover now