I T N L W I T I G A P U L U H T U J U H

2K 340 40
                                    

Ervest merasa ada yang ganjil saat ini karena Tierry tidak segera memulai RUPS padahal semua pemegang saham sudah hadir di ruangan. Direksi, termasuk Iksan Salim, Nathalia, dan keempat anak mereka sudah hadir, begitupun Riyu Salim, adik Iksan. Namun, Tierry masih menahan rapatnya dan tidak memberi alasan.

Iksan bertanya untuk yang kedua kalinya lewat gerak mata ketika anaknya itu masih hanya diam. Sampai pada akhirnya jengah, Tierry menjawab, "Tunggu Killian sebentar."

Bukannya membayar penasaran, jawaban Tierry itu malah menambah pertanyaan orang-orang yang mendengarnya. Terkhusus Iksan dan juga Ervest yang duduk di ujung meja berhadapan dengan Bastian, keningnya makin mengernyit.

"Killian? General manager ES Healthcare?" Seorang Direksi memastikan. Tierry mengangguk.

"Killian?" Iksan membeo pelan dan penuh tanya kepada anaknya. Keheranan yang terdengar dari suara pria itu sama besarnya dengan yang Ervest rasakan saat ini. Killian..

Tierry yang masam hanya kembali mengedik. Mungkin berikutnya ia merasa perlu memberi tambahan penjelasan sehingga ia berkata, "Dia sudah di jalan dari Changi, mungkin sepuluh menit lagi tiba."

Mulai detik itu, ketika Tierry dengan samar meliriknya, Ervest tau ada rencana yang sudah terjadi di belakangnya. Akan ada kejutan untuknya. Sekarang Ervest menjadi tidak sabar. "Kenapa Killian jadi penting sekali sampai kita harus menunggunya?"

Tierry meluruskan pandangannya kepada Ervest yang duduk jauh darinya. Mata menyalak pria itu kini jelas, meskipun dia tetap duduk dengan tenang dan napasnya normal berhembus. "Karena dia juga stakeholder yang memegang saham ES terbesar."

"Ter?" Iksan kembali menyambung keheranan Ervest.

Merasa tak punya alasan untuk mengulur waktu lagi, Tierry akhirnya berterus terang. "Aku menjual sahamku ke Killian, Pa. Juga saham Mama. Sekarang Killian pemilik lima belas persen saham ES dan Aria Group memiliki tujuh belas persen."

Orang-orang terdiam dengan raut kaget sekaligus mempertanyakan. Suasana keras seketika merayapi wajah berkerut Iksan sehingga meski sudah bekernyut, tulang rahangnya yang mengerat tampak jelas. Hal itu lantas mengundang sikap defensif Nata yang duduk tepat berhadapan dengannya. Tidak ada kerelaan di hati wanita itu ketika anaknya mendapat tatapan keji Iksan yang begitu menghukum. Apalagi di hadapan semua anak pria itu yang selama ini menjadi kesesakan rumah tangganya sendiri. "Kamu tidak berhak marah, Iksan! Anakku hanya berusaha menyelamatkan haknya dari ayah yang seperti sudah benar-benar gila karena perempuan, lagi!"

"Menyelamatkan haknya atau menjual harga diri keluargannya, kutanya, Nata? Menjual ES ke Aria, apa yang kamu pikirkan, Tierry?"

"Bisakah drama keluarga tidak usah tayang di sini?" Rojovan menyela dengan dengkus menghina. "Aku bisa menyewakan Esplanade untuk kalian jika segitu sukanya dengan drama."

"Jo," peringat Bastian. Dia yang paling mengerti intensi Rojovan. Anak tertua Iksan itu bicara tidak untuk melerai. Sebaliknya, dia hanya sedang menyiram sedrum bensin ke wajah tiga orang tersebut agar apinya semakin berkobar.

"Diamlah, anak sundal!"

"Nata, jangan buat gaduh!" Iksan memperingati dengan geraman yang sampai menimbulkan gemeretak pada pertemuan giginya. Keduanya kembali beradu kata-kata tajam dan makian. Semua orang di sana tidak berkutik, mereka seolah tahu tidak akan ada yang bisa menghentikan kedua orang itu.

Ervest di kursinya mencoba tidak ikut bersuara dan menulikan pendengarannya. Tak butuh waktu lama untuknya menyadari bahwa ia telah melewatkan satu kalimat Killian di gereja lusa lalu, sampai jumpa di RUPS. Ia menganggap lalu dan tidak sempat memikirkan lagi maksud berjumpa itu selama dua hari ini karena rencananya sendiri sudah begitu padat di kepala. Sekarang begitu mengerti maksud berjumpa itu adalah sebuah invitasi untuk pertarungan di ring yang baru, Ervest kesal luar biasa pada dirinya sendiri. Ia terlalu lengah sehingga tidak langsung menangkap maksud Killian padahal seharusnya ia bisa menduga lebih awal. Killian tidak hanya membual soal ingin bermain-main dengannya. Ervest mengumpat seratus kali di dalam hatinya.

I T N L W I #KILLER01Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang