I T N L W I S E M B I L A N B E L A S

4.5K 682 17
                                    

      Bajo, wedding party, sea, and hill.

      Untuk sesaat Ervest ingin membiarkan otaknya tenang. Untuk sesaat ia hanya akan hidup menjadi seorang bridesmaid yang melayani apapun kebutuhan dan keinginan Mellys—si mempelai. Untuk sesaat saja ia tidak ingin memiliki hidupnya sendiri. Ia tidak ingin memikirkan apa yang akhir-akhir ini menyita pikiran seorang Ervesten.

       ES Group yang sekarang ingin ia miliki, Nata yang tentu saja masih dan semakin membencinya—dan mungkin ingin membunuhnya, pernikahannya dengan Arachi yang mulai ia rencanakan, nasib kakak berengseknya—Rojovan di tangan Oliver, dan tingkah seorang teman narsis-memuakkan yang ia sukai—Killian. Ia tidak ingin memikirkan semua itu sekarang, ia hanya ingin bersenang-senang.

      Seharian ia dan kelima temannya berikut Mellys sibuk dengan persiapan pernikahan Mellys dan Niko. Ervest yang paling tua di antara kelima temannya mendapat bagian untuk mengawal Mellys yang semakin susah ditenangkan karena pernikahannya akan dimulai tinggal dalam hitungan jam. Belum lagi serangan badmood karena lima hari yang lalu pihak hotel mengabari salah satu acara dari serangkaian acara pernikahannya terpaksa dibatalkan karena kesalahan hotel dalam menginformasikan penggunaan venue. Ervest yakin, adrenalin dalam tubuh Mellys tidak berhenti meledak-ledak beberapa hari terakhir ini. Untuk itu Ervest memilih mengajak Mellys mengendarai speed boat yang tidak terlalu besar yang tersedia di belakang hotel untuk mencari angin segar dan merilis adrenalin.

      Di belakang hotel ini adalah hamparan marina laut Flores yang bagi mata orang-orang Jakarta, terutama, seperti sebuah surga. Ada beberapa boat juga yacht berlabuh di marina ini, di antaranya dua speed boat dan satu yacht milik keluarga Salim yang tentu saja bisa Ervest gunakan. Ervest memilih speed boat ukuran sedang dengan jenis yang lebih sering ia kendarai.

      Mellys hanya terbengong melihat Ervest dengan mudah mendapat ijin untuk menggunakan boat tersebut. Ervest cuma berkata ia mengenal salah satu direksi hotel ini sebagai alasan. Well, tidak ada temannya yang tau ia adalah seorang Salim dari keluarga Salim yang kaya raya itu.

      Pertama mereka menjauhi hotel dengan kecepatan sedang. Setelah cukup jauh dari tepi laut Ervest menambah tinggi kecepatan boat dan kemudian ia melepas gas sekaligus membanting kemudi dengan putaran terukur sehingga boat berputar seolah terpelanting di atas air, tetapi Ervest tetap bisa mengendalikannya dengan anggun.

       Mellys tertawa terbahak-bahak. Saat Ervest melakukan atraksi itu tadi ia otomatis berjongkok di lantai boat karena tak bisa terus duduk di kursinya dan menahan gaya berkat putaran boat yang mereka tumpangi. Di sebelahnya, Ervest yang memegang kemudi pun tertawa sama terbahak-bahaknya.

     "Adrenalin gue tersalurkan!" seru Mellys sambil berteriak.

     "That's my intention indeed."

       Mereka kembali tertawa untuk beberapa saat. Ervest mematikan mesin speed boat-nya. Benda sepanjang enam meter dengan lebar lebih dari dua meter itu terombang-ambing dengan tenang seolah sedang dinina-bobokan oleh gelombang. Ervest naik ke atap, lalu disusul Mellys yang mebawa serta dua botol Corona Extra yang sudah ia buka.

        "It was crazy, Er. Boat segede bagong begini lo malah pakai buat tokyo drift," protes wanita itu membawa-bawa kata yang baru dia tau tahun lalu setelah menonton The Fast and the Furious, film yang sudah release sejak lima belas tahun lalu.

      "Itu lawan sepadan buat adrenalin lo. Udah lebih tenang sekarang kan?"

      "Tenang apaan? Jantungan gue!" Ervest cuma tertawa, Mellys duduk di sebelahnya dan menyerahkan satu bir, "Er."

       Ervest menerima botol tersebut. "Ya, Tuan Puteri? Ada apalagi?"

       Mellys terkikik meski tidak suka Ervest menyebutnya begitu. "Gue nggak nyangka nanti malam gue resmi jadi istri."

       Ia pun sama tidak menyangkanya akan menikah dengan Arachi. Ervest sontak mengernyitkan kening ketika pikirannya membalas dengan amat cepat pernyataan itu, tanpa suara.

      "Drama tunangan di Paris, pre-wedding party di Bali, nyari EO, hotel, nyiapin akomodasi buat semua tamu, ngalor-ngidul mengurus surat numpang nikah, kurang membuat lo nyangka lo bakal jadi menikah nanti malam, hello?" candanya dan dibalas tawa kencang Mellys.

      "Still, Er, I can't believe that."

       Itu lah yang sebenarnya selama ini Ervest pikirkan dalam otak kerdilnya yang primitif dan jarang ia kemukakan. Ia tidak bisa percaya masih ada orang di dunia ini yang ingin menikah saat ada banyak pernikahan-pernikahan sudah gagal di sekitar mereka. Radikal sekali! Ya, tapi sekali lagi itu hasil pemikiran otak kerdilnya yang dilatarbelakangi experiences pribadi—yang tidak pernah ia—sebagai orang berpendidikan dan bisa bernalar—setujui begitu saja. Hanya karena pernikahan yang ada di depan matanya dulu sangat mengerikan, tidak berarti pernikahan itu mengerikan bagi semua orang.

      "Beberapa bulan lalu di pikiran gue cuma ada kerja, ngews, sama party, tiba-tiba nanti malam gue nikah."

       Beberapa bulan lalu di pikiran Ervest hanya ada kebencian pada ide dia akan menikah, tiba-tiba seminggu yang lalu ia membuat kesepakatan dengan pria asing agar mau menikah dengannya demi uang dan asset milik Salim. Ervest juga tidak pernah menyangka.

       Ervest lalu mendengkus geli. "Well, gue juga nggak nyangka," balasnya lebih karena alasan pribadi, bukan apa yang dikatakan Mellys barusaja, "tapi kalau perasaan nggak menyangka lo hanya karena itu, setelah menikah pun lo masih bisa ngews, kerja, dan party ... cuma ada beberapa trade off antar kewajiban sama hak lo aja."

      "Ih, ngomong apa sih lo kok gue nggak tau maksudnya?" sahut Mellys melongo.

       Ervest menoyor jidat temannya itu. Padahal Mellys benar-benar tidak tau maksudnya. Terkadang Mellys dan teman-teman yang lain memang susah mengerti apa yang dikatakan Ervest. Ervest termasuk wanita dengan kemampuan kognitif di atas rata-rata. Ervest tipe anak pintar, lulusan UChicago yang prestisius, berkali-kali menempati jabatan tinggi di multinational corporation, dan tetap memiliki pergaulan yang luas. Bukan tipe wanita geek berkacamata yang hanya menatap buku catatan di mana pun dia berada, bukan, Ervest sangat terbuka saat bergaul, dia modis, dia selalu tampil sebagai alpha female yang menggairahkan.

       Meskipun begitu, bagi teman-temannya tetap saja Ervest cukup misterius untuk ukuran wanita yang bergaul bebas dan sangat open minded. Buktinya, siapa orang tuanya saja mereka tidak pernah tau karena Ervest tidak pernah bercerita. Mereka hanya yakin Ervest datang dari keluarga kelas atas. Ervest juga jarang sekali membicarakan tentang dirinya pribadi. Di dalam circle pertemanannya, dia lebih banyak mendengar dan menanggapi dengan cetusan-cetusan badass but elegantly.

       "Er," panggil Mellys lagi.

       "What?" Ervest menenggak Corona Extra dari botolnya.

         "Kalau tiba-tiba nanti malam lo menikah, apa yang bakal lo lakuin sekarang?" Ervest menghentikan tegukannya sesaat. Sekarang ia menyesal tidak membalas pertanyaan Mellys sebelumnya dan membuat Mellys tiba-tiba menanyakan hal yang laknat untuknya itu.

         Ervest kembali menenggak bir-nya kemudian menatap ke laut jauh. Angin mengibarkan rambutnya dan panas merambat di kedua bola matanya. Pikirannya pun ikut menjauh bersama pandangannya yang semakin jauh.

         Apa yang akan dia lakukan sekarang jika ia menikah nanti malam?

       "Bunuh diri mungkin."

       Menikah itu lebih menakutkan dari pada mati, kan?

I T N L W I #KILLER01Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang