I T N L W I T I G A P U L U H D E L A P A N (1)

1.6K 287 20
                                    

Sejak kembali ke apartment bersama Arachi, Ervest melakukan semua hal dengan diam. Pikirannya terus terpaku pada kejadian-kejadian di masa lalu dan juga pria yang baru saja mengisinya tetapi langsung meninggalkan dirinya hingga ia merasa takdirnya begitu suram.  Mudah saja sikap diam itu menimbulkan rasa canggung bagi Arachi. Ervest menyadarinya ketika melihat Arachi memilih menyingkir ke balkon sementara ia berada di dalam kamar sedang bersiap membersihkan diri.

Ervest lega karena Arachi tidak berusaha mengetahui situasinya meskipun mendapatinya basah kuyup bersama Killian, dan pria itu juga tidak bersikap seolah tidak ada yang terjadi. Arachi bersikap natural. Pria itu menawarkan kemeja bersihnya yang disimpan di bagasi mobil dan menanyakan apakah Ervest baik-baik saja. Ervest menjawab berbohong. Kemudian pria itu mengangguk tanpa sarat kecurigaan dan membiarkan Ervest mengganti blouse-nya dengan kemeja. Itu saja, lalu mereka mengobrol tentang lalu lintas yang macet ketika mulai meninggalkan Tuas. Ketika sudah memasuki Orchard dan tiba di gedung apartment, mereka hanya terus diam. 

Setelah sekitar dua puluh menit berendam, Ervest keluar dari bath up dengan ujung-ujung jari yang sudah berkerut. Sambil menali kimono tebalnya, ia keluar kamar mandi dan langsung menengok Arachi di balkon. Ia cukup penasaran dengan apa yang dilakukan pria itu di luar sampai beberapa kali ia memikirkannya saat sedang berendam. Ternyata hampir seperti yang ia bayangkan, Arachi duduk membelakangi pintu dan ia bisa melihat airpods di kedua telinga pria itu.

Menatap punggung suaminya membuat Ervest sadar sikapnya tadi telah membuat Arachi merasa canggung hingga pria itu memilih duduk di luar begini. Namun, ia pun tidak bisa menolong Arachi dari kecanggungan ini. Ia sendiri pun super canggung dengan perasaannya, dengan penyesalannya karena masih mengingat sentuhan dan kepedulian seorang lelaki penakut yang sangat keras kepala.

Ervest berniat untuk meninggalkan balkon dan segera berbaring di ranjang untuk mengistirahatkan pikirannya. Namun, sebelum benar-benar melangkah masuk, ia terhenti oleh rasa penasaran dan kembali menimbang keputusan. Mungkin mengobrol sebentar dengan Arachi akan membuat kepalanya sedikit lebih santai. Berendam biasanya ampuh mengangkat beban di kepalanya, tapi kali ini rasanya belum cukup karena beban itu terasa masih mengerami kepalanya.

Saat itu ia mendengar Arachi berbicara, bercakap dengan orang lain. Rupanya sang suami sedang menelepon. "Okay. Akan kucoba."

Ervest akhirnya bergabung dengan Arachi dan duduk di sofa yang menghadap ke arah lain. Arachi menyambutnya dengan gerakan alis, kemudian menunjuk telinga kanannya sendiri memberitahu kalau ia sedang menelepon. Ervest cuma mengangguk. Ia menekuk kedua kakinya di atas sofa dan menempelkan dagunya di lutut, lalu tatapannya diarahkan ke luar balkon agar Arachi tidak terganggu. Ia ingat, mungkin dua hari sebelum pernikahan mereka, Arachi mengatakan kalau ia akan tinggal seminggu di Singapore setelah pemberkatan, sebelum kembali bekerja dan menghabiskan lebih banyak waktunya di KL seperti sedia kala.

"Maaf, ada beberapa poin yang kurang bisa ku pahami karena aku sedang tidak memegang blueprint-nya, tapi nanti akan ku cek lagi dan make sure semuanya sudah tepat. Iya, iya, benar."

Ervest mendengar Arachi bicara lagi dan kemudian buru-buru mengakhir panggilan tersebut.

Pikiran Ervest sudah sedikit lebih tenang, tidak seramai tadi. Mungkin udara sejuk yang terbawa hujan malam ini sebabnya. Saking sejuknya, udara ini menjinakkan adrenalinnya dan melepas kelebihannya bersama hela napas panjang. Mungkin. Atau mungkin juga karena kepalanya sudah benar-benar kelelahan dan mau tak mau berhenti menggeluti semua ingatan masa kecilnya. Apapun alasannya, Ervest lega masih mendapat ketenangan tak seberapa ini.

Bicara soal hujan, untung saja daerah Tuas tidak diguyur hujan sejam lalu. Misalnya hujan, Ervest pasti sudah kesusahan sendiri saat mengerjai Killian. Air sudah sangat gelap karena malam, jika ditambah hujan bisa-bisa niatnya mengerjai Killian malah membawa celaka untuk dirinya sendiri. Untungnya tidak. Oh, lebih beruntung lagi Ervest karena bisa melihat jelas Killian berenang dengan blingsatan ke sana ke mari mencarinya. Ia puas sekali melihat Killian putus asa tadi, apalagi terpukul karena ucapannya. Sudah lama Ervest ingin mengutarakan semua kebencian itu, sudah lama ia menunggu Killian mau mendengarnya, dan itu tadi pukulan yang tepat dan telak.

I T N L W I #KILLER01Where stories live. Discover now