⚠️⚠️ I T N L W I T I G A P U L U H S E M B I L A N (2)

3.3K 397 91
                                    

Warning!

Kematian, adegan perkelahian, kekerasan.






Killian tertidur seperti orang pingsan. Orang-orang, terlebih Tao, sampai khawatir karena hingga pukul sebelas siang pria itu belum juga bangun bahkan tidak bisa dibangunkan.

Tao kembali masuk ke dalam kamar Pevita tempat di mana Killian tidur. Ia bisa melihat Killian masih terlelap seperti sleeping handsome di atas ranjang, sementara si pemilik kamar berdiri di samping ranjang dengan raut cemas.

Tidak berlebihan kalau Pevita benar-benar cemas. Mereka tidur bersama di ranjang ini. Paginya pria itu tidak bisa dibangunkan. Kalau terjadi apa-apa pada Killian, Pevita sudah pasti akan jadi orang yang dicurigai pertama kali.

"Dia masih hidup, Tao. Dia bergerak, tapi detak jantungnya cepat banget," lapor Pevita ketika mengetahui Tao yang masuk ke kamarnya.

Tao percaya. Sepuluh menit lalu ia melihat Killian tidur terlentang dan sekarang bosnya itu sudah dalam posisi tengkurap. Ia mendekati ranjang Killian lalu berniat menyentuh dahinya, tapi ia urung karena merasa canggung jika harus melakukan itu. Belum lagi jika bosnya itu nanti tiba-tiba bangun dan memergokinya. Pasti omelannya akan ke arah yang tidak-tidak.

Gelagat canggung itu tertangkap mata Pevita. Selanjutnya, tanpa Tao bicara, wanita itu sudah tau. "Kayaknya demam, aku sudah cek tadi. O, ya, Tao, tolong balikkan Killian, ya! Dari pada nanti bangun-bangun dia marah karena bijinya sakit."

Tao tergagap. Pevita ikut tergagap. "Ah, itu, tidur tengkurap, Tao, tidur tengkurap bikin itu sakit kan? Killian pasti banyak ngomel kalau itunya sakit. Astaga, dia sehat bugar aja suka ngomel kan. Pokoknya balikkan saja!" Pevita menepuk bahu Tao dua kali sebelum lari keluar kamarnya sendiri.

Tao memantapkan dirinya sebelum melakukan permintaan Pevita. Ia menarik lengan Killian dan berusaha menggulingkan tubuh atasannya. Killian dalam tidurnya menggumam. Gerakan Tao sempat berhenti, tapi kemudian Tao melanjutkan aksinya. Malah bagus kalau Killian bangun sekarang juga, pikirnya. Sudah ada puluhan telepon dan pesan yang harus segara bosnya itu terima.

Mata Killian mengerjap saat wajahnya berhadapan dengan wajah tegang Tao. Selama sedetik mereka sama-sama mematung. Lalu napasnya terhela berat.

Tao langsung melepaskan tangannya dari tubuh Killian. "Sudah jam sebelas, Pak," lapornya.

"Tanggal?" balas Killian.

"Ah? Oh, tiga belas." Tao tersenyum kecil di akhir jawaban. "Juli," imbuhnya.

Killian mendesah. Ia pikir ia akan terbangun tanggal 25 Desember tadinya.

"Bapak minum berapa aspirin pagi tadi?"

Masih dibendung kantuk, Killian menyipit mendengar nada posesif yang menyertai nada interogasi sekretarisnya. "Jangan kepo, Tao! Kamu ini kepo, tau kepo?" Killian bicara dengan mata kembali terpejam. Bantal dan selimut kuning di ranjang ini benar-benar nyaman sampai Killian ingin terus tidur di sini. Atau memang karena dua aspirin yang ia minum sekaligus tadi.

"Boleh saya panggil dokter, Pak?"

"Nah, nah, tidak butuh dokter hari ini. Mana ponselku?"

Tao meletakkan satu ponsel ke tangan Killian yang menengadah. "Pak Pradjati menghubungi lagi."

"Aku tau, Tao. Bagaimana Ibuku?" Killian meringkuk miring memunggungi Tao, kemudian mengerubuti dirinya sendiri dengan selimut.

"Sudah mendengar beritanya."

Di bawah selimut Killian membuka ponselnya. Meskipun cukup cemas dengan keadaan Ibunya, dia tidak menanyakan lebih lanjut. Apa yang tidak bisa ia selesaikan saat ini, lebih baik tidak ia pikirkan atau cari tau.

I T N L W I #KILLER01Where stories live. Discover now