I T N L W I T I G A P U L U H T U J U H (3)

1.9K 363 64
                                    

Warning: Kekerasan, penyiksaan, TW




Sempat terjebak macet di Scotts Road membuat Killian sangat frustasi selama perjalanannya menuju ES Tower. Hanya berdua dengan Tao, mau tak mau ia melampiaskan emosinya kepada lelaki itu. Sampai-sampai lelaki yang lebih muda dua tahun darinya itu gegabah menyetir dan mereka menyerempet pantat mobil orang lain di ujung Steve Road tepat sebelum bergabung dengan barisan mobil di Bukit Timah Road. Berurusan dengan pengemudi yang sama alotnya, kemudian ditambah polisi membuat waktu tiga puluh menitnya terbuang begitu saja. Ia yakin dirinya sudah tidak akan sempat mencegah Ervest.

Tiba di ES Tower, Killian tidak menunggu mobil benar-benar berhenti untuk membuka pintu dan turun. Kalau tujuan Ervest memang ES Tower, seharusnya wanita itu sudah tiba. 

Melintasi lobby, Killian sambil mengutuk suasana gedung itu yang sepi. Ia bahkan tidak menemukan para security yang harusnya berjaga di lobby. Ketika menuju lift, untungnya, pandangannya menangkap sosok Rojovan yang berjalan berlawanan arah dengannya.

"Where's she? Ervest?" tanyanya seketika dengan suara agak keras karena jarak mereka masih jauh.

Rojovan menaikkan sebelah alisnya. Mata bengkak dan kecemasan di wajah Aria itu, juga siapa yang ditanyakannya membuat pikiran Jovan ingin segera menebak apa yang terjadi. "Ke atas. Ada apa?"

"Bokap lo di ruangan?"

"Ya." Rojovan mengernyit saat Killian menghela napas panjang. Bukannya menjawab pertanyaan mudah darinya, pria itu malah terdiam seolah dihadapkan dengan soal matematika. "What's going on? Are you crying?"

Wajah kebas Killian seketika merengut. Tidak terima dengan pernyataan itu, tetapi juga memilih tidak menanggapi. Ia menatap datar pria berengsek yang sayangnya kakak Ervest itu. Ada rasa berat, tapi juga menggebu-gebu di benaknya ketika melihat ke dalam manik yang hampir mirip dengan milik Ervest tersebut. 

Apa Killian harus memberitahunya?

"Ada apa?" tanya Rojovan sekali lagi.

"Dia tau—" Killian mendecak karena tiba-tiba ia gugup sekali menghadapi pria berengsek ini. "Nyokap kalian, she's, dia bukannya bunuh diri .... She's murdered." Ada keheningan cukup menyakitkan sedetik setelah Killian mengatakan hal itu. 

Killian frustasi. Ia tidak pernah menyangka ia yang harus menyampaikan kabar berengsek seperti ini pada Rojovan dan ia lebih tidak menyangka ia bisa bersimpati pada pria berengsek ini, saat ini. "Bokap lo dan nyokap Bastian pelakunya. Dan gue cukup yakin, Ervest sekarang mau membalas itu. Oh, shit! Lo pun pasti pengen bunuh bokap lo! Itu terserah, asal jangan Ervest yang ngelakuin, shit," rapal Killian sambil kembali mengambil langkah tergesa meninggalkan Rojovan menuju lift.

***

Killian keluar dari lift khusus direktur dan tak lama kemudian Rojovan keluar dari lift umum di lantai yang sama, lantai tempat ruangan Iksan berada. Sekretaris Iksan menyambut mereka dengan senyum. Kedua lelaki itu tak menanggapi karena meraka langsung kelabakan melihat pintu ruangan Iksan tertutup rapat. 

"Ervest di dalam?"

Sekretaris iksan mengiyakan. 

Karena pikirannya sudah diisi berbagai kemungkinan buruk, Killian tidak berpikir dua kali untuk mendobrak pintu tersebut. 

Rojovan di belakangnya mengernyit. Ia mengutuk kebodohan pria yang katanya sangat dekat dengan adiknya ini. "Ada kunci cadangan? Si tolol ini pikir bisa mendobrak pintu baja," tanyanya kepada sekretaris Iksan yang juga bingung mengamati Killian. 

I T N L W I #KILLER01Where stories live. Discover now