18. MOVIE DATE

19.4K 1.6K 68
                                    

18. MOVIE DATE

EMBUN kini berjalan mendekati Rajendra yang ternyata sudah kembali dari toilet. Laki-laki itu kini berdiri di depan rak buku yang berisi sekumpulan novel-novel remaja. Tangannya mengambil satu novel dan membaca sinopsis yang terdapat pada  halaman belakang novel.

"Gue enggak paham seleranya cewek-cewek, Mbun. Lo aja yang pilih nanti gue tinggal bayar." Rajendra kembali meletakkan buku itu ke tempat semula. Jujur saja, dia tidak mengetahui selera bacaan para kaum hawa. Setahunya, mereka menyukai novel tentang percintaan, sedangkan Rajendra sendiri kurang menyukai genre novel yang seperti itu. Laki-laki lebih suka menghabiskan waktunya untuk membaca novel bergenre fantasi daripada novel-novel romansa.

Embun menghela napasnya sembari menggelengkan kepalanya pelan. Gadis itu berdiri di sebelah Rajendra dan mulai mengambil novel-novel di rak.

"Lintang suka novel yang kayak gimana?" Embun bertanya.

"Mana gue tahu, Embun. Gue ngobrol sama dia aja baru sekali. Punya nomor telponnya aja enggak. Ini tahu kalau dia bentar lagi ultah juga karena gue minta data dia ke wali kelasnya." Rajendra berkata kepada Embun.

Embun mengangguk pelan. Rajendra sudah pernah menceritakan hal itu kepadanya dulu. Lintang Senjana memang gadis yang unik. Cantik dan selalu ceria. Itu adalah kesan pertama yang terlintas dibenak Embun saat melihat wajah seorang Lintang.

"Di lihat dari sinopsis bagus nih kayaknya. Tentang cowok yang membantu mengobati hati cewek yang lagi patah hati karena dicampakkan berkali-kali." Embun memberikan buku dengan sampul berawana hitam itu kepada Rajendra. Laki-laki itu dengan segera menerimanya dan ikut membaca sinopsis novel itu.

"Sabi, nih. Cariin lagi, Mbun. Yakali cuma satu biji doang." Rajendra menatap Embun.

Embun memutar bola matanya jengah. Tangan gadis itu lalu bergerak untuk memilih-milih buku lagi. Pergerakan mencari buku itu terhenti karena kini Embun menemukan novel dengan cover berwarna biru gelap yang sepertinya menarik. Gadis itu membalikkan bukunya dan melihat sinopsisnya. Matanya melebar kala melihat bahwa novel ini menceritakan tentang bullying dan segala macamnya. Sepertinya menarik.

"Tema utamanya kayaknya tentang bullying nih. Keren sih, Jen." Embun memberikannya kepada Rajendra.

Rajendra mengangguk setuju. Laki-laki itu mengambil buku tersebut dari tangan Embun. Sepertinya dua buku saja sudah cukup, karena nanti dia akan menambahkan parfum juga untuk Lintang seperti yang sudah disarankan oleh Gamalama— sahabatnya.

Mereka berdua kini berjalan menuju kasir untuk membayar. Namun, mata Embun kini menatap sebuah buku yang mengangkat tema tentang seorang pembunuh bayaran. Ah, dia memang suka novel yang mengandung banyak teka-teki daripada novel romansa.

"Mau beli, Mbun?" Rajendra bertanya saat menyadari Embun kini tertinggal di belakang dan sedang memegang buku.

Embun menggelengkan kepalanya, "Enggak. Cuma penasaran doang." Embun mengembalikan buku tersebut.

"Beli aja kali enggak papa. Gue bayarin. Itung-itung sebagai imbalan karena lo udah bantu gue cari kado buat Lintang." Rajendra berkata.

Embun kembali menggeleng, "Aku ikhlas, Rajendra. Aku enggak minat imbalan apapun dari kamu." Embun berkata sembari menatap Rajendra. "Udah yuk bayar."

"Dua buku doang aneh enggak sih, Mbun?" Rajendra meminta pendapat Embun.

"Enggak kok. Asal kamu tahu ya, cewek itu pasti bakal senang banget kalau ada cowok yang ingat tanggal ulang tahunnya. Mau dia kasih kado atau enggak, yang penting dia ucapin aja itu rasanya udah kayak bahagia banget. Kado sesederhana apapun asalkan itu dari orang yang dia suka pasti bakal berharga banget."

CAKRAWALAWhere stories live. Discover now