29. PUTUS

41.7K 3K 1.2K
                                    

29. PUTUS

HUJAN deras kembali mengguyur SMA Cempaka. Kali ini bukan hanya hujan biasa, namun disertai dengan angin kencang. Hawa dingin terasa menusuk ke pori-pori menghantarkan sensasi yang membuat bulu kuduk berdiri.

Embun melipat tangannya di depan dada. Angin menerbangkan rambutnya yang dia biarkan tergerai begitu saja. Gadis itu sedang menanti kedatangan seseorang. Siapa lagi bukan Cakrawala Manggala?

Lorong lab bahasa. Lagi-lagi di tempat ini Embun berdiri menunggu laki-laki itu. Kali ini dengan suasana hati yang benar-benar buruk. Wajahnya kini benar-benar terlihat datar tanpa senyuman sama sekali.

Jam sudah menunjukkan pukul 16.10. Kondisi sekolah sudah sangat-sangat sepi. Bahkan kini hanya ada dirinya sendiri di area lorong lab bahasa. Sudah tidak ada lagi siswa yang terlihat.

Embun menyederkan tubuhnya ke tembok. Sudah terhitung semenjak 20 menit yang lalu dia mengirimkan pesan dan hingga saat ini batang hidung Cakrawala tak kunjung terlihat.

Apakah laki-laki pengecut itu tidak berani menemui dirinya?

"Kenapa ngajak ketemu?" Suara itu membuat Embun yang mulanya melamun memperhatikan air hujan kini menoleh. Gadis itu segera meluruskan tubuhnya yang mulanya ia senderkan.

"Ada urusan penting." Embun menjawab dingin.

Cakra dibuat sedikit terkejut dengan nada bicara gadis di depannya itu. Jika nada Embun sudah berganti menjadi seperti itu, maka pasti ada suatu masalah yang membuat dia marah.

"Buruan. Enggak perlu basa-basi. Gue bentar lagi ada urusan." Cakrawala melihat jam yang berada di pergelangan tangannya.

Embun menghela napasnya pelan.

"Karina lagi?"

"Kenapa lo bisa mikir dia?" Dari nada bicara Cakrawala terdengar jelas jika laki-laki itu kesal saat Embun menyebut Karina dalam hal ini.

"Biasanya juga gitu, kan? Kamu kan selalu ada waktunya buat Karina. Pagi siang sore malam hanya buat Karina." Embun menjawab malas.

Cakrawala tampak menghela napasnya pelan. "Kenapa emang kalau Karina? Masalah buat lo?" Dia menaikkan alisnya.

"Enggak masalah sama sekali. Cuma mau bilang aja kalau bagus semisal emang kamu mau pergi sama dia. Berarti kamu konsisten dan enggak pernah berubah."

Cakrawala dibuat tidak paham. "Konsisten apa maksud lo?" Dari nada bicara bisa dipastikan laki-laki itu mulai terpancing emosi.

"Konsisten kalau kamu itu emang bajingan sejak dulu sampai detik ini. Lebih tepatnya bajingan yang enggak pernah berubah dan enggak ada niatan buat berubah!" Embun berteriak. Hal itu membuat Cakrawala kaget.

"Maksud lo apa?" Dia tidak terima dicap sebagai bajingan.

Embun tersenyum remeh. "Bisa-bisanya kamu nanya, Cak?" Embun menggelengkan kepalanya. "Kamu enggak punya kaca di rumah? Kamu enggak pernah introspeksi diri kamu sendiri ya?"

"Jangan bertele-tele! Apa maksud lo? Ngomong sekarang!"

"Aku kira semenjak kita tanda tangan surat perjanjian di atas meterai itu kamu bakalan berubah, tapi ternyata kamu malah makin brutal ya, Cak? Semudah itu ternyata kamu khianati janji kamu sendiri. Emang benar kata orang, laki-laki emang enggak bisa dipegang ucapannya!" Embun melayangkan tatapan sinisnya.

Tangan Cakrawala mengepal di dalam saku celananya. Tak lama setelah itu dia tersenyum sinis.

"Emang lo pikir gue bakal berubah? Sampai kapanpun juga gue nggak bakal berubah!" Laki-laki menatap wajah Embun.

CAKRAWALAWhere stories live. Discover now