22. PERUBAHAN DRASTIS

25.3K 1.7K 284
                                    

22. PERUBAHAN DRASTIS

EMBUN tidak bisa berhenti menggelengkan kepalanya sembari tersenyum tipis saat melihat dua kertas yang kini berada di tangannya. Kertas itu adalah sebuah surat perjanjian antara dirinya dan Cakrawala yang tadi laki-laki itu tulis saat keduanya berada di lab bahasa. Satu naskah asli dan satunya lagi fotokopian.

Gadis itu masih dibuat agak tidak percaya dengan ide konyol seorang Cakrawala Manggala itu. Surat yang ditandatangani diatas materai oleh mereka berdua. Embun benar-benar tidak habis pikir.

Dia kini meraih pigura kosong yang berada di almarinya. Gadis itu lalu memasukkan naskah asli surat perjanjian tadi ke dalamnya. Ini adalah barang berharga, jadi patut untuk dilindungi!

Embun terkekeh geli melihat kertas yang kini sudah berada di dalam pigura tersebut. Gadis itu lalu berjalan berniat untuk memasangkan pigura tadi ke dinding. Namun, getaran ponsel membuat gadis itu mengurungkan niatnya dan memilih untuk berjalan mengambil ponselnya.

"Halo? Kenapa, Cak?" Embun bertanya pelan. Dia cukup terkejut tiba-tiba Cakrawala menghubungi dirinya.

"Yang tadi udah lo fotokopi?" Cakrawala bertanya dari sebrang sana.

"Udah. Kenapa emang?"

"Enggak papa, cuma mau tanya. Besok berangkat pagi kita ketemu di lorong lab bahasa lagi buat lo kasih hasil fotokopiannya ke gue."

Embun tertawa pelan. "Lorong lab bahasa lagi? Enggak ada tempat lain apa selain situ?"

Sepertinya lorong lab bahasa memang sengaja dibangun sebagai tempat bertemu antara Embun dan Cakrawala.

"Cuma tempat itu yang paling aman. Apa lo pengen dimana ketemuannya?" Cakrawala bertanya.

"Di situ aja juga enggak papa kok sebenarnya."

"Oke. Berangkat pagi-pagi jangan sampai kesiangan. Gue ogah kalau nunggu lama."

"Iya iya." Embun menjawab. "Ini celengan beneran aku aja yang bawa?"

"Gue lebih percaya sama lo daripada sama diri gue sendiri. Kita cari aman aja, jadi mending lo yang bawa."

Embun tidak bisa menahan tawanya.

"Malam ini gue mau pergi sama sahabat gue." Cakrawala mengabari hal itu membuat Embun terdiam sejenak.

"Mau kemana?"

"Enggak tahu. Paling juga cuma ke rumah Gerhana kalau enggak ke cafe."

"Oh oke." Jawaban Embun terdengar seperti tidak ikhlas.

"Lo kasih izin enggak?" Cakrawala bertanya guna memastikan. Jika Embun tidak mengizinkan, mungkin dia akan mengurungkan niatnya untuk pergi.

Embun terdiam sesaat.

"Karina ikut sama kamu?"

"Enggak. Ini cuma gue sama sahabat gue doang."

"Ya udah hati-hati." Embun sudah berniat akan menutup sambungan teleponnya.

"Kalau enggak lo izinin, gue enggak bakal pergi."

"Pergi aja, Cak, enggak papa. Cuma sama sahabat kamu doang, kan?"

Cakrawala mengangguk di seberang sana. "Iya. Tenang aja, enggak bakal ada Karina."

Embun tersenyum tipis. "Iya. Aku tutup teleponnya ya? Aku mau siapin celengan buat nampung denda yang palingan sebentar lagi bakal ada isinya kalau kamu bohong."

"Gue kali ini beneran enggak bohong, Embun. Gue cuma sama sahabat gue. Kalau enggak lo enggak izinin, gue enggak bakal pergi karena gue lagi enggak ada niatan buat bayar denda." Cakrawala tampak tertawa pelan di seberang sana. Laki-laki itu juga masih tidak paham dengan dirinya yang tiba-tiba memiliki ide untuk membuat surat perjanjian itu.

CAKRAWALAWhere stories live. Discover now