45. USAI

46.4K 2.5K 253
                                    

45. USAI

TEMPAT yang digunakan sebagai peristirahatan terakhir kini Cakrawala datangi. Dengan balutan hoodie berwarna hitam, dia melangkah menuju makam salah satu orang yang berpengaruh dalam hidupnya. Dia tidak sendirian, ada Embun yang kini berada di sebelahnya.

Pria itu melepas kaca mata hitam yang mulanya bertengger di hidungnya. Tangannya kini bergerak untuk mengelus nisan yang berada tepat di depannya itu. Nama Karina Arlodia tertulis di sana.

Cakrawala diam beberapa saat mencerna ini semua. Dia masih tidak menyangka jika gadis itu telah pergi untuk selamanya. Menghela napasnya pelan, ucapan pelan akhirnya keluar dari mulut Cakrawala Manggala.

"Sekarang udah enggak sakit lagi, kan, Rin?" Cakrawala bertanya pelan. Tangannya tak berhenti mengelus nisan tersebut. Kepalanya kini menunduk menatap gundukan tanah yang dipenuhi dengan bunga mawar.

"Kenapa selama ini enggak pernah cerita sih, Rin?" Pria itu berkata lirih. "Kenapa lo pendam ini sendirian? Kenapa lo enggak kasih tahu alasan lo sebenarnya? Kenapa lo enggak bilang kalau lo punya penyakit parah?"

Tangan Embun kini bergerak untuk mengelus pundak Cakra seakan menenangkan pria itu. Cakrawala terlihat benar-benar hancur karena dia tidak bisa melihat Karin untuk yang terakhir kalinya. Dia bahkan belum sempat berbicara lagi dengan gadis itu setelah kejahatan Karina terbongkar saat di kantin.

Karina yang kala itu lebih memilih pindah sekolah ternyata menyimpan ribuan rahasia. Tentang penyakit yang menggerogoti tubuhnya dan juga harapan terakhir dalam hidupnya.

Cakrawala yang sempat mengalami koma selama satu bulan tentunya benar-benar terkejut kala mendengar gadis itu telah pergi untuk selamanya. Dia benar-benar menyesal sejadi-jadinya karena tidak bangun kala Karina menjenguknya.

"Gue minta maaf, Rin, udah kasar ke lo waktu di kantin. Gue udah jahat ya sama lo? Maafin gue ya. Maaf gue enggak bisa bantu kabulin permintaan terakhir lo buat dapatin kakak gue. Tapi seenggaknya gue senang karena waktu itu gue ada di samping lo saat lo lagi butuh. Ya walaupun posisinya di situ gue terpaksa, tapi saat ini gue ngerasa seneng karena pernah ada buat lo." Cakrawala kembali membuka suaranya.

Laki-laki itu lalu terdiam cukup lama kala kepingan memori saat dia masih bersama Karina kini tiba-tiba menghantam otaknya. Senyuman manis Karina bahkan masih dia ingat.

Karina, dia sebenarnya gadis yang baik. Gadis itu hanya ingin bahagia di sisa hidupnya. Namun sayangnya, cara yang diambil oleh gadis itu benar-benar salah. Dia menyakiti banyak orang demi mendapatkan yang dia mau.

"Tenang-tenang di sana ya, Karin. Lo udah enggak ngerasa sakit lagi, kan? Sekarang lo udah enggak perlu bolak balik ke rumah sakit lagi. Lo sekarang udah tidur tenang." Cakrawala menatap nisan itu.

"Gue udah ikhlasin kepergian lo. Tenang di sana ya. Tenang aja, gue bakal sering jenguk lo ke sini." Senyuman manis terukir di wajah Cakrawala Manggala. Laki-laki itu kini terlihat menaruh bunga mawar merah di atas makam Karina sebelum akhirnya dia berdiri dari posisi jongkoknya.

"Ayo." Cakra mengulurkan tangannya kepada Embun. Embun tersenyum tipis. Gadis itu lalu menyambut uluran tangan Cakra.

Mereka berdua kini berjalan bersisian meninggalkan area pemakaman dengan tangan yang saling bertautan.

"Mau pergi ke mana hari ini?" Cakrawala bertanya saat keduanya kini sudah berada di samping motor milik pria itu. Tangannya kini bergerak mengambil helm untuk Embun dan bersiap memakaikannya.

"Aku ngikut aja." Embun menjawab sembari tersenyum manis. Sudut bibir Cakra tidak tahan untuk tidak tertarik ke atas setelah melihat senyuman manis yang kini tercetak di wajah Embun.

CAKRAWALAWhere stories live. Discover now