21. SURAT PERJANJIAN

21.7K 1.8K 493
                                    

21. SURAT PERJANJIAN

EMBUN kini menatap gelang hitam yang melingkar di pergelangan tangannya. Gadis itu masih dibuat tidak percaya dengan semua ini. Pikirannya terbayang kejadian saat Cakrawala memasangkan gelang ini untuknya. Dia masih bertanya satu hal, apakah itu tadi nyata?

Perempuan mana yang tidak terbawa perasaan jika diperlakukan demikian? Untuk saat ini, bolehkah Embun menaruh harapan lebih?

Embun menggelengkan kepalanya mengusir bayang-bayang Cakrawala Manggala dari pikirannya. Gadis itu lalu melepaskan gelang pemberian dari Cakrawala. Dia sudah memantapkan tekadnya untuk tidak terlalu berharap.

Belajar dari pengalaman sebelumnya, kini dia sudah kapok berekspektasi lebih kepada Cakrawala.

Gadis itu menaruh gelang pemberian Cakrawala tadi di sakunya. Dia lalu kembali menikmati bekalnya setelah kembali ke kesadarannya.

"Tumben balik ke kelas, Rin?" Embun mengerutkan keningnya heran saat melihat Karina yang datang di kelas. Pasalnya, gadis itu biasanya lebih memilih untuk menghabiskan makanannya di kantin.

Karina terlihat menghela napasnya. "Cakrawala enggak ke kantin. Jadi aku mendingan balik ke kelas aja." Karina kini duduk di bangkunya.

Embun mengangguk paham. Gadis itu lalu kembali memfokuskan pandangannya pada bekal yang berada di depannya.

"Oh iya, Mbun, yang lagi dekat sama Rajendra si anak bahasa itu namanya siapa?" Karina bertanya penasaran. Gadis itu kini sedang memakan rotinya.

"Lintang Senjana."

Karina mengerucut sebal jika teringat tentang Rajendra yang sudah menaruh hati pada gadis bernama Lintang itu. Nama Lintang memang cukup populer di sekolah. Gadis itu adalah pengurus mading sekolah dan juga anak PMR yang terkadang membantu mengobati siswa yang terluka atau sedang sakit. Karina cukup mengenalnya.

"Tadi aku lihat dia di kantin sama Rajendra. Gila! Panas banget hatiku rasanya. Mau protes juga enggak bisa karena aku juga bukan siapa-siapanya Rajendra, tapi mau ikhlas juga susah!" Karina menggigit rotinya cepat.

Embun hanya bisa terkekeh pelan. Karina memang sangat mengidolakan seorang Rajendra Anantadewa, dan melihat Rajendra kini sudah ada gebetan sangat-sangat membuat gadis itu patah hati berat.

"Ikhlasin aja, Rin. Kalau kamu suka sama Rajendra, harusnya kamu bisa hargai apapun yang dia suka. Ingat kamu cuma sekadar fans aja enggak lebih." Embun berkata setelah menelan nasinya.

Karina hanya bisa menghela napasnya pelan. "Iya, Embun. Aku paham, tapi itu berat tahu!"

Embun tersenyum tipis. Gadis itu kini menutup bekalnya setelah selesai meneguk air mineral dalam botol.

"Eh, Mbun, tahu enggak, tadi di kantin ramai banget gara-gara aksinya Khatulistiwa sama sahabatnya itu."

Embun mengerutkan keningnya. "Kenapa emangnya mereka?"

"Biasalah bikin gaduh. Mereka berempat itu kayaknya enggak bisa kalau cuma duduk manis sambil makan gitu. Tiap hari pasti ada aja ulahnya di kantin. Tadi aja satu kantin sampai dibuat kaget karena si Khatulistiwa tiba-tiba nyanyi buat di Kinan."

"Oh ya?" Embun terkekeh pelan mendengar cerita itu.

Karina mengangguk mantap. "Iya tahu! Dia nyanyiin Kinan lagunya Payung Teduh yang judulnya Akad. Enggak ada angin enggak ada hujan itu anak tiba-tiba rebut gitarnya si Rama terus nyanyi buat Kinan. Gila si Savana langsung cabut dari kantin karena enggak kuat lihat si Khatulistiwa nyanyi buat orang lain."

Karina sedikit mengingat peristiwa di kantin tadi saat Khatulistiwa menyanyikan lagu untuk kekasih yang bernama Kinanti Sekar itu. Tindakan laki-laki itu tentu membuat banyak pasang mata langsung menolehkan kepalanya.

CAKRAWALAWhere stories live. Discover now