43. MEREGANG NYAWA

26.4K 2.4K 1.3K
                                    

43. MEREGANG NYAWA

EMBUN kini baru saja sampai di rumahnya setelah beberapa menit yang lalu menghabiskan waktunya di makam untuk mengunjungi kedua orang tuanya yang telah tiada. Ini adalah hari dimana dia dilahirkan ke dunia dan tentunya momen ini hanya akan terulang satu tahun sekali.

Gadis itu kini terlihat melangkahkan kakinya menuju kamarnya dan segera melepaskan dasi, sepatu, dan yang lainnya. Saat sedang melepaskan ikatan tali sepatu, matanya tak sengaja menatap gelang hitam yang melingkar di pergelangan tangannya. Gelang dari Cakra. Gelang sederhana namun begitu bermakna.

Embun menegakkan tubuhnya dan kini mengamati gelang itu. Entah mengapa tiba-tiba dia merasa sedih jika melihat gelang itu. Apalagi saat mengingat kata-kata yang diucapkan Cakra tadi. Dia serasa ingin menangis saat mengingat dekapan hangat Cakrawala Manggala.

Saat laki-laki itu berkata jika ini adalah hadiah terakhir yang akan dia berikan untuknya, mengapa tiba-tiba Embun merasa ada makna terselebung dari kalimat itu?

Menggelengkan kepalanya pelan, Embun berusaha menghalau pikiran-pikiran buruk yang kini memenuhi otaknya. Tubuhnya benar-benar terasa lelah hingga membuatnya memikirkan hal-hal negatif. Tidak ada angin dan tidak ada hujan, namun kini hatinya benar-benar merasa begitu resah.

Gadis itu melangkahkan kakinya menuju kamar mandi untuk menyegarkan otaknya. Tak membutuhkan waktu lama, dengan balutan celana kain dan sweater tebal, dia kini berjalan menuju dapur karena tenggorokannya terasa begitu kering.

Ponselnya bergetar. Nama Caraka Manggala terpampang di sana. Embun langsung menaruh gelasnya lalu mengambil ponsel yang berada tidak jauh dari sana. Gadis itu kini terlihat sedang menempelkan ponselnya ke telinga.

"Halo. Kenapa Kak?" Embun membuka suaranya bertanya kepada Caraka yang berada di seberang sana.

Dalam hatinya, dia bertanya-tanya mengapa tumben sekali kakak dari Cakra itu menghubunginya? Apakah terjadi sesuatu?

"Cakra kecelakaan. Dia kritis." Caraka berucap tanpa basa-basi lagi.

Mata Embun langsung melebar. Lututnya langsung benar-benar terasa lemas. Tangannya memegang tepi meja untuk dia jadikan tumpuan agar tidak jatuh setelah mendengar kabar itu.

"Kak jangan bohong! Aku tadi baru aja ketemu sama Cakra. Dia sehat-sehat aja dan kasih aku hadiah ulang tahun." Embun tidak mempercayai ucapan Caraka. Tidak mungkin saat ini Cakra kritis. Laki-laki itu tadi terlihat baik-baik saja saat bersamanya.

Tidak mungkin!

Dari tempatnya berdiri, Caraka kini terlihat mengusap wajahnya kasar. Dia sangat-sangat maklum jika Embun tidak percaya. Karena sampai detik ini juga dia tidak percaya jika adiknya kini sedang berjuang melawan kematian.

"Embun gue enggak bohong." Caraka berucap lirih. "Buruan sini ke rumah sakit. Gue share lokasinya." Laki-laki itu langsung mematikan sambungan teleponnya karena dia tidak kuat jika harus mendengar suara Embun yang bergetar karena menangis.

Melihat lokasi yang dikirimkan oleh Caraka, tanpa aba-aba lagi kini Embun berlari cepat menuju kamar guna memakai jaket dan juga sepatu. Dia sama sekali tidak memedulikan penampilannya saat ini bagaimana. Pikirannya kacau. Gadis itu mengambil tas dan menaruh ponselnya di sana. Embun langsung berlari cepat keluar dari kamar setelah semuanya selesai. Tak lama setelah itu, dia kini mengunci pintu rumah dan berdiri di depan gerbang menunggu ojek online yang dia pesan datang.

Embun benar-benar panik saat ini. Dia berjalan mondar-mandir sembari menggigit sendiri. Hatinya begitu resah membayangkan apa yang saat ini terjadi dengan Cakrawala. Laki-laki itu, apakah dia baik-baik saja saat ini?

CAKRAWALAWhere stories live. Discover now