24. DENDA PERTAMA

18.3K 1.7K 287
                                    

24. DENDA PERTAMA

MELANGKAH dengan gaya dinginnya yang khas, Cakrawala Manggala kini berjalan menuju kelas XI IPA 1. Tujuannya tentunya tak lain dan tak bukan adalah untuk menemui Karina. Gadis itu sedari tadi mengirimkan pesan kepadanya yang isinya tidak jauh-jauh dari mengajak dirinya untuk makan bersama di kantin.

Bel pertanda jam istirahat sudah dibunyikan semenjak beberapa menit yang lalu. Para murid tentunya sudah berbondong-bondong meninggalkan area kelas dan menghabiskan waktunya di kantin. Para sahabat dari Cakrawala sendiri kini juga sudah berada di sana sepertinya.

Pintu kelas XI IPA 1 masih tertutup. Hal ini berarti guru yang mengajar belum keluar. Laki-laki itu lalu mengintip dari jendela. Dan benar saja dugaannya. Bu Lina sedang menjelaskan di sana.

Cakrawala tersenyum tipis dari balik jendela. Laki-laki itu kini menatap punggung Karina dari sana. Gadis itu tampak menopang dagunya dengan tangan kanannya. Bisa dipastikan bahwa dia pasti sudah kesal dan ingin keluar.

"Cak? Si Karin belum keluar?" Suara itu mengangetkan dirinya. Cakrawala sontak menolehkan kepalanya dan matanya langsung melihat sosok Savana Kencana di sana. Gadis itu kini berdiri di sebelahnya.

"Belum." Dia menjawab singkat.

Savana terlihat mengangguk paham. Dia dan Cakrawala memang bisa dikatakan tidak terlalu akrab. Mengobrol berdua saja jarang mereka lakukan.

"Lo beneran mau serius enggak sebenarnya dan sahabat gue? Kapan lo mau ungkapin cinta ke Karina?" Pertanyaan Savana langsung membuat Cakrawala menaikkan alisnya bingung.

"Kenapa emangnya lo tanya kayak gitu?"

Savana tampak menghela napasnya. "Lo dekat sama dia udah lama, dan gue bisa lihat kalau Karina sayang banget sama lo. Apa jangan-jangan lo mau jadi kayak Khatulistiwa yang kerjaannya cuma kasih harapan palsu ke cewek?" Savana bertanya.

"Mendingan lo jangan ikut campur urusan gue. Urusi aja urusan hubungan lo sendiri. Hubungan gue sama Karina biar kita yang urus. Jangan biasain ikut campur urusan orang. Dan gue harap jangan pernah samakan gue sama si Khatulistiwa bangsat itu."

"Gue cuma enggak mau sahabat gue jadi korban ghosting kayak gue. Gue beneran udah enggak bisa percaya lagi sama cowok setelah Khatulistiwa tinggalin gue."

"Hm." Cakrawala menjawab acuh.
Rasanya malas sekali berbicara dengan gadis di sebelahnya itu.

Savana itu masuk ke dalam kategori siswi yang cukup populer dan mempunyai banyak musuh di sekolah ini. Melabrak adalah hobinya. Entah itu adik kelas ataupun kakak kelas sekalipun, dia sama sekali tidak mempunyai rasa takut. Siapa yang sudah mengusik Khatulistiwa-nya maka siap-siap saja dia bantai.

Sifat Savana yang seperti itu tak jarang membuat teman satu angkatan malas dengannya. Violet dan Aurora sendiri bahkan kerap memaki gadis sok-sokan itu.

"Gue serius, Cak. Awas aja kalau lo cuma jadiin Karina mainan. Lo tahu, kan, apa yang bakal terjadi kalau sampai lo lakuin itu?"

Cakrawala menaikkan alisnya menantang gadis itu. "Emangnya apa yang bakal terjadi?"

Belum sempat Savana menjawab, guru yang mengajar di kelas XI IPA 1 sudah keluar. Cakrawala dan Savana tersenyum sopan lalu segera masuk ke kelas itu guna menemui Karina.

Kedatangan mereka berdua langsung membuat banyak pasang mata melihat. Banyak murid yang langsung meninggalkan kelas dan berjalan menuju kantin menghindari tatapan mematikan Cakrawala Manggala dan Savana Kencana.

Embun mengerutkan keningnya melihat keduanya yang kini berjalan menghampiri Karina. Dua orang itu sudah seperti pengawal pribadi saja untuk Karina.

CAKRAWALAWhere stories live. Discover now