33. HANCUR

31.1K 3.1K 4.8K
                                    

33. HANCUR

MATA indahnya mengerjap pelan. Jari lentiknya bergerak untuk memijit keningnya yang terasa begitu nyeri. Bau obat-obatan khas rumah sakit langsung menyerbu indera penciumannya. Kepalanya terasa pening dan tubuhnya serasa begitu remuk.

"Minum dulu." Suara itu membuat Embun menoleh. Terlihat Khatulistiwa yang kini duduk di sebelahnya. Laki-laki yang membalut tubuh bagian atasnya dengan kaos hitam pendek itu kini menyodorkan air putih kepada Embun.

Khatulistiwa membantu Embun untuk duduk dan menyenderkan punggungnya ke sandaran kasus rumah sakit ini. Laki-laki itu juga membantu memegangi gelas yang berisi air putih tadi.

"Ada yang pusing? Atau ada yang perih?" Khatulistiwa bertanya.

Embun menjawab dengan gelengan pelan. Untuk bicara rasanya benar-benar begitu lemas.

Khatulistiwa menghela napasnya pelan. Laki-laki itu berdiri dan berjalan untuk mengembalikan gelas tadi ke meja.

Pintu ruangan tempat Embun dirawat terbuka. Terlihat sosok Kinan yang kini membawa kantong kresek putih di tangannya. Mata gadis itu melebar kala melihat Embun yang ternyata sudah siuman dari pingsannya.

Dia melangkahkan kakinya cepat dan duduk di bangku yang berada di sebelah Embun. Tangannya bergerak untuk memegang tangan Embun.

"Ada yang sakit?" Pertanyaan itu yang pertama muncul dari mulut Kinan.

Embun menggeleng. "Kenapa kamu di sini, Nan? Bukannya masih pelajaran?" Embun bertanya pelan.

Kinan menatap Embun dalam. Tampak wajah frustasi bercampur cemas di sana. "Gue khawatir sama lo, Embun. Tubuh lo sampai kayak gini. Terus lo tadi juga sampai pingsan. Gue sama Khatulistiwa langsung bawa lo ke rumah sakit waktu Lintang bilang kalau lo butuh perawatan yang lebih lanjut."

Tadi setelah Lintang berkata jika keadaan Embun sudah sangat memperihatinkan dan membutuhkan perawatan lebih, semua yang berada di situ langsung panik seketika. Khatulistiwa yang kebetulan hari ini membawa mobil, langsung berlari ke parkiran dan mengambil mobilnya. Laki-laki itu yang membawa Embun sampai di tempat ini.

Dia sebenarnya sudah melarang Kinan untuk ikut karena tidak ingin jika gadis itu membolos pelajaran, namun Kinan tetaplah Kinan si anak keras kepala. Gadis itu nekat ikut karena benar-benar khawatir dengan keadaan Embun.

Sepasang kekasih itu akhirnya yang kini berada di ruangan ini menemani Embun yang baru beberapa saat yang lalu siuman dari pingsannya.

"Siapa yang udah lakuin ini ke lo, Mbun?" Khatulistiwa bertanya. Laki-laki itu duduk di samping Kinan.

"Aku enggak kenal mereka siapa." Embun menjawab pelan.

"Lo tahu dalang dibalik semua ini?" Kinan kini ikut bertanya.

Embun hanya bisa menggeleng. Dia benar-benar tidak tahu siapa yang sudah merencanakan ini semua. Savana atau siapa? Kepalanya langsung berasa bertambah pusing jika mengingat kejadian mengerikan di toilet tadi.

"Ini ada sangkut pautnya sama hubungan lo sama Cakra?" Kinan kembali membuka suara menginvestigasi Embun.

"Kemungkinan besar iya. Orang-orang yang tadi siram dan tendang aku, maki-maki dan tuduh aku yang enggak benar." Napas Embun terasa tercekat kala menceritakan hal itu. "Mereka tuduh aku selingkuhannya Cakra, padahal itu enggak benar." Mata Embun terlihat berkaca-kaca.

Kinan mengelus lengan gadis itu untuk menenangkannya.

"Tenang ya, gue pasti cari dalang di balik ini semua." Gadis itu berkata kepada Embun.

CAKRAWALAWhere stories live. Discover now