xxxviii. receiving and giving

11.6K 1K 328
                                    

Ada yang spesial dari Zhe di chapter ini, yang kalian tunggu-tunggu. Dibaca sampai tuntas jangan di skip karena ini termasuk chapter favorit Zhe!

Jangan lupa untuk vote dan kirim pendapat kalian karena selalu aku nantikan dan aku baca.

10 Desember.

"We had a fight."

"Same old?"

Gianna mengangguk pelan kemudian memiringkan kepalanya ke samping untuk melihat jarum jam, rutin yang biasanya ia lakukan sembari menghitung gerakan detik di jam, mengkalkulasikan kapan sesi ini selesai dan ia bisa memakan sandwich tuna favoritnya di kafetaria rumah sakit lalu bergerumul di kasur seharian.

Badan dan kepalanya lagi-lagi terasa panas.

"Aku melakukannya, aku mengkonfrontasinya." Ucap Gianna sembari menguliti kulit kering di ujung jari tangannya. Ia mengetuk sol sepatunya di lantai hingga menemani suara angin yang keluar dari pemanas ruangan.

"Lalu bagaimana responsnya? Apa kau merasa lebih tenang setelahnya?" Tanya Mary.

Gianna memeluk diri sendiri sembari mengelus pundaknya dan sesekali menepuk pelan—sebuah gerakan yang Mary ajarkan agar ia tetap tenang dan mampu berbicara ketika merasa tersendat atau berat untuk menyampaikannya.

"Awalnya kita baik-baik saja namun sedikit membelot setelah aku mengatakan poin masalahnya, niatku untuk mengajaknya berpisah tapi Dia tidak kooperatif. Dia tidak mudah menerimanya dan aku memutuskan berhenti bicara soal itu."

"Dan bagaimana denganmu setelah menyampaikan isi hatimu?"

"Berat tapi sedikit lega, setidaknya Dia tahu, sekadarnya Dia tahu dan punya empati untuk mengerti keadaanku." Walaupun terdengar mustahil, dia harap hati Elias lama-lama luluh.

Mary mengangguk maklum, "good—good to hear that. Aku tahu ini terdengar tidak baik disampaikan di pertengahan sesi kita tapi saranku adalah kalian berdua ke konseling hubungan dan keluarga di rumah sakit atau nama yang pernah aku kasih di sesi terakhir kita, namanya Melissa, dia rekan kerjaku. Itu alternatif terbaik untuk kalian berdua jika memungkinkan."

Mary dapat menangkap kesungkanan gadis itu untuk bertindak dan mengkonsiderasikan konseling hubungan. Apalagi reaksi tubuhnya yang sangat jelas meradiasikan keraguannya.

"Ini sesi terakhir kita Gianna." Timpalnya. Terlihat prihatin dengan kondisi gadis itu yang tidak membaik dan minimnya progress setelah berbulan-bulan, mereka selalu berputar-putar walaupun Mary berusaha untuk mencapai tujuan yang sudah ditentukan di awal.

Gianna mengangguk mengerti, ia akhirnya menaikkan kepala dan menelan saliva sebelum menatap psikiaternya. "Aku... Aku harus jujur Mary."

"Ada apa?"

"Dia—uhm—Sebenarnya aku... simpanannya, jadi aku pikir melakukan konseling bukan opsi terbaik untuk hubungan ini, bukan?" Ucapnya masam, menyembur kerahasiaan sucinya ke orang lain.

Gianna mengelus tengkuknya dan bersandar di sofa. Ia menatap langit-langit ruangan dan tidak membalas atensi Mary kepadanya. Ia takut wanita itu malah memandangnya rendah dan persepsinya terhadap Gianna berubah. "Realistis saja, setelah menyetujui hubungan ini, aku seharusnya tau resiko apa yang dihadapi. Aku tidak tahu apa aku dengan mudah menyetujuinya, apa dia memaksaku untuk menerimanya, atau ini berjalan selama hampir delapan tahun atas kemauan masing-masing."

"Aku tidak punya hubungan apa-apa..." Bisiknya pelan di akhir kata, namun terdengar lantang dalam maknanya.

"I-I'm very sorry..." Bisik Gianna lemah. Terasa putus asa dan menggambarkan nada mengecewakan orang lain. Mary menggeleng menenangkan Gianna, ia menepuk pahanya sembari mengkalkulasikan sikap Gianna.

Whore-ComplexWhere stories live. Discover now