dua puluh empat

103 16 35
                                    

DUA PULUH EMPAT - KEMARAHAN

"Ganti baju, siap-siap. Kita pergi."

Alea berhenti di depan pintu kamar lalu menatap Reya bingung. "Mau ke mana, Kak?"

"Kepo!" sahut Reya sambil berlari masuk ke kamarnya.

Alea menggeleng heran. Namun, ia tetap masuk ke kamar dan buru-buru mengganti bajunya. Karena Reya pasti akan marah lagi jika ia belum siap.

Setelah mengganti baju dan bersiap, ia memberi makan Holly dan membuka pintu kamar.

Alea terlonjak kaget saat Reya berdiri di depan pintu.

"Kak, kenapa berdiri di depan pintu sih. Ngagetin tahu!"

"Lama lo."

"Ya kan kasih makan Holly dulu."

Reya mengangguk lalu berjalan mendahului Alea. Alea berpamitan pada Friska lalu mengejar laki-laki itu.

"Buru-buru banget. Ada apa sih emangnya, Kak?" tanya Alea.

Reya menatap Alea. Laki-laki itu mencondongkan tubuhnya membuat Alea menutup mata karena kaget sekaligus gugup. Laki-laki itu menarik sabuk pengaman di sisi Alea lalu memasangkannya.

Setelah itu, Reya segera menginjak gas membelah jalanan yang cukup padat.

Alea hanya bisa bertanya dalam hati. Ia sudah menyerah untuk bertanya pada Reya. Karena laki-laki itu pasti tidak akan memberi tahunya. Mungkin saja Reya akan mengajaknya ke rumah Dinda lagi.

...

Alea turun dari mobil lalu berjalan bersisian dengan Reya.

"Kak, jangan cepet-cepet jalannya!" protes Alea lalu menarik tangan Reya dan melingkarkan tangannya di lengan Reya.

Reya melirik tangan Alea sekilas lalu kembali melihat ke depan.

Langkah Reya dan Alea terhenti di depan bioskop.

"Kita mau nonton ya?" tanya Alea senang.

"Mau numpang mandi."

Alea mengernyit. "Kenapa numpang? Kan di rumah airnya nggak mati, Kak?"

Reya memijit pelipisnya. "Ya mau nonton. Gitu aja tanya."

Alea tersenyum geli. Ternyata Reya benar-benar menepati janjinya ketika ia menyuruhnya pulang kemarin.

"Nonton apa?" tanya Reya.

"Aku yang pilih?"

Reya mengangguk.

Alea menyebutkan film yang akan mereka tonton ke petugas bioskop.

"Maaf, Kak. Ini filmnya untuk tujuh belas tahun ke atas."

Alea mendelik sebal. "Mbak, saya udah tujuh belas! Saya udah punya KTP!"

Reya menahan tawanya.

Petugas bioskop itu tertawa canggung. "Maaf, Kak. Saya kira masih SMP."

Alea mendengkus sebal. Namun, kekesalannya perlahan hilang karena melihat Reya yang sedang menahan tawa.

...

"Kak, itu kenapa wajahnya bisa gitu ya?"

"Cara make upnya gimana ya kira-kira?"

"Akting kayak gitu susah nggak ya?"

"Aku pengin deh jadi artis. Bisa meranin tokoh apa aj—"

Cup.

Mata Alea terbelalak ketika Reya tiba-tiba mengecup bibirnya sekilas. Tubuhnya membeku seketika.

Alea & ReyaWo Geschichten leben. Entdecke jetzt