empat puluh tiga

81 8 2
                                    

EMPAT PULUH TIGA – PERASAAN ITU LAGI
           
Alea mengambil ponselnya sembari mengeringkan rambut. Ada satu pesan masuk dari Reya yang dikirimnya sekitar sepuluh menit yang lalu.

 Ada satu pesan masuk dari Reya yang dikirimnya sekitar sepuluh menit yang lalu

Rất tiếc! Hình ảnh này không tuân theo hướng dẫn nội dung. Để tiếp tục đăng tải, vui lòng xóa hoặc tải lên một hình ảnh khác.

Alea terbelalak membaca pesan dari Reya. Ia buru-buru mengembalikan handuknya lalu duduk di pinggiran kasur dengan panik. Gadis itu sibuk menyiapkan kata-kata yang harus ia ucapkan pada Reya karena ia berjanji akan menceritakan semuanya setelah Reya selesai Ujian Nasional.

Belum sempat berpikir lebih lanjut, ketukan terdengar dari pintu rumah Alea. Setelah menggerutu pelan karena Reya begitu cepat tiba, gadis itu buru-buru berlari. Ia berhenti beberapa saat di balik pintu, mengatur napas, lalu akhirnya membukakan pintu untuk Reya.
           
"Hai, Kak ... gimana ujiannya?" sapa Alea dengan senyum cerah.
           
Reya tersenyum lalu merangkul Alea sambil berjalan ke dalam. "Ya gitu deh..."
           
"Susah?" tanya Alea. Gadis itu mendongak menatap laki-laki berseragam SMA di sebelahnya yang jauh lebih tinggi darinya.
           
"Lumayan..."
           
"Ya udah, Kak Reya duduk dulu. Aya ambilin minum dulu ya..."
           
Tangan Reya yang masih merangkul pundak Alea segera menahan tubuh gadis itu hingga terduduk di sebelahnya. "Nanti aja. Gue belum haus."
           
Alea menuruti perkataan Reya. Ia bersandar ke belakang. Badannya terlonjak pelan saat Reya tiba-tiba membaringkan kepalanya di paha Alea. "Gue ngantuk banget ... tadi malam cuma tidur sebentar," tukas Reya tanpa ditanya.
           
Alea hanya mengangguk, membiarkan Reya memejamkan matanya. Gadis itu memandangi wajah Reya yang mulai terlihat damai. Ia memandangi alis Reya yang tebal, bulu matanya yang lentik –yang membuat Alea iri-, hidungnya yang mancung. Tangan Alea perlahan terangkat untuk mengusap wajah Reya. Ia tersenyum tipis melihat wajah Reya yang sangat tenang saat tertidur. Namun, tiba-tiba ponsel laki-laki itu berdering membuat pemiliknya terbangun.
           
Alea langsung berpura-pura membetulkan rambutnya diiringi tersenyum canggung.
           
"Bentar ya, gue terima telepon dulu."
           
Alea mengangguk. "Aku buatin minum dulu."
           
Reya mengangguk. Ia menyandarkan tubuhnya sembari menjawab telepon. Sementara Alea berjalan ke dapur.
           
"Aduh ... gue harus ngomong apa ya ke Kak Reya? Dia bahas lagi nggak ya?" gumam Alea sambil menuangkan jus jeruk dingin ke gelas. Setelah itu, ia kembali berjalan ke ruang keluarga. Ia menatap Reya penasaran saat laki-laki itu sedang berbicara di telepon dengan serius.
           
"Siapa?" bisik Alea sambil meletakkan jus jeruk di meja.
           
Reya menggeleng lalu mematikan telepon. "Kayaknya kita ngobrol besok-besok lagi aja ya."
           
"Kenapa, Kak?" Alea kembali duduk di samping Reya, menatap laki-laki itu bingung.
           
"Ini perawatnya Dinda bilang kalau traumanya kambuh lagi. Gue harus ke sana sekarang."
           
Alea mengangguk samar. Ia memaksakan sebuah senyuman di hadapan laki-laki itu. "Ya udah, enggak apa-apa."
           
"Ya udah, gue pergi sekarang ya..."
           
Alea menahan tangan Reya. "Minum dulu, Kak."    
           
Reya menepis tangan Alea. "Buat lo aja," sahut laki-laki itu sambil berjalan cepat ke luar.
           
Alea menatap kepergian Reya dengan nanar. Ia mengambil gelas jus jeruk di meja lalu meneguknya pelan. Samar-samar ia mendengar suara motor Reya menjauh. Gadis itu menghela napas pelan.
           
"Dinda emang selalu jadi yang pertama. Lo nggak boleh marah, Ya..." gumamnya pelan. Harusnya ia merasa lega karena tidak harus bercerita pada Reya hari ini, namun hati kecilnya merasa sakit ketika Reya pergi begitu saja, bahkan menepis tangannya tanpa menatapnya lagi. Alea sungguh memaklumi bahwa Dinda mengalami gangguan mental, tapi dia juga butuh Reya di sisinya.
           
Alea menoleh ke bawah melihat tas Reya yang tertinggal. "Buru-buru banget, tasnya sampai ketinggalan," gumamnya lagi sambil memindahkan tas Reya ke sofa.

Alea & ReyaNơi câu chuyện tồn tại. Hãy khám phá bây giờ