lima puluh dua

66 11 3
                                    

LIMA PULUH DUA – KETAKUTAN TERBESAR
           
Alea masih setia duduk di depan jendelanya yang menghadap ke gedung-gedung tinggi sejak hampir satu jam lalu.
           
Setelah mengantar Alea pulang, Reya langsung pergi.

Perasaannya menjadi tidak karuan setelah bertemu Reya kembali. Alea menyimpulkan bahwa mereka memang sudah benar-benar selesai karena Reya juga sama sekali tidak membahas masa lalu mereka dan dia juga tidak mengharapkan Reya akan membahas hal itu. Namun, entah kenapa perasaannya menjadi aneh setelah bertemu laki-laki itu.

Alea sendiri tidak tahu apa yang sebenarnya dari tadi ia pikirkan. Semuanya terasa tiba-tiba dan mengagetkan untuk ia yang sebenarnya masih tidak tahu kapan bisa siap bertemu dengan masa lalunya lagi.
           
Berselang beberapa saat, terdengar ketukan di pintu kamarnya. Ia berdiri lalu membuka pintu.
           
"Lho, kamu belum mandi, Ya? Baru pulang?" tanya Inna yang melihat Alea masih mengenakan seragam kerjanya.
           
"Enggak, udah pulang dari tadi kok, Tan. Cuma agak capek jadi istirahat dulu, habis ini mau mandi."
           
Wajah Inna berubah cemas. "Restoran ramai ya? Kamu kalau capek izin aja dulu, Ya."
           
"Enggak apa-apa kok, Tante. Cuma capek sedikit."
           
"Ya udah, buruan mandi sana, habis itu istirahat. Kamu udah makan belum?"
           
"Udah kok, Tan. Itu udah aku buatin makan juga buat Tante."
           
"Oke, makasih ya. Tante juga mau mandi dulu."
           
"Iya, selamat istirahat, Tante..." Alea kemudian menutup pintu kamarnya setelah itu menutup jendela dan masuk ke kamar mandi.

...
           
Selesai mandi, Alea berjalan ke pantri untuk membuat susu stroberi hangat kemudian kembali ke kamar.
           
Ia kembali duduk di depan jendela sambil meminum susu hangatnya ditemani Holly yang kini duduk di pangkuannya. Gadis itu meraih ponselnya, dan untuk pertama kalinya dalam empat tahun terakhir, ia membuka akun sosial media milik Reya dan membuka blokirannya.
           
Tak banyak yang berubah dari sosial media laki-laki itu, hanya ada beberapa foto yang ia unggah, salah satunya adalah foto kelulusannya.
           
Alea mematikan ponselnya lalu kembali menatap gedung-gedung dan jalanan dengan pikiran yang kosong sampai ia akhirnya mengantuk.

...
           
"Kemarin lo ketemu Reya?" tanya Ranti.
           
Alea mengangguk. "Itu siaga satu yang lo maksud ya, Kak?"
           
Ranti tertawa. "Iya. Kaget gue tiba-tiba dia ada di depan resto."
           
"Gue juga kaget. Apa lagi lo ngechat begitu, gue tambah kaget."
           
"Terus kalian ngobrol? Atau lo menghindar lagi?"
           
"Ngobrol."
           
"Ngobrolin apa?" tanya Ranti penasaran. Alih-alih membereskan restoran, gadis itu malah duduk membuat Alea ikut duduk sambil mengelap meja di depannya.
           
"Ngobrolin kuliah, ngobrolin Dinda."
           
"Mereka beneran udah nikah ya?" tanya Ranti.
           
"Enggak. Dinda ke sini tuh mau lanjut terapi, kalo Reya lanjut S2."
           
Ranti mengangguk paham. "Terus?"
           
"Udah."

"Nggak ngobrolin hubungan kalian dulu?"

Alea menggeleng. "Ngapain juga?"

"PDKT tuh berarti," gumam gadis berambut bondol itu dengan tatapan serius.

Alea mengernyit. "Kok malah jadi pendekatan lagi?"

"Bukan PDKT yang itu."

"Terus apa?"

"Pernah Dekat Kemudian Terpisahkan. Atau ada versi satu lagi, kayaknya lebih cocok yang kedua deh kalau buat lo."

"Apaan?"

"Pernah Dekat Kemudian Terlupakan."

Alea tertawa pelan. "Sialan..." gumamnya pelan lalu berjalan ke pintu untuk membalik papan untuk menandakan bahwa restoran sudah buka.

Alea & ReyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang