empat puluh sembilan

71 11 0
                                    

EMPAT PULUH SEMBILAN - RUNTUH

Alea melangkahkan kakinya dengan cepat menyusuri jalan yang mulai ramai dengan orang lokal maupun turis karena restoran tempat ia bekerja terletak di Orchard Road yang selalu ramai oleh turis. Ia sesekali bersenandung pelan mendengarkan musik yang mengalun di earphone yang terpasang di telinganya.

Berselang beberapa saat, Alea membuka pintu di depannya menimbulkan bunyi lonceng.

"Good morning..." Ia menyapa beberapa temannya yang sudah datang dengan senyum cerah.

Gadis itu meletakkan barang-barangnya di loker kemudian bergabung bersama teman-temannya yang sedang merapikan restoran karena sepuluh menit lagi restoran sudah harus dibuka.

"Happy banget hari ini?" Ranti menepuk pundak Alea lalu membantu gadis itu menurunkan kursi-kursi.

Alea tertawa pelan. "Gue kan selalu happy, Kak..."

"Iya deh, percaya..."

"Harus percaya lah, kan itu fakta," sahut Alea sembari mengambil kain lap.

"Eh, Le. Nanti selesai kerja temanin gue ke Kinokuniya, yuk?" ajak Ranti. Kinokuniya adalah salah satu toko buku terkenal di Singapore. Hampir setiap bulan Alea menemani Ranti pergi ke sana karena gadis itu memang hobi membaca.

"Abis gajian ya..." goda Alea.

Ranti tertawa pelan. "Bisa nggak?" ulangnya.

"Bisa, Kak," sahutnya sambil berjalan ke pintu dan mebalik papan bertuliskan close menjadi open setelah itu merapikan kain lap yang masih berserakan di meja.

...

Setelah Alea dan Ranti selesai mencari buku di Kinokuniya, mereka duduk di pinggir Orchard Road sembari memakan es krim yang dibalut roti dan mengamati orang-orang yang berlalu lalang. Sesekali mereka membicarakan orang-orang yang menurut mereka unik.

Sekilas Alea melihat sesosok laki-laki mirip dengan Reya. Gadis itu langsung mengerjapkan matanya beberapa kali. Setelah dia pindah ke Singapore, dia memang sering merasa melihat laki-laki yang mirip dengan Reya. Namun, tentu saja hal itu tidak mungkin. Reya tidak mungkin selalu mengikutinya, ia hanya berhalusinasi.

"Woi, Le! Es krim lo tuh mau netes!"

Alea tersadar dari lamunannya dan langsung memakan es krimnya yang hampir tumpah ke jaketnya. "Tadi gue lihat orang mirip Kak Reya lagi deh, Kak."

"Lo pakai kacamata aja deh, Le," sahut Ranti.

"Ih, ngapain?"

"Ya biar pengelihatan lo jelas. Nggak Reya mulu!"

Alea tertawa pelan.

Ranti tiba-tiba mengangkat dua jarinya. "Nih, berapa?"

Alea menurunkan jari Ranti. "Dua lah! Kalau pakai kacamata itu berarti minus, plus, atau silinder, bukan buta, Kak!" protesnya.

"Ya lo tuh buta sama cintanya Reya."

Aleea bergidik geli. "Udah dulu itu, sekarang gue udah bodo amat juga sama dia."

"Tapi nih, Le. Kalau lo suatu hari tiba-tiba ketemu sama Reya lagi, lo bakal gimana?"

Alea terdiam sejenak. "Ya biasa aja lah. Lagian gue pisah sama dia juga baik-baik kok. Kalau ketemu lagi ya selayaknya ketemu Kakak gue aja. Emang lo berekspektasi gue bakal ngapain? Jingkrak-jingkrak heboh gitu?"

"Bener nih biasa aja? Nggak bakal ada drama balikan-baliikan?"

Alea menggeleng. "Nggak ada," jawabnya terselip sedikit nada ragu.

"Kok nggak yakin gitu sih jawabnya?"

"Nggak bakal ada balikan, Kak. Orang hati dia aja nggak sepenuhnya buat gue," jawabnya tegas. Kali ini terdengar lebih yakin.

"Tapi dia nggak mungkin kan seterusnya bakal stuck sama si Dinda Dinda itu."

Alea berdiri lalu menepuk celananya yang terkena remahan roti dari es krim. "Udah lah, nggak usah dibahas. Udah lewat dan nggak penting juga sekarang buat gue. Jadi makan nggak?"

Ranti akhirnya mengalah dan mengikuti Alea yang terlah berjalan lebih dulu di depannya. Alea yang sekarang memang sudah berbeda dengan Alea yang Ranti temui pertama kali. Ketika ia pertama kali mengajak Alea berbicara, gadis itu tampak seperti anak kecil yang kebingungan dengan potongan rambut seperti kartun Dora The Explorer dan membuat Ranti jengkel akan kelakuannya yang kadang kekanak-kanakan dan terlalu polos. Namun, setelah Ranti mengajaknya untuk mengobrol lebih lanjut, Ranti mengetahui banyak masa lalu kelam gadis itu.

Beberapa bulan kenal dengan Alea, Ranti sudah banyak mengetahui kisah hidup Alea. Gadis itu tipe orang yang tidak terlalu mudah bergaul, tetapi ketika ia dekat dengan seseorang, dia bisa sangat terbuka pada orang itu. Ranti sendiri malah merasa takut jika Alea bertemu dengan orang yang salah dan menceritakan semua kisahnya.

Dulu Alea sering menangis jika menceritakan kedua orang tuanya ataupun Reya pada Ranti. Ranti dapat melihat bahwa Alea benar-benar mencintai dan menyayangi Reya, namun sayang takdir tak berpihak pada mereka berdua.

Sejak mengetahui sisi lain Alea, Ranti menanggap Alea seperti adiknya sendiri. Ia satu-satunya orang yang setia mendengarkan keluhan Alea setiap hari walaupun yang diceritakannya selalu sama setiap harinya, tapi Ranti tidak pernah protes akan hal itu. Ranti juga lah yang menyemangati Alea hingga gadis itu akhirnya bisa berdamai dengan masa lalunya dan berubah menjadi gadis dewasa yang kuat dan tangguh.

Bahkan beberapa tahun terakhir Ranti yang dibuat bingung oleh Alea karena gadis itu sudah amat jarang mengeluh bahwa ia merindukan Reya. Padahal dulu hal itu seperti menjadi makanan sehari-hari Ranti.

...

Begitu sampai di rumah, Alea segera mandi lalu memasak makanan untuk dirinya sendiri, sekaligus untuk Inna dan Tian agar sewaktu mereka pulang, mereka bisa langsung mengisi perut. Inna tadi mengirimkan pesan bahwa ia akan pulang lebih malam karena ada proyek yang harus dia urus, sedangkan Tian seperti biasa selalu pulang malam karena pekerjaannya yang menumpuk.

Selesai makan malam dan mencuci piringnya, ia duduk di depan televisi sembari menunggu Inna dan Tian pulang.

Karena Inna tidak kunjung pulang dan Alea merasa bosan, ia akhirnya memutuskan untuk jalan-jalan ke luar. Sebelum itu, ia mengirimkan pesan ke Inna bahwa ia akan keluar dan ia sudah menyiapkan makanan.

Setelah mengambil jaketnya, Alea berjalan ke luar tanpa tahu tujuan. Ia akhirnya berjalan menuju Merlion Park yang letaknya tidak terlalu jauh dari rumahnya.

Tak butuh waktu lama, Alea sudah sampai di depan patung singa yang menjadi ikon Singapore. Gadis itu duduk sendiri sambil mengamati orang-orang yang sedang mengambil foto di depan patung Merlion.

"Excuse me, Miss. Can you help me to take a picture?"

Alea menoleh ke belakang, ke arah sumber suara. Untuk beberapa saat tubuhnya membeku. Orang di depan Alea sama kagetnya. Gadis itu buru-buru menetralkan raut wajahnya lalu tersenyum ramah. "Sure." Alea mengulurkan tangannya untuk meraih ponsel laki-laki di depannya sambil melirik perempuan yang menunggu di belakang dengan senyum manis. Alea menghela napas pelan, ia tidak boleh terlihat lemah di tempat umum.

Tangannya sedikit bergetar saat ia mengambil gambar laki-laki itu dengan perempuan cantik di sebelahnya. Setelah itu, ia langsung mengembalikan ponsel itu dan berpura-pura tidak mengenali mereka.

"Thank you."

Alea mengangguk pelan lalu berniat untuk menjauh.

"Aya?"

Langkahnya terhenti. Ia berbalik lalu mengernyit. "Sorry?"

Laki-laki itu menggeleng, wajahnya terlihat sedikit ragu, tetapi akhirnya ia tersenyum canggung. "Wrong person sorry."

"No problem." Alea tersenyum simpul lalu meninggalkan laki-laki itu dengan ekspresi kebingungan.

Setelah berjalan agak jauh, ia menoleh ke belakang. Ternyata laki-laki itu juga sedang mengamatinya. Ia buru-buru kembali berjalan dengan jantung yang berdetak cepat. Kepalanya bahkan terasa sedikit pening saking kagetnya.

Kakinya melangkah lebar-lebar, berharap bisa segera sampai di rumah.

Tiba di rumah, Alea berpapasan dengan Inna yang juga baru sampai.

"Eh, dari mana, Ya?"

"Cari angin bentar tadi, Tan. Itu Aya udah masak ya, ada di meja makan."

"Makasih ya..."

"Iya, Tante. Aya ke kamar dulu ya."

Alea berjalan ke kamarnya, setelah mengunci pintu dan melepaskan jaketnya, ia duduk di kasurnya dengan pandangan kosong. Bayangan Reya dengan Dinda berulang kali terputar di kepalanya. Dadanya terasa sesak.

Usahanya selama ini untuk melupakan Reya memang berhasil, tapi ketika dia bertemu dengan laki-laki itu kembali, dinding pertahanan yang sudah ia bangun sekuat mungkin, kini runtuh seketika.

"Dinda udah sembuh, lo udah nggak ada harapan lagi, Ya..." gumamnya pelan.

_____

Happy new year semuaa!

Dear Alea...

Dear Reya...

2 Januari 2022

Alea & ReyaWhere stories live. Discover now