dua puluh lima

109 16 32
                                    

DUA PULUH LIMA - JANGAN PERGI

"Kak Reya!"

Reya menghentikan langkahnya lalu melihat Varsha dan Lila berlari ke arahnya.

"Alea sakit ya, Kak?"

Reya mengernyit. "Nggak tahu."

"Alea hari ini nggak masuk, Kak. Kakak nggak sama Alea?"

Reya menggeleng.

"Teleponnya juga nggak aktif, Kak," sahut Lila.

"Tidur kali."

"Ya udah, nanti setelah pulang kita jengukin Alea aja, La," bisik Varsha kepada Lila.

Varsha beralih menatap Reya. "Ya udah, makasih ya, Kak."

Reya mengangguk lalu kembali berjalan ke kelas. Ia meraih ponselnya dan mencoba menghubungi Alea. Namun, seperti yang dikatakan Varsha. Nomornya tidak aktif.

...

Alea melenguh. Ia membuka matanya, namun semuanya terasa gelap. Kepalanya juga terasa pusing dan berat. Gadis itu mencoba menggerakkan tubuhnya, namun terasa sulit. Ia sadar sekarang tangannya terikat. Ia mulai merasa panik.

"Halo? Ada orang nggak ya?" gumamnya pelan.

Tak ada sahutan. Alea kembali terdiam memikirkan bagaimana caranya melepaskan ikatan dan penutup matanya.

Perlahan Alea menundukkan kepala, mendekatkan ke tangannya yang terikat. Gadis itu mencoba membuka penutup matanya. Setelah beberapa lama mencoba, akhirnya ia berhasil melepaskan kain yang menutupi matanya.

Alea mengamati sekelilingnya. Ia berusaha mengingat apa yang terjadi tadi malam.

Ia berusaha tenang lalu mencari cara agar bisa melepaskan diri. Gadis itu teringat pada ponselnya. Perlahan ia menggerakkan badannya untuk mengambil ponsel di saku celananya yang untungnya masih berada di tempatnya.

Samar-samar, Alea mendengar suara langkah kaki mendekat. Ia buru-buru menekan sembarang nomor telepon yang ada di ponselnya lalu menyimpannya di bawah pahanya.

"Hai, cantik ... udah bangun?"

Alea membulatkan matanya. Wajahnya mendadak pucat pasi. "San ... Sandi?"

Sandi tersenyum lalu berjalan mendekat. "Pinter juga ya lo bisa lepasin penutup matanya sendiri..."

"Lo mau ngapain? TOLONG!" serunya.

"Percuma lo teriak, nggak akan ada yang dengar..."

Alea menggeleng takut. "Lo mau apa, Sandi! Lepasin!"

Sandi tertawa pelan. "Mending lo simpen tenaga lo buat bersenang-senang sama gue sebentar lagi..."

Air mata Alea mulai turun. "Lo kenapa, San? Gue ada salah sama lo?"

"Bukan lo yang salah ... tapi Reya."

Alea menggeleng saat Sandi semakin dekat dengannya. Ia hanya berharap seseorang menjawab telepon dan dapat menolongnya.

...

"Lo mau ngapain? TOLONG!"

Miki mengernyit mendengar percakapan dari ponselnya. "Alea kenapa sih?" gumamnya.

Mendengar nama Alea disebut, Varsha langsung menoleh ke belakang. "Kenapa, Mik?"

"Ini Alea telepon. Tapi nggak jelas gitu, kayaknya kepencet deh. Soalnya dia malah ngomong sendiri. Suaranya juga nggak jelas."

Varsha mengernyit. "Coba loud speaker."

Miki mengangguk.

"Percuma lo teriak, nggak akan ada yang dengar..."

Alea & ReyaWhere stories live. Discover now