empat puluh tujuh

67 10 2
                                    

EMPAT PULUH TUJUH - PAMIT

"Makasih ya udah mau ambilin rapor Alea, Tante." Gadis itu tersenyum sambil menggenggam rapornya yang ternyata hasilnya tidak seburuk yang ia bayangkan.

Ibu Varsha tersenyum ramah padanya. "Iya sama-sama, Alea. Kalau kamu butuh apa-apa jangan sungkan bilang ke Tante ya? Anggap aja Tante ini Mama kamu sendiri."

"Tuh dengerin, Le," celetuk Varsha.

"Iya, Tante."

"Lo pulang sendiri, Le?"

Alea mengangguk. "Sama kita aja kalau gitu. Iya kan, Sha?" ucap Ibu Varsha.

Alea tersenyum canggung. "Nggak usah, Tante. Ngerepotin."

"Halah, nggak ada repot-repot. Ayo pulang sama kita ya?" tawar Ibu Varsha lagi, kali ini terkesan sedikit lebih memaksa.

Alea akhirnya mengangguk sopan. "Iya, Tante..."

...

Alea menatap rumahnya yang kini sudah ditempeli dengan tulisan 'RUMAH INI DIJUAL'. Ia menghela napas pelan. Semua memorinya tentang rumah ini kembali terputar, kenangan bersama kedua orang tuanya sejak ia kecil sampai beranjak dewasa. Sejujurnya ia juga tidak ingin meninggalkan rumahnya begitu saja, tetapi ia juga tidak memiliki pilihan lain.

Alea sudah berusaha mempertahankan rumah ini, tapi ia tidak bisa. Maka ini adalah pilihan terakhir. Kakinya melangkah masuk ke dalam rumah untuk membereskan barang-barang yang akan ia bawa untuk pindah. Gadis itu mengambil foto keluarganya yang tergantung di dinding ruang keluarga.

"Maaf, Ma, Pa... Aya gagal pertahanin rumah kita. Padahal semua kenangan kita ada di rumah ini. Papa yang kerja keras sampai akhirnya bisa beli rumah ini. Aya udah coba buat pertahanin, tapi Aya nggak kuat... dunia jahat banget ya?" gumamnya dengan sebutir air mata yang menetes begitu saja. Tangannya bergetar mengusap foto di tangannya. Alea mengusap air matanya lalu memasukkan foto itu ke dalam kardus besar bersama dengan foto-foto dan barang-barang lainnya. Mau tidak mau, siap tidak siap, dia harus menjalaninya.

...

Selesai mandi, Alea duduk di kasurnya. Ia menatap ponselnya yang menunjukkan ruang obrolannya bersama Reya dengan bimbang. Gadis itu sudah memutuskan untuk menemui Reya sebelum ia pindah untuk memberi sesuatu. Namun, ia masih merasa tidak yakin.

Setelah memantapkan diri, akhirnya Alea mengetikkan pesan lalu mengirimnya dengan cepat.

Setelah memantapkan diri, akhirnya Alea mengetikkan pesan lalu mengirimnya dengan cepat

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Tanpa menunggu jawaban Reya, ia melajukan motornya menuju taman.

Setelah setengah jam menunggu, ternyata Reya datang. Alea menggigit bibirnya pelan. Bahkan sebelum mulai berbicara, rasanya ia sudah tidak sanggup.

"Kenapa, Ya?" tanya Reya sambil duduk di sebelah Alea.

Beberapa detik mereka sama-sama diam.

Alea menghela napas pelan. Ia mengulurkan paper bag yang sejak tadi ia genggam. "Nih, buat Kak Reya."

Alea & ReyaWhere stories live. Discover now