empat puluh delapan

66 9 2
                                    

EMPAT PULUH DELAPAN - TRANSFORMASI

4 tahun kemudian...
           
Gadis dengan rambut panjang sepinggang yang diikat kuda itu memastikan nomor meja sebelum akhirnya benar-benar mengantarkan makanan di nampannya pada pengunjung.
           
Gadis itu tersenyum ramah lalu meletakkan makanan yang dipesan oleh pengunjung itu lalu kembali meneruskan pekerjaannya yang –lumayan- terasa lebih berat dari hari biasanya karena hari ini merupakan akhir pekan, maka pengunjung yang datang ke restoran tempatnya bekerja itu sudah pasti akan jauh lebih banyak, terlebih restoran tempatnya bekerja terletak di kawasan yang memang ramai oleh turis maupun penduduk lokal.
           
Ya, gadis dengan rambut panjang itu adalah Alea. Althea Kaianna Leandre. Alea mengubah gaya rambutnya, kini dia tak lagi berambut pendek sebahu mirip Dora, tak hanya gaya rambut, gadis itu nyaris mengubah semuanya. Ia tak lagi mengenakan baju-baju dengan model seperti anak-anak, ia juga tak lagi tergila-gila pada Strawberry Shortcake, walaupun sesekali ia masih menontonnya dan masih tetap menyukai kartun itu. Terkhusus jika ia sedang merindukan laki-laki yang dulu sering ia paksa untuk menemaninya menonton kartun gadis berambut merah itu.
           
Alea merubah penampilan dan sifatnya seratus delapan puluh derajat. Ia belajar banyak hal selama di Singapore, ia bukan lagi gadis polos, ia berubah menjadi gadis dewasa yang tetap ramah dan bersahabat kepada siapapun.
           
Setelah kepindahannya, Alea melanjutkan SMA-nya di sini. Setelah lulus, ia memilih untuk tidak melanjutkan ke perguruan tinggi. Ia lebih memilih membantu meringankan beban Inna dan Tian dengan bekerja di salah satu restoran Indonesia. Sebelum bekerja di sini, dia sudah sempat bekerja di berbagai tempat. Gadis itu berubah menjadi gadis dewasa dan mandiri, terbiasa untuk bekerja bahkan di umur yang masih muda. Walaupun awalnya keadaan yang memaksanya untuk berubah menjadi seperti sekarang, tetapi seiring berjalannya waktu ia bisa menikmati pekerjaan dan kondisinya sekarang.
           
Alea sudah jauh lebih bisa menerima keadaan yang tadinya selalu dianggapnya sebagai kesialan dan kemalangan dalam hidupnya. Dulu ia berpikir apa kesalahan yang telah diperbuatnya hingga diberi masalah seberat itu? Dulu ia merasa dunianya seperti dijungkir balikkan. Ia marah karena baginya Tuhan tidak adil dengan memberinya cobaan yang bertubi-tubi dan terasa tak pernah berhenti. Ia merasa telah kehilangan cita-citanya untuk membuat kedua orang tuanya bahagia dan tumbuh bersama kedua orang tuanya hingga menjadi orang yang sukses, bahkan sejak ia kecil. Kebahagiaannya bagai direnggut satu per satu secara paksa lalu dikubur dalam-dalam sejak saat itu.
           
Pengalaman itu membuat Alea terpaksa melupakan cita-citanya untuk melanjutkan ke perguruan tinggi. Walaupun Inna dan Tian sering kali membujuknya untuk melanjutkan ke perguruan tinggi, tetapi ia tidak mau lagi-lagi menyusahkan Inna dan Tian yang selama ini sudah sangat baik baginya, bahkan mereka merawat Alea seperti kedua orang tuanya sendiri, mereka memberikan dan memenuhi semua yang Alea butuhkan.
           
"Alea! Ini buat meja nomor sepuluh ya."
           
Gadis dengan seragam berwarna merah muda itu mendekat lalu mengambil mangkuk berisi gulai kambing dan memindahkannya ke nampan. "Ada lagi?"
           
"Itu dulu."
           
"Oke!"

...
           
Alea meneguk air mineral dalam botol dengan rakus hingga tersisa setengahnya. Hari ini cukup terasa melelahkan baginya. Namun, ia sudah biasa merasakan hal ini. Tak ada lagi waktu untuk bermalas-malasan dan meratapi nasib ataupun mengadu nasibnya dengan orang lain yang lebih beruntung.
           
"Haus banget ya?" tanya Ranti, gadis berambut bondol yang menjadi teman terdekatnya di sini. Dia memang dekat dengan semua pekerja di restoran ini, tetapi jika ditanya ke mana dia bisa menceritakan semua masalahnya? Satu-satunya orang itu ialah Ranti. Gadis itu mengetahui semua masa lalu Alea, termasuk Reya. Memang, Reya pernah bilang dia siap mendengarkan semua cerita Alea, tetapi setelah sampai di Singapore, gadis itu mengganti nomornya dan seluruh sosial medianya agar tidak bisa dihubungi oleh siapapun, terutama Reya. Jadi satu-satunya orang yang menjadi wadah bagi seluruh keluh kesahnya adalah Ranti.
           
Kembali ke Ranti, walaupun penampilan Ranti dapat dibilang sedikit tomboy, sebenarnya gadis itu memiliki hati yang lembut. Ia selalu menguatkan Alea, memberinya saran, dan selalu membantunya. Usianya dengan Ranti yang terpaut dua tahun membuat Alea menganggap Ranti sebagai sosok kakak sekaligus sahabat baik baginya.
           
Alea tertawa pelan. "Capek banget ... pegel banget sebadan-badan."
           
"Mau makan dulu enggak?" tanya Ranti yang sibuk membereskan barang-barangnya karena sudah waktunya untuk pulang.
           
"Kayaknya gue makan di rumah aja deh, Kak. Pengin langsung istirahat."
           
"Ya udah. Gue balik duluan ya. Jangan lupa kunci pintunya kalau lo balik terakhir." Ranti menyampirkan tali tasnya lalu menepuk pundak Alea. Sementara Alea hanya mengangkat ibu jarinya sambil menghabiskan minumannya hingga tandas.
           
Alea melemparkan botolnya ke tempat sampah lalu berdiri ke lokernya dan mengambil barang-barangnya.

...
           
"Aya pulang..." ucapnya sambil meletakkan sepatunya di rak yang berada tak jauh dari pintu.
           
"Makan dulu, Ya. Tadi udah Tante panasin sup buat kamu ada di microwave."
           
Alea mengangguk. "Om belum pulang, Tante?" tanyanya sambil berjalan ke pantry untuk mengambil makanan.
           
"Belum..."
           
Alea berjalan dengan mangkuk sup ditangannya ke arah Inna yang sedang menonton televisi sekaligus mengerjakan pekerjaannya di laptop. Ia duduk di samping wanita itu lalu mulai makan sambil bercerita singkat tentang pekerjaannya hari ini.
           
Alea melirik layar laptop Inna yang menampilkan sketsa bangunan. "Proyek baru, Tan?"
           
Inna mengangguk. "Iya nih. Hasilnya lumayan, Ya. Nanti kita makan-makan ya kalau Tante berhasil."
           
Alea tersenyum lebar. "Aamiin ... Aya pasti doain Tante."

...
           
Setelah selesai makan malam, Alea mencuci pirinya lalu berbincang-bincang bersama Inna. Berselang beberapa saat, Alea pamit ke kamarnya untuk mandi.
           
Alea melepaskan ikat rambutnya, menyisakan bekas yang bergelombang. Ia meletakkan tasnya di samping kasur lalu berjalan masuk ke kamar mandi untuk mengguyur tubuhnya dengan air hangat.
           
Berselang beberapa saat Alea keluar dari kamar mandi kemudian berbaring di kasurnya, di samping Holly yang sudah tertidur pulas. Ia mengambil ponselnya lalu membuka-buka sosial medianya yang ia buat dengan nama samaran agar tak ada yang dapat menemukannya. Terkadang ia masih sering melihat akun milik Varsha, Lila, ataupun Miki secara diam-diam menggunakan akun samarannya. Satu-satunya akun yang tidak pernah ia lihat adalah akun milik Reya.
           
Semenjak ia pindah ke Singapore, di hari pertama menginjakkan kakinya, Alea langsung membuang kartu simnya dan menggantinya dengan yang baru. Ia benar-benar serius ketika bertekad akan melupakan semuanya. Walaupun ia tidak bisa benar-benar melupakan sahabat-sahabatnya.
           
Varsha kini melanjutkan pendidikannya di jurusan arsitektur, terlihat di beberapa unggahannya yang menunjukkan potret-potret sketsa bangunan seperti yang sering ia lihat di laptop milik Inna. Lila melanjutkan pendidikannya di jurusan ilmu komunikasi, sangat cocok dengan kepribadian gadis itu yang cerewet dan senang berkomunikasi dengan banyak orang. Sementara Miki melanjutkan pendidikannya di jurusan hukum, kadang terasa menggelikan bagi Alea membayangkan seorang yang nyeleneh seperti Miki akan menjadi hakim atau jaksa atau apapun yang berkaitan dengan hukum.
           
Alea ikut bahagia melihat sahabat-sahabatnya bisa menemukan jalan sesuai minat mereka masing-masing. Alea sering merasa rindu pada persahabatannya dulu. Rindu pada Varsha yang hobi marah-marah dan selalu maju paling depan jika salah satu sahabatnya disakiti, Lila yang selalu membawa keceriaan dan selalu penuh dengan informasi ter-update di sekolah, juga Miki yang senang bercanda, melakukan hal bodoh untuk mencairkan suasana, dan juga penuh perhatian pada sahabat-sahabatnya.
           
Terkadang Alea juga merasa ingin seperti teman-temannya. Ia juga ingin melanjutkan pendidikannya. Namun, seiring berjalannya waktu, Alea sama sekali tidak masalah dengan keinginannya untuk melanjutkan ke perguruan tinggi yang tidak dapat terwujud sekarang. Ia bisa mendaftar kapan saja ketika ia sudah memiliki tabungan yang cukup untuk biaya hidupnya sendiri.

_____

Dear Alea...

Dear Reya...

28 Desember 2021

Alea & ReyaWhere stories live. Discover now