tiga puluh tiga

99 13 6
                                    

TIGA PULUH TIGA - LABIL

"Aya!" seru Reya sambil mengetuk pintu kamar Alea beberapa kali.

Tak lama gadis berambut pendek itu menyembulkan kepalanya. "Kenapa, Kak?"

"Temenin gue bentar." Reya menarik tangan Alea untuk mengikutinya.

"Mau ke mana, Kak? Aku ganti baju dulu bentar!" protes Alea.

Reya berhenti sejenak menatap Alea dari atas sampai ke bawah. Gadis itu mengenakan kaus longgar dan celana jogger. "Nggak usah ganti."

Alea mendengkus kesal lalu terpaksa mengikuti Reya. "Kenapa buru-buru banget sih?" tanya Alea sambil memakai helm.

"Gue laper," jawab Reya.

Alea mendengkus kesal. "Kirain kenapa. Emang kalau nunggu Aya ganti baju lima menit, Kak Reya pingsan ya?"

"Nggak usah banyak tanya. Buruan naik."

Alea mencibir lalu duduk di belakang Reya. "Nggak ada bedanya dulu sama sekarang," gumamnya.

"Apa?"

Alea menggeleng. "Nggak. Udah buruan jalan, Aya udah naik." Gadis itu menepuk pundak Reya pelan.

Reya menarik gas secara tiba-tiba hingga membuat kepala Alea membentur kepalanya.

"Ih! Pelan-pelan, Kak! Nanti aku amnesia gimana!" protesnya.

"Nggak usah ngaco!" jawab Reya.

...

Alea duduk berhadapan dengan Reya.

"Pak, satenya dua porsi ya!" seru Reya

"Mau minum apa, Mas?"

"Apa, Ya?" tanya Reya pada Alea.

Alea berpikir sejenak. "Es teh aja deh."

"Teh hangat dua ya, Pak," tukas Reya diiringi senyuman tipis.

Alea menatap Reya kesal. "Aya kan es teh."

"Lo orang bukan es teh," sahut Reya santai.

Alea mengentakkan kaki kesal. "Ih, maksudnya Aya kan pesen es teh."

Reya menggeleng. "Udah malem, nggak usah minum yang dingin-dingin."

Alea memutar bola mata kesal. "Tadi tanya. Giliran dijawab malah nentuin sendiri. Kalau gitu nggak usah nanya aja, aneh," gerutunya pelan.

"Nggak usah ngomel-ngomel. Cepet tua."

"Kak Reya yang cepet tua. Sukanya marah-marah mulu. Nggak pernah senyum."

Tanpa sadar kedua ujung bibir Reya terangkat tipis.

"Ih, ngapain senyum-senyum? Aya nggak lagi ngelucu," celetuk Alea sambil memberengut sebal.

Reya mendelik. "Siapa yang senyum?"

Alea mencibir lalu memutuskan untuk membuka ponselnya. Takutnya terlalu lama berbicara dengan Reya membuatnya darah tinggi karena kesal. Bahkan kadang saat Reya diam pun ia masih merasa kesal dengan laki-laki itu karena terlalu banyak marah-marah.

...

"Gue ada kelas tambahan buat Ujian Nasional. Lo balik duluan aja," ucap Reya pada Alea yang sudah berdiri di depan kelas menunggunya.

"Ya udah."

"Nih bawa motor gue." Reya menyodorkan kunci motornya.

Alea menggeleng. "Nggak ah. Aya naik bus aja."

Reya menarik tangan Alea lalu meletakkan kunci motornya di tangan gadis itu. "Nggak usah ngeyel."

"Nanti kalau aku bawa motor Kak Reya, terus Kakak pulangnya gimana?"

"Nebeng Gio."

"Beneran aku bawa?"

Reya mengangguk. "Taruh helm gue di penitipan aja."

"Oke," sahut Alea lalu berniat untuk melangkah, namun Reya menahan tangannya.

"Hati-hati. Kabarin kalau udah sampai."

Alea mengacungkan ibu jarinya di depan wajah Reya lalu berjalan meninggalkan Reya.

...

"Halo, Re? Kamu sama Alea ke mana? Kok belum pulang, udah sore lho ini."

Reya mengernyit. "Alea belum sampai rumah, Ma?" tanyanya bingung. Padahal tadi gadis itu sudah mengiriminya pesan bahwa ia sudah sampai rumah.

"Belum."

"Reya baru selesai kelas tambahan. Ini baru mau pulang."

"Terus Alea ke mana?"

"Nanti Reya cari."

Reya mematikan telepon lalu langsung menghubungi Alea, namun gadis itu tak kunjung menjawab panggilannya. "Kebiasaan banget deh," gerutunya pelan.

"Ayo, Re!" Gio menepuk pundak Reya.

Reya mengangguk lalu berjalan mengikuti Gio.

"Kenapa sih lo?" tanya Derry saat melihat Reya sangat fokus pada ponselnya.

"Alea belum sampai rumah."

"Lah, bukannya dia bawa motor lo tadi? Terus ke mana?"

Reya berdecak. "Kalau gue tahu juga gue nggak bingung."

Gio tersenyum jahil. "Perhatian banget sih sekarang sama Dedek Alea."

"Bacot!" sahut Reya sambil mengetikkan pesan ke Varsha dan Miki.

Alea & ReyaWhere stories live. Discover now