tiga puluh

103 16 14
                                    

YUK PENCET ⭐️ NYA! KOMEN JUGA YANG BANYAK GABAYAR KOK XIXIXI🥰🥰

____

TIGA PULUH - TRAUMA

"Aya, bangun..." Reya mengguncang tubuh Alea pelan.

Alea hanya menggumam pelan dan tetap tertidur nyenyak.

"Ya. Udah pagi..."

"Apa?" tanya Alea dengan mata yang masih terpejam.

"Udah pagi..." ulang Reya sabar.

Alea mengangguk. Ia perlahan membuka matanya. "Pagiku cerahku, matahari bersinar," gumamnya pelan lalu kembali tertidur.

Reya memijat keningnya pelan sambil menahan tawa. Ia tidak habis pikir kenapa Alea menjawab dengan lagu itu.

"Aya, ayo bangun."

Alea berdecak pelan. "Iya, lima menit lagi."

"Ya udah. Nggak bangun gue tinggal."

Alea mengangguk pelan walau tidak sepenuhnya sadar.

...

Alea membuka matanya perlahan. Seketika ia terbelalak ketika melihat jam di dinding kamarnya.

"Aduh, kok tiba-tiba udah jam setengah tujuh sih," gumamnya sambil cepat-cepat masuk ke kamar mandi.

Setelah selesai mandi, ia langsung bersiap seadanya dan mengambil Petri lalu berlari ke luar. Ia berharap Reya tidak meninggalkannya. Tubuhnya melemas ketika melihat hanya ada Friska di meja makan.

"Pagi, Tante. Kak Reya udah berangkat?" tanya Alea.

"Belum, Le. Itu lagi manasin motor. Kamu tumben baru siap jam segini?" tanya Friska sambil mengambil roti dan mengolesinya dengan selai stroberi.

"Iya, Tante. Keterusan tidurnya, tadi padahal udah dibangunin Kak Reya."

"Ya udah nih, makan dulu."

"Alea makan di jalan aja deh, Tante..." ucapnya sambil mengambil roti dari tangan Friska.

"Ya udah kalau gitu diminum aja susunya."

Alea mengangguk. Ia langsung meminum susu yang sudah disediakan Friska dengan cepat lalu berpamitan.

"Makasih ya, Tante. Alea berangkat dulu."

"Hati-hati ya..."

Alea segera berlari ke luar. Ia bernapas lega ketika melihat Reya masih ada di halaman rumah.

"Kak, Aya ketiduran lagi."

"Udah tahu."

Kok Kak Reya nggak bangunin Aya lagi sih," protesnya sambil memakai helm.

"Udah dibangunin lo nggak bangun-bangun."

"Maaf deh..."

"Buruan naik. Alamat kesiangan deh kita..." gumam Reya.

Alea mengernyit ketika sudah duduk di belakang Reya. "Kesiangan siapa, Kak?" tanyanya polos.

Reya melajukan motornya sembari ikut mengernyit bingung. "Siapa apanya?" tanyanya.

"Itu tadi Kak Reya nanyain alamatnya kesiangan?" tanya Alea bingung.

Reya menghela napas pelan. "Jangan banyak tanya. Pegangan. Gue mau ngebut."

Alea menuruti perkataan Reya lalu diam hingga mereka sampai di sekolah.

Motor Reya berhenti tepat saat bel berbunyi.

Alea dengan cepat turun dari motor lalu berlari.

"Ya!"

Alea menoleh. "Kenapa, Kak? Udah bel nih! Ayo buruan!"

"Helmnya copot dulu!"

Alea meraba kepalanya. Ia baru sadar belum melepaskan helmnya. Ia buru-buru kembali ke motor sambil menahan malu. Untung saja di parkiran sudah sepi dan hanya ada beberapa anak yang melihatnya.

...

"Alea, tolong bawakan buku teman-teman kamu ke meja saya ya," ucap Bu Kinanti pada Alea karena buku tugas teman-temannya ditumpuk di mejanya.


Alea menggangguk. "Iya, Bu."

"Mau dibantuin nggak, Le?" tanya Varsha.

Alea menggeleng sambil mengangkat tumpukan buku-buku di depannya. "Nggak usah."

"Serius? Tangan lo nggak apa-apa angkat gitu?"

"Nggak apa-apa kok, Sha. Bentar ya."

Varsha mengangguk, membiarkan Alea berjalan ke luar membawa setumpuk buku tugas.

Di tangga, tangan kanan Alea mulai terasa nyeri. Ia menyesali keputusannya menolak bantuan Varsha. Harusnya ia sadar bahwa tangannya belum benar-benar sembuh. Gadis itu berusaha kuat menahan rasa sakitnya.

"Ngapain sih angkat berat-berat!" seru Reya yang tiba-tiba berada di belakang Alea.

"Disuruh Bu Kinanti tadi. Masa Aya nolak."

Reya berdecak. "Dia nggak tahu apa lo baru sembuh," gumamnya sambil mengambil alih buku-buku di tangan Alea.

Gio langsung menyenggol lengan Derry. Kedua laki-laki itu tersenyum geli.

"Gak ada yang lucu," sahut Reya membuat Gio dan Derry langsung terdiam.

"Senyum doang, sensi amat sih ni orang," jawab Gio kesal.

Alea tertawa pelan.

Sesampainya di depan kantor guru, Alea membantu Reya membukakan pintu dan ikut masuk ke dalam.

"Bu, Alea kemarin kan baru sakit. Tolong jangan disuruh bawa yang berat-berat dulu," ucap Reya sambil meletakkan buku tugas di meja Bu Kinanti.

Alea menyenggol lengan Reya, tak enak dengan Bu Kinanti.

"Oh iya. Ibu lupa. Maaf ya, Alea."

"Nggak apa-apa kok, Bu..." Alea tersenyum canggung.

"Permisi, Bu," ucap Reya sambil menarik tangan Alea.

"Makasih ya, Reya."

Reya mengangguk.

"Kak Reya kok ngomong gitu sih sama Bu Kinanti," bisik Alea ketika sudah berada di luar.

"Emang kenapa?"

"Nggak enak sama Bu Kinanti, Kak."

"Biarin."

"Emang Reya ngomong apa, Le?" tanya Derry ingin tahu.

"Ngomong jangan suruh Alea bawa yang berat-berat, Kak. Kan Alea jadi nggak enak sama Bu Kinanti."

"Ya tapi emang bener si Reya," timpal Gio.

Derry mengangguk setuju.

"Oh iya. Kakak-kakak ngapain di luar? Kan ini masih jam pelajaran?"

Gio dan Derry saling pandang. Sedangkan Reya hanya acuh sambil tetap berjalan.

"Bolos ya?"

"Kepo."

Alea memberengut sebal. "Ih, orang aku cuma tanya. Ya udah ah, aku mau balik ke kelas dulu."

"Hati-hati, Le," sahut Gio.

Alea mengangguk.

...

"Gue mau jenguk Dinda. Lo ikut atau enggak?"

Alea terdiam.

"Ya."

"Hah? Aya pulang aja, Kak."

"Gue anter."

"Nggak usah. Kakak langsung aja. Aya bisa naik bus."

"Batu banget. Naik."

Alea menggeleng. Entah kenapa ia merasa kesal ketika Reya menyebut nama Dinda. Padahal harusnya ia tahu keadaan Dinda memang mengharuskan Reya menjenguk gadis itu.

"Naik."

Dengan terpaksa, Alea naik ke motor Reya.

...

"Gue pergi dulu. Kalau butuh apa-apa bilang aja."

Alea mengangguk dan membiarkan Reya pergi.

Setelah Reya tak terlihat, Alea tidak masuk ke dalam rumah, ia memesan ojek online untuk pulang ke rumahnya.

Tak butuh waktu lama, ojek online pesanannya sudah tiba. Ia segera naik.

Beberapa menit kemudian, ia sudah sampai di depan rumahnya.

Alea membuka pintu rumahnya lalu berjalan pelan ke kamar Mita. Air matanya yang sejak tadi ia tahan menetes begitu saja bercampur dengan rasa rindunya pada Mita.

"Ma ... Aya kangen..." gumamnya sambil membaringkan tubuhnya di atas kasur Mita.

"Kenapa kemarin Aya nggak mati aja ya, Ma? Kalau kemarin Aya mati, pasti sekarang Aya udah kumpul bareng Mama sama Papa..." gumamnya sambil menangis sesenggukan.

Tiba-tiba bayangan perlakuan Sandi tempo hari kembali merasuki pikirannya.

Alea meringkuk sambil memeluk tubuhnya sendiri. Ia merasa ketakutan dan kesepian. Gadis itu berusaha memejamkan mata, namun rasanya sangat sulit dan ia makin ketakutan.

Alea berjalan ke kotak obat yang ada di meja kerja Mita lalu mengambil obat anti mabuk perjalanan dan meminumnya, berharap ia bisa tertidur setelah meminum obat itu. Karena biasanya saat ia bepergian dan merasa mual atau pusing, Mita selalu memberinya obat itu agar dia dapat tidur.

Alea kembali ke kasur dan berbaring.

Namun bayang-bayang itu kembali muncul.

"Mama ... Aya takut..." rengeknya pelan.

Alea menggeleng-gelengkan kepalanya pelan. Ia kembali meraih obat itu dan meminumnya lagi agar lebih cepat bereaksi.

...

"Reya pulang..."

Friska yang sedang menonton televisi menoleh ketika mendengar suara putranya.

"Alea mana?" tanya Friska bingung.

Reya mengernyit. "Kok tanya Reya?"

"Ya terus Mama tanya sama siapa? Sama Holly? Alea kan harusnya sama kamu."

"Reya habis jenguk Dinda. Alea tadi udah aku anter ke sini."

Friska terbelalak. "Mana ada? Dia belum pulang dari tadi."

Reya berdecak kesal. Ia mengambil ponselnya lalu menelepon Miki, karena ia berpikir Alea pasti menghubungi laki-laki itu. Sambil menunggu jawaban dari Miki, ia membuka kamar Alea, mungkin saja Friska tidak melihat Alea masuk ke kamar. Tetapi kamar gadis itu kosong.

Namun ternyata Alea tidak bersama Miki, Varsha, ataupun Lila.

Reya mengacak rambutnya bingung.

"Reya cari Alea dulu."

Friska mengangguk. "Hati-hati."

_____

GIMANA PART INIIII???

Jangan lupa follow:
@katarinaakr (buat info-info)
@altheakaianna
@atreyalocko
@kalila_anindiraa

18 Oktober 2021

Alea & ReyaWo Geschichten leben. Entdecke jetzt