empat puluh

75 9 2
                                    

EMPAT PULUH – HILANG ARAH

"Seumur hidup, Papa nggak akan biarin keluarganya Kristian bajingan itu masuk ke keluarga kita!"

Alea terbelalak ketika mendengar nama Ayahnya disebut. Ia menebak-nebak apakah yang terjadi antara Ayahnya dengan Ayah Reya sehingga membuat Haris begitu marah terhadap Ayahnya.

"Udah lah, Mas. Itu kan juga udah masa lalu. Lagian nggak ada apa-apa juga diantara aku sama Mas Tian!" seru Friska.

Alea semakin bingung mendengarnya.

"Tapi dia pernah mencoba merebut kamu dari aku! Bahkan dia udah punya Mita!"

Alea menutup mulutnya kaget.

"Cukup, Mas! Aku udah bilang kan, aku nggak ada hubungan apa-apa sama dia!" sahut Friska ikut tersulut emosi.

"Papa nggak bisa dong benci gitu aja sama Alea cuma gara-gara Ayahnya. Dia aja bahkan nggak tahu apa-apa!"

"Kamu diam, Reya!" seru Haris dengan suara lantang.

"Aku nggak terima. Alea pacar aku!" seru Reya dengan napas menderu.

Friska menatap Reya kaget, sedangkan Haris menatap Reya tajam. "Papa nggak setuju kamu pacaran sama dia!"

Reya balas menatap Haris dengan tatapan nyalang. "Papa nggak berhak ngatur kehidupan Reya. Kalau Papa pulang cuma untuk bikin keributan di rumah, lebih baik Papa balik lagi
aja!"

"Cukup, Reya! Jangan jadi anak kurang ajar!"

Alea berlari ke luar, mengurungkan niatnya untuk masuk, suara pintu mengalihkan perhatian Haris, Friska, dan Reya. Reya langsung berlari mengejar gadis. Samar-samar Alea masih bisa mendengar keributan antara Friska dan Haris di dalam rumah Reya.

Alea buru-buru menghentikan taksi saat melihat Reya mengejarnya. Ia langsung masuk dan mematikan ponselnya. Air matanya tumpah begitu saja.

...

Alea terduduk di lantai sambil memeluk foto keluarganya dengan air mata yang bercucuran. Dadanya terasa sangat sesak. Ia sudah cukup lelah dengan semuanya, ditambah lagi sekarang kepulangan Haris yang secara terang-terangan mengatakan bahwa ia tidak menyukai Alea. Ia bahkan tidak tahu apa yang harus dia lakukan setelah ini.

Alea mengusap fotonya bersama kedua orang tuanya yang tampak sangat bahagia. "Mama sama Papa lagi apa di sana? Mama sama Papa pasti senang ya udah kumpul bareng lagi? Aya capek banget di sini, Ma, Pa. Aya nggak tahu lagi bisa cerita ke siapa sekarang. Kak Reya sekarang sibuk karena udah mau masuk kuliah, Papanya juga nggak suka sama Aya. Nggak mungkin juga Aya ceritain ke teman-teman, Aya nggak mau nambah-nambahin pikiran mereka. Aya juga mulai cari kerjaan karena uang tabungan Mama udah hampir habis, tapi nggak ada yang terima Aya karena masih sekolah."

"Aya capek, takut, bingung juga harus apa sekarang. Aya pengin nyusul Mama sama Papa biar kita bisa kumpul lagi kayak dulu ... Tapi Mama sama Papa pasti nggak mau kan kalau Aya nyusul sekarang? Mama sama Papa doain Aya ya biar kuat, biar bisa jadi orang sukses dan nggak ngerepotin orang lain terus..." gumam Alea dengan suara bergetar dan napas tersengal-sengal.

Tanpa Alea ketahui, Reya melihat dan mendengarkan semua ucapannya dari luar. Walaupun tidak terlalu jelas dan suaranya samar-samar. Hatinya terasa hancur melihat gadis itu menangis sesenggukan. Reya menghela napas berat lalu akhirnya pergi meninggalkan Alea agar gadis itu dapat menenangkan dirinya dulu.

Alea menyeka air matanya dan menarik napas panjang lalu menyalakan ponselnya dan menekan nomor seseorang.

"Halo?"

...

Alea tersadar lalu merasakan tubuhnya ngilu, pegal dan menggigil. Ia membuka matanya lalu meregangkan tubuhnya dan kembali meletakkan foto keluarganya ke meja. Gadis itu tertidur di lantai karena terlalu lelah menangis.

Alea & ReyaWhere stories live. Discover now