49. Membahagiakanmu

44.9K 3.2K 198
                                    

Happy Reading guyss!!
.
.
.

🍒🍒🍒🍒🍒🍒🍒🍒🍒🍒🍒🍒🍒🍒🍒🍒

-Malam hari-

Saat bibinya pulang setelah mengganti infus Luna yang sudah tertidur, Max lalu berbaring di sofa dalam kamar. Ia tidak tidur di ranjang yang sama dengan Luna seperti biasa karena khawatir Luna semakin membencinya dan ia juga tidak tidur dikamar lain karena bagaimana pun Luna masih sakit, ia tak mungkin meninggalkannya tanpa penjagaan.

Beberapa jam setelah Max memejamkan mata dan terlelap, samar-samar ia mendengar suara Luna.

"Ugh.... Ti-..dak... Pergi... Aku mohon ja-..jangan lakukan itu..." Ucap Luna meracau tak jelas, tangannya yang bergerak gelisah di udara seperti melakukan perlawanan karena diserang sesuatu.

"Luna...?" Pikir Max masih setengah sadar.

"Ugh... uhuk... uhuk.. Tolong... Siapapun tolong aku... Ugh... Ma-...maxime... Tolong aku... Hah... Hah... Hah... Maxime... To-..tolong." Ucap Luna semakin pelan karena ia sekarang sedang sulit berbicara dan bernafas.

"Luna?!" Ucap Max yang akhirnya  benar-benar sadar dari rasa kantuknya, ia lalu berlari ke arah Luna yang keadaannya sudah sangat mengkhawatirkan.

Infus di pergelangan tangannya terlepas dan entah seberapa kuat Luna menggerakkan tangannya hingga dari bekas infus yang terlepas terdapat luka yang darahnya terkena seprai dan selimut.

Max lalu menahan tangan Luna yang terluka agar tidak banyak bergerak yang justru menyebabkan darah semakin banyak keluar.

"Agh.... Pergi... Tolong tinggalkan aku... Hah... Hah... Pe-..pergi." Ucap Luna yang masih meracau.

"Luna sadarlah!" Ucap Max berusaha membangunkan.

"Ughh.... A-..aku... Mohon..." Ucap Luna lemas.

"Luna....!" Panggil Max lagi sambil menepuk pelan pipi Luna.

"Hah... Hah... Tidak... Berhenti... Aku takut... Tolong... Siapapun... Tolong aku." ucap Luna.

"Luna buka matamu!" Ucap Max tegas.

Deg....
"Hah.... Hah... Hah...."
Luna akhirnya membuka mata dengan nafas yang memburu. Tangannya yang terluka dan masih dipegang oleh Max di abaikan olehnya, karena ketakutannya ia menjadi tidak peka akan rasa sakit di luka bekas infus, meski darah sudah banyak tercecer dari sana.

"Ma...x?" Panggil Luna dengan tatapan kosong.
Saat ini antara halusinasi dan kenyataan nampak masih tumpang tindih di kepalanya.

"Kau baik-baik saja? Infusnya-.."

"Paman jahat itu-... Dia kembali." Ucap Luna sambil berlinang air mata.

Max awalnya bingung namun beberapa detik ia sadar bahwa Luna membicarakan tentang masa lalu.
"Dia tidak mungkin kembali, dia sudah tiada." Ucap Max menenangkan Luna, Max terus gelisah karena darah dari pergelangan tangan Luna belum berhenti.

Luna menggelengkan kepalanya sambil mengedipkan matanya beberapakali karena kejadian traumatis masa kecilnya sekarang seperti berputar di kepalanya seperti potongan film pendek yang membuatnya ia gemetar ketakutan.
"Dia mencoba me-... mem-... memp-..." Luna tergagap tak bisa menyebutkan perkataanya.
"Ugh... d-..dia meraba tubuhku, lalu aku memberontak dan lari ke WC. D-..dia kemudian menendang-nendang WC nya sambil berteriak memanggil namaku." Ucap Luna gemetar, ia terlihat semakin takut.

"Luna-..."

"Aku takut Max... Aku sangat takut padanya." Ucap Luna masih menangis.

"Ssshhh.... Tak apa. Ada aku, aku akan melindungimu." Ucap Max sambil mengusap kepala Luna agar ia lebih tenang.

Marriage Contract With Mr. CEOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang