[2] Pra Ke-'jadian'

29.5K 2.8K 45
                                    

Aya's note

Lagunya kagak nyambung ya Gusti, mohon maaf gengs. Silakan usul lagu yang lebih masuk akal.

Komentar bar-barnya aku tunggu loh!

oOo

Aku duduk di kursi kubikalku sambil menangkup wajah

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Aku duduk di kursi kubikalku sambil menangkup wajah. Sudah tidak penting lagi memikirkan apakah rekan kerjaku akan melihat wajahku yang sembab sekarang. Dewa Angkara Murka dan segala keabsurdannya tadi jauh lebih penting untuk dipikirkan sekarang. Aku merunut kejadian sejak pagi tadi. Apa saja yang sudah aku lakukan seharian ini sehingga nasib buruk tidak berhenti mengikutiku?

Jam di mesin absensi menunjukkan pukul sepuluh lewat sepuluh menit. Itu artinya, aku terlambat satu jam sepuluh menit. Selama sepuluh bulan bekerja di Kreativa, ini pertama kalinya aku datang sangat terlambat. Aku tidak punya banyak pengalaman soal terlambat, tapi sejauh ingatanku, terlambat satu jam tidak akan membuatku dipecat atau dijatuhi Surat Peringatan. Konsekuensinya, aku harus rela gajiku dipotong plus tambahan jam kerja sesuai keterlambatan tadi. Teman-teman kantorku, terutama yang sudah berkeluarga, sering mengambil risiko ini karena harus mengantar anaknya ABCD, mengurus keluarganya yang EFGH, suaminya harus IJKL sehingga dia harus MNOP, dan seterusnya. Itu hal yang wajar terjadi, tapi rasanya tidak wajar kalau aku yang mengalami.

Sepanjang masuk ke ruangan, semua mata terus menatapku. Aku melempar senyum dan sapa, tapi mereka membalas sekenanya. Apa keterlambatan hanya dimaklumi untuk mereka yang sudah berkeluarga?

"Pagi!" Aku menyapa Kinoy yang duduk di kubikal depanku sambil meletakkan tas.

"Pagi, Mo," balas Kinoy dengan suara lemah. Matanya menatapiku sedemikian rupa. Kinoy belum menikah. Tempo hari, cewek pecinta kucing itu terlambat dua jam karena harus ke VET dan semua baik-baik saja. Lalu kenapa dia juga menatapiku dengan pandangan aneh begitu?

"Perasaan gue cuma telat sejam, kenapa semua orang ngelihatin gue kayak—"

"Mo!" Tahu-tahu Kinoy sudah keluar dari kubikalnya dan menubrukkan tubuhnya padaku. Tangan kiriku dipeluknya erat-erat.

"Eh, lo kenapa?" tanyaku panik.

"Lo nggak apa-apa, kan?" Kinoy membenamkan wajahnya ke bahuku. "Lo yang tabah ya, Mo."

Aku mulai melirik kiri-kanan karena reaksi aneh Kinoy mengundang perhatian semua orang. Beberapa mulai berdiri dari kubikalnya. Ruangan yang hening karena jam kerja kini terganggu gaduh suara Kinoy yang memperlakukanku seolah aku baru saja mendapat musibah.

"Kin, gue ke rumah sakit cuma buat booster vaksin. Bukan karena sakit kritis."

"Tapi hati lo nggak kritis, kan?" Kinoy mengurai pelukannya. "Ini yang namanya sakit tapi nggak berdarah, Mo."

Mbak Afni, Head of Procurement, tiba-tiba berdiri dari kursinya. "Mo, tetap semangat ya!"

Aku menerima ucapan itu dengan alis terangkat.

Dewa Angkara Murka (END)Where stories live. Discover now