[17] Efek Habis Jumatan

16.9K 2.3K 168
                                    

Maaf ya, judulnya jadi segmented banget.

Harusnya diunggah pas hari Jumat, cuma kelamaan tar kelen kangen Bapak Dewang yang tersayang.

Yaudah mumpung gue lagi bahagia, update sekarang saja.


Luvv Aya



oOo

"Lo beneran punya hubungan sama Dewang?" Livy melipat tangan

Oops! Questa immagine non segue le nostre linee guida sui contenuti. Per continuare la pubblicazione, provare a rimuoverlo o caricare un altro.

"Lo beneran punya hubungan sama Dewang?" Livy melipat tangan. Apa ini pertanda emosinya membara? Telunjuk Livy yang berhias nail art mengetuk-ngetuk lengannya sendiri.

"Iya." Singkat padat dan tidak jelas.

Raut Livy langsung gemas. "Coba ngomong yang lebih jelas."

Tampaknya Livy tidak sabar mendengar penjelasanku, sedangkan aku tidak sabar memohon penyelamatan. Sebelum dibawa pergi, tadi aku sempat berbisik ke Kinoy minta tolong ke siapa kek terserah. Pokoknya aku kudu segera dipisahkan dari orang ini.

Gimana enggak seram coba, tadi dia mau ngobrolin soal Dewang—which is personal matter—di ruangan. Iya, tadi ruangan masih sepi. Kalau yang Jumatan atau break makan siang balik, aku bisa jadi tontonan anak seruangan dong. Apalagi selama ini aku nggak mau jawab detail pertanyaan soal hubunganku sama Dewang, makin ikutan kepo dan makin seneng ngupingnya. Setelah berhasil membawanya keluar ruangan, Livy minta ngobrol di lobi saja. Kalau ini namanya cari perkara. Nggak cukup seruangan tahu, seluruh kantor bisa nontonin aku. Aku coba negosiasi lagi, Livy malah ngajak ke coffeshop dekat kantor. Makin dinegosiasikan makin besar risikonya. Kalau ada yang lihat kami berantem-berantem di sini bisa ada yang ngerekam terus masukin ke akun gosip Instagram, viral di Tiktok, lalu dirujak di Twitter.

Huft.

Akhirnya aku iyakan sebelum Livy malah ngajak ngobrol pakai toa Satpol PP keliling Jakarta. Itu pun dia pilih kursi dekat dinding kaca dan pintu masuk yang bisa dilihat orang dari jalanan. Pas sekali ya, untuk menarik perhatian. Sebisa mungkin aku mengatakan pada diri sendiri untuk tenang dan tidak gugup karena gugup akan menimbulkan gagap pada lidahku.

"Iya, saya punya hubungan sama Dewang." Lebih jelas, lebih panjang, tapi jelas bukan itu yang diharapkan Livy. Aku ngerti, tapi nggak mau ngertiin. Otakku sibuk mengontrol diri supaya tidak gugup.

Livy berdecak. "Lo ceritain sejak kapan dan gimana bisa? Lo ini disembunyikan apa nggak sakit hati? Apalagi sampai ibunya jodohin Dewang ke gue, itu artinya lo sama sekali nggak dianggap."

"Nggak. Biasa saja. Yang penting hatinya buat saya." Padahal dalam hati; amit-amit.

"Makan tuh, hati. Dikawinin beneran mampus."

Dih, cantik-cantik makin kasar. "Buktinya kan, nggak jadi kawin. Bapak," aku berdeham, menganulir kebiasaan manggil bapak, "Dewang menolak dan sekarang go-public."

Dewa Angkara Murka (END)Dove le storie prendono vita. Scoprilo ora