Namanya Dewangkara Maheswara. Namun, seluruh anak buahnya sepakat mengganti namanya menjadi Dewa Angkara Murka. Selain tukang murka, dia juga suka bertitah bagai dewa. Apa pun yang diinginkannya harus tercapai saat itu juga.
Termasuk saat dia 'meme...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
oOo
Hening. Aku memandangi apa pun yang ada di depan mobil, tapi tak satu pun orang melintas. Hari masih pagi atau waktu yang terhenti?
Atmosir canggung melingkupi udara dalam mobil yang terasa mampat. Sesekali, napasku tertahan tanpa sengaja. Mataku lurus ke depan, tanpa menoleh sedikit pun pada sosok di sebelahku. Setelah apa yang aku dengar dari ibunya, aku tidak yakin harus bersikap bagaimana.
"Kalian ngobrol apa saja?" Suara Kyle terdengar dingin ketika keheningan pecah untuk pertama kalinya.
Asumsiku ini berkaitan dengan pertemuanku dan ibunya. "Nggak banyak."
Hening lagi. Aku masih enggan menoleh. Enggan membahas juga. Susah payah aku menganggap semuanya selesai, tapi satu persatu dipreteli lagi dan sudut pandangku direkonstruksi ulang. Buat apa semua ini?
"Lo ngomong apa saja ke nyokap gue?"
Aku ingin sekali tertawa. Seolah aku yang frustrasi lalu menemui ibunya dan cerita ini itu. "Gue bahkan nyaris nggak ngomong apa-apa. Cuma jadi pendengar nyokap lo."
"Nyokap nggak pernah setuju sama Vivian. Dia pendukung lo." Aku mendengar suara gerakan tubuh Kyle. "Apa itu menghibur lo?"
Mataku memicing dan kepalaku memutar. "Menghibur? Apa gue kayak orang susah yang butuh dihibur?" Aku mendengkus.
Aku menggeleng. "No, thanks. Gue juga nggak butuh penjelasan. Bagi gue, ini sudah lama selesai. Tapi kalau lo mau menjelaskan silakan. Gue yakin itu bakal melegakan lo dari rasa bersalah dan bahkan mungkin... jiwa sok pahlawan lo bakalan menemukan apresiasi yang tepat."
Getir Kyle, you know. Aku tahu dia tampak melakukan ini semua untukku, untuk kebaikanku, tapi apa aku memintanya? Nggak. Atau semua hanya alasan perselingkuhannya saja?
"Sok pahlawan?" Kyle tertawa getir. "Gue anggap itu sebagai ucapan terima kasih karena dengan begitu lo bisa berbahagia dan cepet move on ke orang yang lebih baik kayak Pak Dewang."
Aku menarik bibir lalu menggeleng. Bukan saatnya memasukkan nama Dewang sekarang. "Sok pahlawan dengan bilang bahwa pilihan lo berpisah dari gue itu demi kebaikan gue? Kebaikan macam apa yang didapat dari perselingkuhan? Bangsat lo, jadiin gue tameng kebaikan!"