[35] Lho Kok Jadi Gini?

14.2K 2.2K 234
                                    


Kemarin udah nyapa pembaca baru, sekarang mau nyapa, pembaca yang ngikutin aku dari lama mana suaranya? Kalian sudah baca cerita-cerita terbengkalaiku dari yang mana saja?

BTW, pada nemu cerita Dewa Angkara Murka dari mana sih? Hashtag? Rekomendasi temen? Atau apa? 

Lemme know....


Love, aya.


oOo

*nih orang damage banget kalau foto black and white gini hahaha*

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

*nih orang damage banget kalau foto black and white gini hahaha*

oOo


"Tante serius lho, Mosha soal dari tadi."

Aku mendongak menatap Bu Dahlia. Kami sudah selesai dari acara. Bu Dahlia nggak nafsu makan di sana tadi katanya. Dia mengajakku buru-buru pulang lalu mampir ke restoran Sunda terdekat. "Soal apa, Tante?"

"Calon mantu."

Jariku yang sedang menyusuri buku menu langsung terkula. "Gi-gimana, Tante?"

"Dibutuhkan perempuan seperti kamu untuk meluluhkan Dewang yang kaku. Melihat kegigihan kamu, Tante yakin kamu pasti tahan banting ketika menikah nanti."

Wait, what? Menikah?

Bu Dahlia menggenggam tanganku sambil menatapku teduh. Di mataku, ini mirip keteduhan pohon beringin ribuan tahun. Teduh, tapi horor.

"Kamu sudah berjuang mendapatkan hati Dewang. Tante sudah approve hubungan kamu sama Dewang. Tante akan berjuang mendorong supaya pernikahan disegerakan."

Mampus! Mataku membulat, lalu memelotot maksimal. Rahangku jadi kaku.

Bu Dahlia menatapku sedemikian rupa. "Kok kamu lebih kelihatan kaget daripada senang?"

"A-anu...."

"Kalian punya tujuan menikah, kan? Nggak cuma pacaran doang."

Tarik napas, lepaskan. Tarik, empaskan. "Kami... kan, belum lama, Tante. Nggak... nggak usah buru-buru... setuju."

"Nggak usah buru-buru setuju gimana?" Bu Dahlia memajukan badannya. Buku menunya juga disingkirkan.

"Ya... Jangan asal setuju, Tante. Jangan karena provokasi saudara tadi, Tante jadi menerima saya dan merugikan Dewang. Kasihan lho, kalau ternyata bibit bebet bobot saya nggak sesuai kriteria, keluarga saya biasa saja...."

Bu Dahlia pasang wajah datar. Persis seperti dinner di Angus House waktu itu.

Apalagi ya? "Sifat saya juga banyak minusnya. Saya... juga nggak cakep-cakep amat. Nanti cucu Tante gimana? Terus, ...." Mau lanjut jelekin diri sendiri, nih? "Pokoknya, Tante nggak boleh buru-buru." Aku meringis, berpikir bisa cuek saja kalau disetujui Bu Dahlia nanti tinggal alasan putus dari Dewang, ternyata malah nggak keruan perasaanku. "Jadi, saya anggap yang Tante bilang tadi cuma bercanda. Oke?"

Dewa Angkara Murka (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang